Malam hari, tepatnya pukul 2 pagi. Entah saat ini dipanggil pagi atau malam. Tapi yang pasti, langitnya gelap saat ini.
SLIP SLIP SLIP!
Seorang gadis terus membalik novel yang ia baca. Dengan hanya ditemani lampu belajar, gadis itu sangat bersemangat untuk menghabiskan novel yang ia baca.
Novel yang ia baca merupakan novel berat dengan jumlah 4 volume. Terbilang kalau novel yang ia baca adalah buku fantasi.
Menceritakan seorang protagonis yang pecundang dan lemah seketika diberi misi untuk menyelamatkan dunia.
Namun, dia yang lemah hanya bisa ketakutan. Bagaimana tidak, dia yang bahkan tidak bisa menendang bola dengan benar tiba-tiba harus memegang beban berat ini.
Sang protagonis mencoba lari... Lari... Terus lari dari beban itu.
Namun sejauh apapun dia berlari. Takdir kejam itu mengikutinya dan memaksanya berdiri.
Dengan kenekatan bersamanya. Dia mencoba menguatkan dirinya dan menghadapi takdir itu.
Berjalan ke tangga takdir yang tak berujung. Dia terus dihempas oleh serangan-serangan yang tak terduga.
Luka di tubuhnya terus bertambah setiap kali dia naik 10 anak tangga. Jumlah itu semakin lama semakin kecil sampai hanya disetiap 1 anak tangga. Dia terus terus terluka sampai tulangnya terlihat.
Usahanya tidaklah sia-sia. Semua luka itu bersamanya sampai di ujung tangga.
Di ujung tangga itu, dia melihat sebuah pintu. Pintu yang berbentuk lebar(dua pintu dalam satu) bewarna merah dan putih.
Apa yang dia lihat saat itu bukanlah hanya sekedar pintu. Dia sedang melihat ujung takdir. Kemana pemuda itu akan membawa. Bagian mana yang akan dia sentuh duluan. Semua itu tergantung bagaimana sifat protagonis itu selama melewati rintangan itu.
Saat gadis itu membalik halaman novel itu. Ketebalan bagian belakang novel itu menjadi sangatlah tipis. Dia sadar kalau dia akan melihat akhir volume itu.
"Bagaimana takdir protagonis ini?" Dia membaca dengan teliti. Berharap tidak ada yang terlewat, dia mencoba membaca halaman terakhir dengan gemetaran.
Dia kesulitan untuk membaliknya. Jika sang protagonis mendapat ending yang buruk. Maka gadis itu akan tidak bisa tidur selama berhari-hari. Dia akan merasa kasihan pada sang protagonis yang berjuang hanya untuk sesuatu yang sia-sia.
Namun jika dia mendapatkan ending bahagia. Dia hanya bisa merasa hambar setelah membacanya. Cukup konyol kalau protagonis yang nekat bisa berakhir baik.
Keduanya membuat gadis itu semakin tidak berani melihatnya. Hanya kesakitan yang dia dapat bila dia mengakhiri cerita begitu saja.
"Kuatkan diriku!" Dia menampar kedua pipinya.
Halaman terakhir telah dibalik. Ujung cerita dari volume 1 akan berakhir. Gadis itu siap untuk mengatakan selamat tinggal pada volume pertama itu.
Namun...
DING!
Langit berubah merah. Semua barang elektronik mati. Lampu yang menjadi satu-satunya penerangan gadis itu mati dan membutakan seluruh kamar.
"Hah?!" Gadis itu berdiri dan berjalan ke jendelanya.
BAK!
Saat jendela itu dibuka.
Sebuah pemandangan kota merah dia lihat dari balik jendela. Kota seperti diterjang mati lampu total. Tidak ada penerangan selain bulan malam yang seperti mata merah.
"Hey hey hey, kalau bercanda jangan keterlaluan, ini tidak lucu!" Dia menghardik siapa saja yang bisa dia hardik.
Tidak ada yang menjawab makiannya. Itu sudah jelas, dia sedang sendirian di malam yang tak berpenghuni ini.
Semua orang jadi patung. Tubuh mereka dililit oleh tumbuhan berduri. Sebenarnya siapa yang membuat Time Fracture ini.
"Kenapa sekarang terjadi?!" Gadis itu melihati sekeliling dengan ketakutan.
Ini bukanlah waktu yang benar untuk terjadi. Dia merasa seperti deja vu. Ini pernah terjadi sebelumnya, tapi kapan?
