BRUAK!
Randy berteleportasi ke dalam kelas ujiannya.
Komputer-komputer yang dipakai saat ujian dibuat berhamburan oleh sihir itu. Beruntungnya apa yang terjadi saat Time Fracture tidak akan mempengaruhi apa yang terjadi di dunia nyata.
Bisa ada keributan bahkan kepercayaan baru bila hal itu terjadi. Jalan-jalan yang sering rusak saja sudah bisa buat orang-orang di sini memasang sajen. Apalagi kalau melihat jalan yang retaknya semengerikan bekas monster bintang laut itu.
"Ha... ha... ha..." Randy melihati sekitar ruangan dengan hati-hati.
Di dekatnya ada tubuh Hannah yang pingsan karena pukulan kuat dari tombak Rena.
"Jadi ini rencanamu? Buat kericuhan supaya ada J atau V yang datang, terus kabur." Dalor memuji pemuda itu. "Tapi jujur ae, bikin orang lain nahan musuh lu itu tindakan yang gak bener! Apalagi mereka gak sadar kalau mereka itu dimanfaatin."
"Diamlah, kau ini iblis. Kenapa malah punya rasa kasihan seperti malaikat?"
"Hey, gue ini raja iblis. Setidaknya gue juga punya sedikit rasa kayak begituan!"
"Serahlah, tapi itu gak bisa mengindahkan fakta kalau kau itu iblis."
"Gue ngalah ae wes..." Dalor menyerah dengan perdebatan ini.
Apa yang akan mereka lakukan sekarang? Di sini bukanlah tempat yang tepat untuk bersembunyi. Cepat atau lambat, Farida yang sedang bertarung dengan Rena akan segera dikalahkan.
'Mungkin masih ada satu cara...' pikir Randy sambil memegang dagunya.
"Telepaty!"
Jika menggunkan sihir ini, mungkin saja arapan akan datang.
"Randy?" Suara Ira terdengar samar.
"Ira?"
"Apa? Dimana kau?"
"Di ruangan ujianku. Temui aku di sana, segera!"
Tanpa menjelaskan panjang lebar. Randy ingin cepat-cepat menyelesaikan ini. Dia tidak boleh memperpanjang masalah.
"Aduh duh... Sepertinya ada yang mau bersenang-senang, nih." (???)
Kemunculan suara lain seketika membuat dua orang yang saling berkomunikasi itu terkejut.
"Siapa?!" (Ira dan Randy)
Suara yang mereka dengar terdengar familiar. Namun saat ingin mencoba mengingatnya secara pasti. Tak ada satupun dari mereka yang berhasil.
"Ah, masa kalian lupa? Bukannya Randy yang membebaskanku?" Suara mesum yang menggoda itu.
Tidak salah lagi, pemilik dari suara itu adalah Dian Pitaloka Mandasari. Orang yang dibebaskan oleh Randy waktu itu. Dan dia jugalah seorang deviant Valkyrie.
"Dian? Bagaimana kau bisa masuk?" Lewat telepati itu, Ira bertanya dengan gelisah.
"Ah, bukannya Randy seharusnya sudah memberi tahu kalian bedua~?"
"Kalian berdua?" (Ira)
Randy seketika bermandikan oleh keringat. Dia lupa bilang soal ini pada mereka berdua(Ira dan Hannah). Saat ini Dian sudah bergabung dan akan membantu mereka untuk mengumpulkan monster-monster yang diburu para J dan V.
"Randy apa-" (Ira)
Dengan segera, sambungan telepati itu diputus oleh Randy. Suara Ira yang sedang meminta penjelasan pada Randy menghilang tanpa jejak.
"Gawat! Gawat!" Ucap Randy sambil bermandikan keringat.
"Apa yang terjadi bos?" Dalor bertanya bingung, tapi karena Dalor bisa melihat apa yang Randy lihat. "Elu ternyata diam-diam ngomong soal itu pada Dian? Terus si Dian percaya karena Justice of Word?! Tapi elu gak ngomong-ngomong karena sifat Dian yang hampir bikin elu hilang kesadaran?!" Suara Dalor terlihat melas dan lemas.
Langkah bodoh yang dipilih Randy justru malah membuat keadaan semakin ruyam.
GUBRAK!
