Perasaan sakit mengenai hati ketua OSIS itu. Dia tidak percaya kalau bawahannya yang dia kira adalah yang paling setia malah adalah penikam.
"Kau berbohong, bukan hanya padaku! Tapi juga pada seluruh Valkyrie!" Celicia memekik keras.
Dia ditipu oleh temannya sendiri. Dia kesal, marah, dan ingin segera merobek-robek wajah penipu itu.
"Maaf, tapi aku melakukan ini demi sesuatu yang kupercaya!" Ira tanpa rasa bersalah menatap ketuanya yang sudah seperti pasien RSJ.
"Jadi, ternyata semuanya terungkap. Kau bukan hanya bersekongkol dengan laki-laki itu. Tapi juga dengan para Justiciar, 'kan?" Geni mencoba menaburkan minyak di api yang menyala.
Celicia yang semakin kesal dibuat berhenti, dan menatap perlahan Ira si penghianat. Matanya seperti orang yang tidak tidur lebih dari 10 hari. Bibirnya yang pecah terus menganga seperti orang bodoh.
Siswi yang merupakan murid teladan dan ketua OSIS itu semakin kehilangan kontrol. Dia tanpa sadar mengeluarkan pedang dari tangannya.
"Ira! Kenapa kau menipu kami?!" Dia bertanya sambil mengangkat pedangnya.
"Demi kalian!"
"Hah?"
Baik Geni maupun Celicia tidak paham dengan itu. Pemahaman mereka jelas sudah dikunci oleh dewi itu.
"Apa maksudmu demi kami?! Dengan menghianati kami saja itu artinya kau sudah membuat dunia ini rusak!"
"Persetan dengan menyelematkan dunia! Yang kita lakukan hanyalah bermain di telapak tangan dewi itu!"
"Hah?! Berani-beraninya kau menghina orang yang memberimu kekuatan! Dasar tidak tahu malu!" Celicia menyiapkan pedangnya, jika Ira salah ngomong. Maka tubuhnya akan langsung terbelah menjadi dua.
Ira menyadari bahaya itu, tapi dia sudah meyakinkan dirinya, kalau ini akan berhasil. Dia sudah siap apapun yang terjadi.
Buk!
Dia memukul dadanya.
"Yang kau lakukan...(menggelengkan kepala).... Yang kita lakukan hanyalah memperkeruhnya! Kita mengoleksi kunci-kunci itu untuk apa?! Untuk diri kita sendiri, 'kan! Kita mau keinginan kita terpenuhi, tapi apa?! Kita malah tidak memikirkan apa yang sebenarnya kita lakukan! Coba sekarang pikirkan, siapa Dewi Apate itu!" Ira berteriak keras di depan rumah pacarnya itu.
Mendengar teriakan Ira, Celicia mencoba untuk mendengarkan. Atas saran penghianat itu, dia mencoba mencari tahu nama itu berdasarkan ingatannya.
Namun...
KRAK! CTANG!
Saat mau mengenai sasaran, sebuah sengatan listrik malah mengacau. Dia seketika lupa apa yang baru saja dia cari. Pedang yang baru saja dia panggil juga ikut jatuh ke tanah karena setruman itu.
"Akgh! Apa tadi?! Apa yang sebenarnya kupikirkan?" Celicia memegangi keningnya yang pusing.
"Celicia? Apa kau baik-baik saja?!" Ira mencoba mengecek ketuanya.
Namun...
SLING!
Saat Ira mau mendekat. Pedang yang tadi terjatuh, langsung Celicia ambil kembali dan ditebaskan ke sang penghianat.
CRAT!
Darah menciprat bersamaan dengan ayunan pedang itu. Sebuah luka tebas yang miring muncul perut Ira. Dengan luka sedalam itu, manusia biasa tidak akan bisa selamat.
Ira yang terluka menggunakan sisa tenaganya untuk menopang tubuhnya. Namun sekuat apapun dia mencoba menopangnya, tubuh itu lama kelamaan semakin berat.
GUBRAK!
Dia seketika tumbang. Matanya menatap kosong bagian depan rumah pacarnya. Dia tidak menyangka, kalau ini adalah kedua kalinya dia melihat rumah itu.
Perlahan nafas gadis itu semakin lemah, detaknya semakin kecil, darah terus mengalir deras keluar. Dia mencoba menggunakan tenaga terakhirnya untuk melihat wajah kesal ketua yang selalu dia dambakan.
Sayang sekali, Ira tidak bisa melihat wajah orang tercintanya untuk yang terakhir kalinya. Dia sudah kelelahan. Darah sudah membasahi sekujur tubuhnya. Entah kenapa, meskipun terluka separah itu. Ira tidak merasakan sakit sama sekali.
Di sisi lain, Celicia yang tidak sengaja menebas gadis malang itu hanya bisa membuka lebar matanya. Dia dipenuhi rasa takut yang bercampur penyesalan.
Tak disangka kelak suatu hari pedang itu akan digunakan untuk menebas mati temannya.
PRANG!
Pedang yang berlumuran darah itu terlepas dan terbanting dari genggaman gadis penuh wibawa itu.
