"Maaf!"
Farida yang meminta maaf sontak membuat Randy terkejut. Dia menatap diam dan tak bergerak gadis itu.
'Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Farida mau meminta maaf?'
Ilham yang juga mendengar hal itu hanya bisa menggarut-garutkan rambutnya. Dia juga nampak tak paham dengan apa yang baru saja terjadi.
Tapi karena Farida sudah melakukan apa yang daritadi ia inginkan. Maka ini adalah saat yang benar untuk menyelesaikan masalahnya.
Jangan pikirkan ini terlalu panjang, atau orang lain akan kena batunya lagi.
"Aku tidak paham maksudmu, tapi karena kau sudah mau minta maaf. Maka aku akan memaafkanmu!"
"Benarkah?!" Farida mendangak ke atas dan melihat wajah Ilham yang tinggi itu.
"Ya lagipula setiap orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Mungkin aku berlebihan soal kemarin, tapi yang pasti. Kau sudah minta maaf dan tak ada lagi perdebatan di antara kita!" Ilham memasang senyumnya pada gadis itu.
Itu bukan senyuman suka ataupun cinta. Itu hanyalah senyum biasa yang di arahkan pada sahabat yang sudah bersama sejak lama.
Namun di sisi lain, Randy menatap curiga kepada Farida. Dalam pikirannya dia masih tidak percaya. Pasti ada yang salah.
'Ini tidak mungkin! Apa yang terjadi?! Apakah ada hubungannya dengan kekuatan Justiciar-nya?!' Randy berpikir kebablasan.
'Tenanglah boss, tidak ada hal seperti yang kau pikirkan! Tu cewek melakukan ini murni karena hatinya!' Beruntungnya Dalor yang kini sudah bangkit dengan sigap menenangkan pikiran anak itu.
'Tapi, kenapa? Apakah Farida suka pada Ilham makanya dia tidak mau memperpanjang urusan?'
'Aku tidak tahu pastinya. Dari gerak gerik yang kulihat, teman cewekmu ini melakukannya karena mengingat orang yang terdekatnya meninggal.'
'Orang terdekat? Aku tidak pernah tahu dia punya hal seperti itu?'
'Coba pikirkan lagi, mungkin dia punya keluarga atau teman masa kecil yang hilang?'
'Woi, aku ini sudah berteman lama dengannya. Tidak mungkin aku tidak tahu! Lagipula Farida tidak punya adik atau apalah yang kau sebut dengan teman kecilnya!'
Namun setelah mengatakan kata 'adik' tiba-tiba keningnya sakit. Sesuatu seperti menekan ke dalam kening itu.
'HEAL!' Beruntung dengan kesigapan Dalor, rasa sakit yang Randy derita langsung hilang.
'Apa itu tadi, Lor?!' Tanyanya dengan tertergun.
'Semacam... Penolak.' Dalor memasang wajah yang kosong dan tidak paham apa yang barus saja terjadi.
'Penolak? Apakah ini ada hubungannya dengan Time Fracture?'
'Kemungkinan, tapi kuharap kalau kita punya kesempatan. Maka sebaiknya kita ngobrol dengan temanmu itu!'
'Ya sudahlah...'
Dengan begitu, pembicaraan mereka berdua berakhir dan waktu kembali berjalan.
"Randy? Kau kenapa?" Farida menoleh ke Randy yang menatap kosong diri mereka berdua.
"Woy, kau melamun lagi? Tidak baik begitu, nanti kau bisa kesurupan lo.' Ilham yang berada di samping cewek itu berkacak pinggang sambil tertawa lewat perutnya.
"Maaf, cuman kebiasaan." Randy membalas tawaan Ilham dengan tawaan risih.
"Kau ini ya, nanti dapat masalah. Kami juga yabg repot." (Farida)
"Tenanglah, hal itu tidak akan terjadi! Karena aku kuat!" (Randy)
Mendengar pernyataan itu, mereka berdua terdiam layaknya membeku. Namun tak lama setelah itu.
"Gyahahahaha!"
"Bwahahha!"
Mereka berdua tertawa bersama layaknya tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Sungguh pertemanan mereka berdua sudah sampai tahap seperti itu.
"Randy?! Kuat?! Hahaha!" Farida tertawa keras sampai menahan perutnya.
"Kau saat pelajaran olahraga saja sampai dikenal oleh guru karena ketidakbisaanmu saat olahraga! Hahahaha!" Ilham menyindir anak itu lebih dalam.
Tidak ada tanda-tanda kalau Randy sakit hati dengan itu. Dia sudah terbiasa dengan ini. Mereka adalah sahabat, saling merendahkan adalah hal yang lumrah.
Tak lama setelah itu.
"Hahahhaha!" Randy ikut tertawa bersama mereka.
Setidaknya kini mereka bertiga tertawa bersama dan melupakan masalah tadi malam. Bagi Randy itu semua sudah cukup untuk memenuhi ego-nya.
TIT TIT TIT!
Tapi keseruan itu tidak bertahan lama. Jam yang Randy gunakan berbunyi dan menandakan ini waktunya dia kerja.
"Ah sudah waktunya, ya?" Ucapnya sambil melihat jam dengan motif wayang itu.
"Kau mau kerja?" (Ilham)
"Ya, kalau tidak. Aku akan kehilangan harga diriku," ucap Randy dengan senyum santainya.
"Ah, kalau gitu. Hati-hati! Apalagi Hannah itu orangnya-" (Farida)
"Jangan diteruskan, aku tidak mau dengar!" Sambil berpisah, Randy melambaikan tangannya dengan wajah yang berkeringat karena diingatkan oleh Farida.