Hanya dalam hitungan menit. Pintu ruangan terbuka dan Ira sedang berdiri di pintu dengan wajah yang tersenyum kecut.
"Randy..."
Tamatlah sudah.
"Tunggu, Ira!" Suara keras menahan Ira yang sudah mau naik darah.
Saat Ira menoleh, dia melihat wajah Dian yang tersenyum jahil. Dia seperti sangat senang setelah melakukan hal-hal seperti ini.
"Kau sebaiknya jangan marah dulu. Karena itu semua cuman gurauanku," ucap wanita itu tanpa dosa.
"Oh, benarkah? Padahal aku sudah siap-siap mengikatnya jika dia benar-benar mencoba melakukannya," ucap Ira sambil memperlihatkan tali yang didapat entah dari mana itu.
"Gulp" Randy yang melihat, spontan takut dan juga lega.
Dia lega karena Dian segera menjelaskan situasinya. Dia juga masih takut karena Ira tidaklah segan-segan melakukan itu padanya.
"Untuk sekarang, kenapa tidak ngobrol saja dulu?" Dian mencoba berjalan mendekat ke arah Ira.
Mungkin ini yang disebut, mencoba bersahabat dengan seseorang agar mendapat kepercayaan mereka. Ituah yang Dian lakukan saat ini.
"Baiklah, aku setuju(sambil menoleh kembali ke Randy)."
Mereka berdua jalan ke arah Randy yang sudah lega itu. Tapi saat mendekat, pandangan mereka terkunci oleh Hannah yang sedang pingsan.
Ira tidak merasa cemburu saat melihat Hannah di sana. Mereka sudah berteman baik. Dan lagi, saat ini Hannah sedang terluka parah.
"Hannah?!" Ira seketika berjalan ke arah Hannah untuk mengecek kondisinya.
"Wow, sebuah pemandangan yang tidak disangka! Seorang Valkyrie khawati dengan Justiciar. Tapi itu mungkin terjadi..." Dian memberikan tatapan yang membuat hampa suasana dengan matanya yang berkeliling di ruangan ini. "Karena banyak alasan mereka menjadi seperti ini."
Dari gerak-geriknya, dia menunjukkan kalau dia saat ini tidak paham soal sekolah. Jika diingat-ingat saat ujian tadi. Nama Dian tertulis masih absen sampai sekarang. Dia seharusnya kembali ke sekolah hari ini, tapi nyatanya tidak.
Kenapa dia masih tidak sekolah?
Setelah mengatakan itu, Dian kembali menatap Randy yang terlihat juga sedikit terluka. "Jadi, siapa yang bisa melakukan ini?" Dian bertanya dengan memamerkan dadanya yang besar.
"Seseorang yang punya alasan yang sama denganmu..."
"Alasan yang sama?" Dian sepertinya tidak mengerti dengan maksud laki-laki itu.
"Kau tidak paham?"
"Tidak sama sekali..." Wajah cewek itu tidak menunjukkan adanya kebohongan.
"Deviant Justiciar, Rena."
Mendengar nama itu, Dian tidak berekasi sama sekali. Tapi setelah mendengar kata 'Deviant', dia jadi tertarik dan ingin tahu dengan cewek itu.
"Justiciar yang membelot, ya? Tak kusangka ternyata ada juga dari kubu Justiciar yang melakukan ini." Dian membuat senyuman yang menggoda iman. "Dunia ini semakin menarik saja~."
Arah pembicaraan semakin ngalor-ngidul.
"Hentikan halumu, Dian! Lebih baik kau membantuku! Kau juga sudah janji, kan?" Randy mengalihkan pikiran Dian sebelum dia terbang lebih jauh.
"Bantu apa?"
Di saat itu, Randy melengkungkan bibirnya untuk membuat senyuman licik.
Aslinya dia mau minta bantuan Ira, tapi karena ada Dian. Dia lebih memilih yang kekuatannya lebih banyak.
---
Di sisi lain, Farida sedang menghadapi Deviant itu sendirian. Mereka berdua melayang di udara tepat di atas reruntuhan ruang guru. Sebuah percikan dari 2 buah besi terlihat jelas dari bawah bahkan dengan mata telanjang sekalipun.
GUBRAK!
DUAR!
GRAK!