Sekujur tubuhnya dipenuhi rasa gemetar, bola mata gadis itu melebar dan mengecil secara tak konstan, nafasnya menjadi tak teratur dan malah terlihat seperti orang sesak nafas, badannya melemah dan tak kuasa menahan beban berat seringan apapun itu.
Ini pertama kalinya dia menghabisi nyawa orang. Bahkan dengan secara sadis.
"A-apa yang no-nona lakukan?!" Geni yang dari tadi di sampingnya baru bisa berbicara.
Daritadi dia membeku di tempat. Dia seakan tidak percaya pada apa yang nonanya telah perbuat. Mulutnya terasa berat hanya untuk mengatakan kalimat tadi.
Tepat di depan rumah kekasihnya, Ira terbunuh oleh tebasan Celicia.
"Oh...!" Suara misterius itu bersuara lirih dan bergema. "Apa yang sudah kalian lakukan?!" Suara misterius terdengar keras dan murka.
"Kalian membunuh orang yang paling dipedulikan oleh tuanku! Bagaimana ini bisa terjadi?! Bagaimana bila dia bangun dan melihat ini?!" Takut, marah, dan kesal. Suara misterius itu menjadi tak karuan.
Namun kedua Valkyrie yang masih bernafas itu hanya bisa menatapi gadis malang itu dengan membeku.
Mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan saat ini. Ini masih dalam urusan Time Fracture, bagaimana dengan urusan dunia asli mereka?
Apakah mereka bisa menjelaskan ini pada teman mereka?
----
Tak lama setelah itu, pohon raksasa yang ada di rumah itu seketika hancur seperti bangunan yang runtuh. Keberadaan pohon kian hilang dan tak berwujud lagi di sana.
"Apa yang terjadi?" Mereka berdua bertanya pada pohon yang runtuh.
Pohon yang runtuh saja sudah terdengar bodoh. Kini mereka malah menanyainya. Apakah mereka menjadi gila karena kejadian ini?
PROK! PROK! PROK!
Suara tepuk tangan terdengar dari bekas reruntuhan pohon itu.
Suara itu bersumber dari atas atap rumah Randy. Terlihat sebuah bayangan sedang berdiri di sana. Dengan matanya yang kuning bersinar di kegelapan, bayangan itu tersenyum di depan bulan itu.
"Sepertinya aku menemukan sumber kekhawatiran yang lebih dari milik anak ini!" Dia mengatakan itu dengan nada tertawa.
"Bersiaplah, aku akan memakan jiwa kalian! Buanglah semua kekhawatiran kalian, dan hiduplah bebas tanpa rasa khawatir!" (Bayangan)
Mereka berdua menatap tidak percaya, monster yang mereka lawan di saat Time Fracture sebelumnya kini muncul kembali.
Dia adalah monster yang sangat menyebalkan, bahkan mereka berempat saja tidak ada yang bisa mengenai tubuh itu.
Keadaan sekarang diperparah dengan Celicia yang sekarang sendiri. Geni hanyalah seorang informan bukan petarung. Jadi mau tidak mau, gadis itu harus bertarung sendirian.
Semoga saja keadaanya saat ini masih bisa membuatnya bisa menahan setidaknya sampai Time Fracture berakhir.
"Kau datang juga, copycat!" Celicia mencoba mencengkram pedangnya yang tadi jatuh.
Musuhnya saat ini bukan berwujud seperti Ira ataupun Randy. Melainkan berwujud seperti orang yang memiliki kekhawatiran tertinggi. Monster itu berwujud Celicia.
Tapi karena masih trauma.
CTANG!
Pedang yang ia genggam terjatuh kembali ke tanah.
Pedang ringan itu serasa menjadi sangatlah berat. Keringat dingin yang membasahi sekujur tubuhnya menjadi alasan utama gadis itu. Tubuhnya mengigil setiap kali dia melihat Ira yang tergeletak di tanah.
---
Perlahan tapi pasti, mata yang tertutup itu terbuka.
Randy melihati sekelilingnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi dan kenapa dia bisa berakhir di sini. Yang ia tahu hanyalah dia melihat bayangan dirinya.
"Akhirnya anda bangun juga, tuan." Sebuah ucapan selamat yang hangat diberikan iblis itu untuk pertama kalinya.
"Dalor? Kenapa aku?" Randy bertanya dengan lesu.
Namun Dalor seketika berubah perilaku.
"Lupakan itu, sekarang gunakan sihir Dark Heal!" Iblis itu ketakutan setengah mati.
Randy tidak tahu apa yang sedang terjadi. Namun dilihat dari perilaku aneh iblis itu, dia seketika mengaktifkan sihir itu.
Dengan badan yang masih lemas karena habis tidur. Randy mencoba memanggil sihirnya.
"Dark Heal!" Suaranya lesu karena habis bangun tidur.
Seketika, sebuah lingkaran hijau yang beraura gelap muncul di sekitar rumah itu dan mengenai mereka semua yang ada di sekitarnya.
Tubuh Ira yang sekarat termasuk dalam lingkaran itu. Seketika asap hijau menyelimuti gadis itu dengan beberapa putaran. Sesuatu akan terjadi, semoga saja masih sempat.