-------
Pindah tempat
-------
Di dalam perpustakaan, Hannah sedang duduk sendirian sambil membalik-balik buku yang dia baca.
"Ayo Aji, tancap terus... Jangan sampai Rizki kabur!"
"Buat dia terpojok dan menerimamu apa adanya!"
Tidak usah tanya apa yang dia baca. Semua orang pasti tahu apa yang sedang dia baca. Tapi ini tidak disangka kalau Hannah akan melakukan ini dengan terbuka. Dulunya dia melakukan ini dengan tertutup, tapi setelah dibebaskan oleh Randy. Dia malah jadi terang-terangan seperti ini.
"Eh..." Randy yang baru saja masuk dan sedanh berada di depan menatap jijik gadis itu.
"Bisa-bisanya dia mengatakan itu dengan keras... Apakah karena perpustakaan ini sepi...?" Ucapnya sambil menengok-nengok ke kanan dan ke samping sudut perpustakaan.
"Yap, karena tidak ada siapapun di sini. Maka dia bisa membaca buku BL itu sesukanya... CCTV juga hanya bisa menangkap gambar, bukan suara. Jadi tidak ada yang mendengar kalau dia saat ini sedang berhalusinasi berat."
Kembali ke Hannah,
"Ayo...! Adegan semakin memanas...!"
"Sebentar lagi. 'Apakah kau takut padaku? Padahal aku hanya ingin cintamu!' Ucap Aji dengan membuat Rizki tersudut di dinding dan tak bisa kabur. Rizki hanya bisa tersipu dan..." Wajahnya semakin merah.
" Rizki buka suara dan berkata: 'Aku ini tidak pantas...' sambil menoleh ke arah lain. Namun bukannya mundur, Aji malah semakin mendekat. 'Ini bukan masalah kepantasan! Tapi masalah ha-(BONK!)"
Sebuah buku dipukul ke arah atas kepalanya yang sudah berasap.
"Aduh! Siapa sih yang berani-beraninya menggangguku saat adegan kli-" Ucapan Hannah terhenti saat melihat wajah translatornya yang menatapnya dengan jijik.
"Kumohon, sekarang kau ada di tempat umum. Suaramu sangat keras tahu!" Ucapnya sambil berjalan ke arah tempat duduknya.
"Emang kenapa? Toh tempat ini juga sepi! Emang siapa yang mau keperpustakaan hanya untuk baca buku, 'kan?"
"Ya kau ada benarnya, tapi itu memanglah fungsi utama dari perpustakaan, kan?"
"Apakah murid-murid di sini terlihat seperti orang yang suka baca buku?!" Ucap Hannah mengejek fakta yang tak terlelakkan.
"Sudahlah, mana buku yang mau ditranslate! Biar aku selesaikan dengan cepat!"
Hannah memberikan buku-buku yang ingin ditakarir oleh Randy ke Bahasa Indonesia. Dia terlihat seperti sudah menunggu-nunggu ini sejak kemarin.
Randy yang bolak-balik gak datang membuatnya menjadi telat beberapa volume.
----
Di sisi lain, Ruang OSIS.
Celicia sedang duduk di belakang meja keagungannya. Dia menepuk-nepuk meja itu dengan kekutan lemah.
Dia seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Hey, Windy, Naura, dan Ira! Apa kalian tidak merasa kemarin itu aneh?"
"Ya, aku juga merasakannya! Kita tidak bisa menggunakan sihir kita tepat saat mau berangkat ke lokasi." Windy yang duduk bersenden di dindinh hanya bisa menatapi langit-langit ruangan dari tempat itu.
"Hmm(mengangguk)... Kemarin aku sampai terjatuh saat terbang di udara! Beruntunglah kita, meskipun terjatuh dari ketinggian pun tidak membunuh kita." Naura yang duduk di balik meja tamu hanya bisa berkeringat malu saat mengingatnya.
"Maaf tadi malam aku absen, aku sedang bekerja dan bertemu Justiciar..." Ira yang duduk berhadapan dengan Naura menatap Celicia dengan mata yang melas.
"Justiciar?!" (Windy)
"Di tempat kerjaku, aku bertemu Randy, Ilham, dan Farida. Karena waktu yang sudah berdekatan dengan Time Fracture, maka kejadian itu tak terhindarkan..."
"Itu pasti kebetulan yang tidak menyenangkan..." Naura mencoba menghibur gadis yang sedang memelas itu.
"Tidak hanya sampai situ saja. Kemarin aku juga bertemu sebuah monster bertentakel!" (Ira)
"Bertentakel?! Apakah itu semacam Kraken?!"
Ira menggelengkan kepalanya. "Bukan, tapi sepertinya itu bukan gurita atapun cumi-cumi. Karena makhluk itu seperti berjalan dengan menggunakan tentakelnya! Dia menggunakan tentakelnya untuk menyeret tubuh utamanya. Jika dilihat-lihat lebih jelas, monster itu seperti bintang laut."
"Jadi, apa yang harus kita lakukan? Kau sudah melawannya, 'kan?" (Celicia)
"Maaf, aku harus kabur... Tentakelnya kebal terhadap sihirku." Ira terpaksa berbohong karena tidak mungkin dia mengatakan kalau dia membantu Justiciar kabur dari serang makhluk itu.
"Hah(menghela nafas)... Tidak apa, besok. Ayo kita cari lagi monster itu!" Celicia berdiri dan menentukan tujuan selanjutnya dari operasi mereka.
Tapi sepertinya mereka hanya akan mendapat kegagalan.