GEDUR! GEDUR!
Suara gemuruh di langit sangatlah ricuh seperti ada pesta kembang api.
Tapi tak perlu ditanyakan lagi siapa pelakunya, yang bisa melakuakn ini semua hanyalah mereka berdua, J dan V.
TAK... TAK... TAK...
Randy berjalan sempoyongan sambil memegangi perutnya yang tadi berlubang.
"Jika saja Hannah tidak datang mungkin aku akan mati lagi," ucapnya sambil menyandankan badannya ke dinding bangunan di dekatnya.
"Sialnya aku, kenapa aku bisa ada di sini?" Sambil mengeluh bodoh, pemuda itu menatap langit-langit yang bewarna-warni dan dipenuhi ledakan itu.
"Hari ini adalah rabu, berarti Time Fracture bertahan selama 5 jam."
"Tapi dari perkiraanku, sepertinya sekarang masih berjalan selama 2 jam."
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Mulut Randy mengeluarkan cairan tubuhnya dari lendir di tenggorokannya.
"Hijau? Uwek..."
Darahnya yang bewarna hijau mungkin disebabkan karena dirinya yang sekarang masih menyatu dengan raja iblis itu.
Bila diingat-ingat, monster-monster yang ada di film selalu memiliki warna darah yang berbeda dari manusia.
Dan sepertinya itu terbukti dari Randy yang saat ini bahkan tidak bisa mengeluarkan darah normal.
"Tunggu, bukannya aku tadi pas tertusuk masih berdarah layaknya orang normal?!"
Sesuatu yang aneh baru saja dirasakan, bila tidak!
"Bila tidak, maka Hannah yang menyelematkanku seharusnya merasa jijik saat melihat darahku yang tidak normal!"
Saat mengatakan itu, punggungnya terasa dingin. Randy menyadari hal lain yang harus dia ingat di film-film.
Monster juga bisa menularkan bahkan menginfeksi tubuh korbannya.
"Apakah aku...?!" Ucapnya pucat.
Dia mencoba memegangi punggung sampai perutnya untuk memeriksanya.
Jika itu benar, maka dia tidak boleh berkeliaran ke mana-mana.
"ANJIR! KENAPA INI TERJADI PADAKU?!" Namun kewarasannya perlahan mulai berkurang.
Bukan karena emosi atau pasrah, tapi pikirannya seperti mulai rusak oleh sesuatu.
"Gyahh!"
Tubuh Randy roboh dan menggeliat di atas trotoar yang dingin. Dia tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi.
"Ingat sesuatu!" Di kesadarannya yang mulai hilanh itu, dia mencoba mengingat sesuatu.
Setidaknya sesuatu yang masuk akal. Jika saja dia bisa berpikir normal, mungkin ini akan jadi lebih cepat.
Tapi ini sekarang menahan kesadaran saja sulit, apalagi harus mengingat.
"Aku ingat..." ucapnya sambil belepotan ludah di mulutnya.
Dia mencoba membuka mulutnya dan mengatakan nama sihirnya. Tapi mulutnya semakin kaku, dia tidak bisa bicara dengan mudah.
Mulutnya saat ini seperti besi yang sudah berkarat dan harus diberi alkohol untuk menghancurkannya.
"Ma... Gic...Seal....!!!" Tapi dengan sekuat tenaga, Randy mengatakam nama sihir itu.
Sebuah cahaya yang membentuk lingkaran ukiran sihir keluar di trotoar itu. Tak lama setelah sedikit berputar, lingkaran itu membesar dan membuat hampir seisi kota terkena sihir itu.
"Uhuk... Uhuk...!"
Badannya kembali bisa bergerak, dan rasa kaku di sendi-sendinya juga terasa hilang.
"Aku sudah benar-benar sembuh, setidaknya sihir tadi benar-benar berguna!" Tanpa mengungkitnya lebih panjang, Randy melanjutkan perjalanannya ke sumber pesta kembang api di udara itu.
Tapi,
"Mana kembang apinya?!"
Sudah tidak ada suara bahkan cahaya di udara lagi. Seperti sudah tidak ada pertarungan lagi saat ini.
"Apakah? Jangan-jangan?!" Randy berpikir, kalau monsternya sudah dikalahkan.
Dengan berlari cepat, pemuda itu menyusuri trotoar menuju tempat terakhir petasan itu terlihat.
Terbang saat ini menjadi hal yang tidak mungkin, Randy bisa merasakannya, betapa banyaknya justiciar di sana.
"Ini aneh, kenapa para J bermain kelompok?! Bukankah mereka biasanya main solo atau duo?!"
Sambil menyusuri jalan, pemuda tak tahu diri itu terus menggerutu pada masalah yang dia hadapi saat ini.
---
---
Di sisi lain, tempat Farida, Hannah, dan Ira berada. Saat ini kondisi Ira masih tertidur lelap karena lelah dan hanya meninggalkan dua J itu berjaga.
Namun di saat-saat setelah dikejar-kejar tentakel aneh itu, sebuah cahaya dari lingkaran sihir melewati mereka semua.
"Apa tadi?!" (Farida)
"Entahlah, tapi saya merasakan sesuatu yang familiar!" (Hannah)
"Saat kau mengatakan itu, aku juga merasa sama. Ini perasaan familiar, tapi perasaan apa?"
"Tapi yang tadi itu jelas, itu adalah lingkaran sihir! Dan ukurannya sangatlah besar!"
"Mungkin, tapi buat apa?! Lagipula siapa yang bisa mengeluarkan sihir sebesar itu?!"
"Maafkan aku, Ayunda. Tapi sepertinya saya hanya bisa memikirkan yang terburuk!"