"Jika hal seperti ini terjadi..." Dia melompat dari jendela yang berada di lantai 3.
Brak!
Tanpa membuang-buang waktu lebih lama, dia langsung pergi meninggalkan rumahnya.
Ini bukanlah waktu yang benar untuk memikirkan jalan cerita novel itu. Ada sesuatu yang lebih besar menunggunya.
Saat menyusuri area perkotaan, tepatnya di depan cafe 24 jam. Dia melihati banyak patung manusia di sekelilingnya. Dia melihati satu persatu patung itu. Bukan karena tidak terbiasa, namun karena itu adalah masalah utamanya.
"Celicia!" Seseorang memanggil namanya.
Orang itu tidak lebih tidak bukan adalah salah satu bawahan bayangannya. Valkyrie itu jarang terlihat di saat ekspedisi atau pemburuan. Dia hanya muncul saat para Valkyrie butuh informasi.
"Geni?!" Dia menyebut Valkyrie misterius itu.
Namun apa yang dia sebutkan bukanlah nama asli valkyrie itu. Melainkan hanya nama kode darinya. Dia dipanggil begitu karena dia bisa membuat dirinya menjadi jago merah berjalan.
Geni berjalan mendekat ke gadis itu hanya dengan kedipan mata.
"Jadi, apa yang terjadi sekarang?!"
"Maafkan aku Nona Celicia, tapi saya tidak mendapatkan satupun petunjuk soal ini." Geni berlutut minta maaf.
"Cih, apakah ini ada hubungannya dengan monster yang kami temui di Time Fracture tadi?"
"Saya tidak bisa menganalisanya dengan pasti. Tapi menurut apa yang saya lihat sekarang. Di sebuah desa, ada sebuah pohon raksasa muncul di sana."
"Pohon?!"
"Iya nona, pohon itu tumbuh dan dan berakar di sebuah rumah."
"Di rumah?! Apakah rumah orang biasa atau para Justiciar atau Valkyrie?"
Saat mau menjawab, Geni menatap dengan ragu. Keringat membasahi punggungnya.
Dia sekali lagi berlutut dan kini lebih terasa minta maafnya.
"Pohon itu berakar di rumah salah satu teman sekolah anda. Rumah Randy Aditya, pohon itu tepat berakar di sana."
Takut, bingung, tak percaya. Mata Celicia melebar dan melototi tempat ke arah rumah laki-laki itu dari jauh. Dia tidak menyangka kalau korban dari monster itu adalah laki-laki itu.
"Kenapa dari sepersekian banyak kemungkinan, malah harus dia?!" Celicia berteriak kencang.
"Jadi, apa kita harus memanggil yang lainnya?" Geni mencoba tenang.
"Tidak, biarkan saja mereka tidur! Lagipula, jika monster itu sudah bersarang ke inangnya. Maka monster itu tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain menyerap energi inangnya."
"Jadi, nona mencoba menghentikan ini sendirian?"
"Tidak..."
"Kalau begitu, berarti nona minta saya ikut?"
"Tidak juga."
Mendengar jawaban itu, Geni mendangak kaget. Dia ingin tahu maksud dari perkataan itu.
Celicia langsung menoleh ke arah lain. Dia menatap tajam sesuatu dibalik tembok yang berada jauh dari mereka.
"Keluarlah, aku tidak bisa membiarkanmu terus di sini!" Celicia memanggil orang yang mengintai mereka.
Orang itu keluar dari persembunyiannya. Celicia tidak kaget soal itu. Dia seakan sudah sadar kalau orang ini akan datang.
"Ira, kau datang karena naluri?"
Geni langsung menoleh ke sosok di belakangnya. Dia tidak menyangka dia bisa gagal menyadari hawa keberadaan gadis itu.
"Maafkan saya nona, saya tidak menyadari keberadaanya!" (Geni)
"Tenanglah, dia itu Ira. Dia sudah jelas tahu cara bagaimana untuk menipumu." (Celicia)
Ira berjalan mendekat ke dua orang itu. Dia menatap dengan tatapan yang cemas.
"Jadi, Ketua Celicia masih bangun, ya?" Ira memberi senyum kecut pada orang yang seharusnya dia hormati itu.
Mereka bertiga kemungkinan menjadi satu-satunya yang terjaga dan melihat fenomena ini.
Tujuan mereka sudah jelas, yaitu rumah laki-laki itu.
Sepertinya keteledoran mereka saat pertarungan di Time Fracture tadi membuat korban. Dan seseorang akan menggila bila korban itu gagal diselamatkan.