Gelombang hitam menembaki reruntuhan-reruntuhan itu sampai semakin tidak berbentuk. Hal itu juga diiringi dengan suara pedang milik Farida dan tombak milik Rena yang saling bertabrakan.
Beberapa rantai yang dikeluarkan oleh Farida meleset dan menabraki dinding-dinding reruntuhan.
Keadaan pertarungan terlihat tidak seimbang. Rena tidak terlihat kesulitan melawan pemimpin para Justiciar itu. Dia malah masih bisa memamerkan senyumnya yang merendahkan itu kearah lawannya.
Di sisi lain, Farida yang bertarung dengan membuang-buang sihir itu mulai terengah-engah. Bila diteruskan dia akan kehabisan energi dan tak bisa menyerang lagi.
"Ayolah Farida, kenapa kau selemah ini? Apakah hanya sekuat ini kekuatan ketua para Justiciar?" Tatih Rena dengan nada yang melecehkan.
Farida yang mendengar itu mulai terbawa emosi dengan ucapan pembelot itu. Namun sebagai seorang ketua mereka. Hal seperti itu harus dia tahan. Meladeni ucapan itu hanya akan merusak citranya.
"Tidak melakukan apa-apa? Dan hanya diam saja setelah diejek seperti itu? Sungguh malangnya para Justiciar karena memiliki ketua yang sangat lemah seperti ini..." Senyuman bulan sabit keluar dari wajah gadis itu.
"..." Meskipun mendegar ejekan seperti itu, lawannya masih terdiam.
Pedang yang dia pakai dicengkram kuat untuk menahan emosinya. Apa yang dikatakan Rena sangat merobek hati cewek itu. Jika diteruskan, mungkin dia akan lepas kendali.
Kesunyian menghampiri mereka berdua. Bulan yang menyinarkan langit merah menjadi satu-satunya yang melihati dua orang yang saling adu mata itu. Mereka hanya saling menatap satu sama lain tanpa ada yang melakukan apa-apa.
Tapi, itu tidaklah bertahan lama.
"Cih, membosankan!"
Rena melesat ke arah Farida yang terdiam dengan kecepatan yang sangat cepat. Tombaknya yang ia pakai diarahkan ke Farida.
Farida yang melihat itu hanya mengambang dan menatapi tajam Rena yang melakukan charge attack itu. Matanya seakan memgisyaratkan kalau dia sudah siap menepis tusukan tombak itu di waktu yang tepat.
Tapi sebelum itu terjadi.
"RAGNAROKKKK!" Sebuah suara keras membuat seluruh wilayah sekolah bergema.
"Hah?!" Baik Farida maupun Rena teralihkan oleh suara itu.
Saat dilihat, sebuah ular tiba-tiba muncul di halaman sekolah dan sedang membuka lebar mulutnya. Mulutnya yang melebar itu sedang di arahkan tepat ke arah mereka berdua.
Farida yang ingat kejadian ini langsung terbang menjauh dari tempatnya berdiri. Hasil yang fatal mungkin akan terjadi bila dia terkena semburan itu.
BURN!
Dengan hanya sekejab, semburan api ular itu langsung melenyapkan apapun yang mengenainya.
Farida yang berhasil menghindar langsung membuka lebar matanya ke arah monster itu. Namun bagaikan hantu, ular itu seketika hilang dan tak meninggalkan sedikitpun jejak.
"Tadi itu, Jormungandr?!" Farida menatapi tidak percaya apa yang baru saja menginterupsi pertarungan mereka.
Beberapa ketipan mata, dan akhirnya Farida tersadar kalau dia teralihkan di tengah-tengah pertarungan.
Mengingat itu, kepala Farida langsung menoleh dengan gelisah ke tempat Rena terakhir kali melayang di udara. Tapi saat dilihat, tak ada siapapun di sana.
Dia mati? Itu tidak mungkin, lawan Farida tidak mungkin sebodoh itu sampai terkena oleh serangan yang sangat mudah terbaca. Farida segera memikirkan kemungkinan yang lain.
"Meskipun begitu, tak ada satupun yang keluar dari pikiranku..."
Apakah pertarungan berakhir begitu saja? Keberadaan Rena masih tidak diketahui, tapi yang pasti. Dia masih hidup dan mencari orang lain.