"Apa itu?"
"Mungkin itu berasal dari tubuh asli tentakel tadi?!"
"Jika kau bilang begitu, itu malah terdengar lebih masuk akal! Mari kilihat"
Saat mengatakan itu, Farida mencoba membuka peta para Justiciar dan mencari keberadaan bawahannya yang saat itu dia kumpulkan.
"MAP!"
Namun, tak ada yang terjadi.
Angin bersiul di keadaan canggung itu. Merasa diperlmalukan, Farida mencoba sekali lagi.
"Map!"
Masih tidak ada yang terjadi.
"Ayunda, kenapa?"
"Sepertinya tebakanmu benar, sihir tadi berasal dari monster itu!"
"Maksud Ayunda?"
"Dia menyegel sihir kita dan membuat kita tak berdaya, ada kemungkinan kalau teman kita yang sedang menghadapi makhluk itu sekarang tidak bisa apa-apa dan berakhir mengenaskan," Farida memberikan kemungkinan paling buruk pada kejadian ini.
"Tunggu, apakah itu artinya!" Hannah berteriak, tangannya merentang seperti menantang cewek itu. "Kita akan kehilangan anggota lagi?!"
Air mata dari fujoshi itu turun, dia seprti sudah enggan melihat itu lagi.
"Pertama adikmu, lalu Tania, sekarang KAU mencoba membuat kesalahan lagi?!" Emosi yang meluap dalam diri Hannah membuat sopan santunnya hilang.
Apa yang dikatakan Hannah adalah sebab utama dari amarah Farida saat di restoran itu. Tapi beruntungnya saat ini Ira masih tertidur pulas karena lelah.
Ucapan Hannah membuat memori gadis itu mengalami flashback. "Kakak(Suara memanggil dengan penuh kasih sayang)? Kakak(Suara terkejut dan takut)? Kakak(Suara menderita sebelum ajal)...? " Suara-suara itu berdengung di kupingnya.
"Hentikan! Kumohon...!" Suaranya melemah.
-----------
Flashback
------------
Kenangan itu menghantuinya, saat mendengar pertama kali adik laki-lakinya mengatakan kalau dia akan menjadi lelaki sejati dan mindungi kakaknya dari pria brengsek.
"Kakak, jangan bersamanya! Dia terlihat berbahaya!" Tubuhnya yang kecil berkacak pinggang dan menatap marah pada teman pria Farida.
Namun karena tubuhnya yang masih imut, kedua teman Farida itu malah mencubit pipi kenyal anak itu.
Kenangan saat dia pertama kali melihat kakaknya bisa menggunakan sihir. Waktu itu dia tidak sengaja mengintip ke kamar kakaknya.
"Kakak?!" Dia memasang wajah yang ketakutan, tapi karena pikirannya saat itu masih belum matang.
Farida langsung bilang, kalau dia sedang membuat tongkat sihir untuk menghiburnya.
Kenangan lain terputar lagi, sesaat setelah adiknya melihat kakaknya yang menggunakan sihir.
Time Fracture tiba, dan sebuah cahaya dari luar jendela mengalihkan perhatiannya.
"Petasan!" Dengan segera, anak itu keluar dari rumah dan berjalan ke arah sumber petasan.
Namun, tepat di tengah jalan.
DUM!
Sebuah monter mengerikan muncul tepat di depannya.
Anak itu menangis ketakutan dan terdiam. Tanpa pandang bulu, monster yang didepannya langsung menggigit tubuh mungil anak itu.
Jalan yang sepi itu seketika berubah seperti menjadi genangan air yang bewarna merah.
Dalam gigitan monster itu, anak itu terus menyebut. "Kakak!" Dalam teriaknya, namun naas. Tak ada yang menjawab dan dia menjadi makan malam monster kelaparan itu.
-------
Flashback End
-------
Kembali ke waktu saat ini, Farida tidak mau mengingat itu.
Setiap kali mendengar kata pria harus berani, dia harus berurusan dengan memori itu.
Adiknya yang terlupakan, bahkan Farida pun kini lupa siapa nama adiknya itu. Tapi sebagai kakak, dia tidak mau melupakannya.
"Ayunda hebat juga, ya?" Hannah yang emosinya sudah memadam langsung memuji orang yang baru ia maki itu. "Bisa tetap tahan meskipun diserang serangan mental sekuat itu."
Farida mengelap air matanya yang tertahan dan menatap tepat ke kedua bola mata hitam Hannah.
"Aku ini ketua kalian, jadi aku harus terbiasa dengan ini!"
"Jadi apa yang kita lakukan sekarang? Bila kita mencari mereka(para J), kita bahkan tidak tahu di mana mereka!"
"Tidak, aku tahu!"
"Benarkah?"
"Hmm(mengangguk), monster tadi muncul di unjung lorong di tempatku berselisih dengan Ira. Kemungkinan dia masih ada di sana, belum lagi dia berjalan sangatlah lambat."
"Kalau begitu, ayo kita berangkat, Ayunda!"
"Tunggu, apa yang kita lakukan padanya?!" Sambil memperlihatkan Ira yang masih tepar.
"Ugh..." Hannah berpikir keras, dia tidak boleh sampai ketahuan Randy kalau dia meninggalkan pacarnya di tanah tak terurus.
"Sendenkan saja, nanti pas bangun dia juga akan aman di sini!" (Hannah)
"Baiklah!"
Dengan begitu, Ira bersenden di balik tempat sampah dan tak terlihat siapapun. Di sisi lain, Farida dan Hannah berjalan ke tempat pertikaian sebelumnya.
'Kuharap aku masih sempat!' (Farida)