Sudah lebih dari satu bulan, Ello bekerja di Hotel Poseidon. Sekarang ini, ia sudah menjadi ahli dalam hal membersihkan kamar hotel. Ia tidak mempermasalahkan pekerjaannya. Asalkan ia bisa menabung dari hasil kerja kerasnya sendiri, itu sudah cukup bagi Ello.
Ia tidak akan banyak mengeluh. Daripada ia meminta-minta terus pada pamannya, lebih baik ia mencari rejekinya sendiri.
Malam itu, sang bos pemilik hotel sedang merayakan ulang tahunnya yang kedua puluh delapan tahun. Ia tak menyangka jika bosnya itu adalah seorang wanita yang masih sangat muda. Ia pasti diwarisi harta kekayaan orang tuanya hingga ia bisa jadi sehebat itu.
Biasanya tipe wanita yang seperti itu tidak akan pernah tahu seperti apa pahitnya kehidupan. Wanita itu pasti sangat dimanja oleh orang tuanya hingga di usia yang kedua puluh tahun saja masih merayakan ulang tahun gila-gilaan seperti anak umur tujuh belas tahun.
Mungkin di sisi lain, Ello iri pada sang bos. Saat masih kecil, Ello selalu merayakan ulang tahunnya, tapi setelah ia meninggalkan rumah pamannya, ia sudah tidak pernah merayakan ulang tahun lagi. Ulang tahunnya yang kemarin saja tidak berkesan sama sekali.
Ello harus kerja keras membantu membereskan area kolam renang atas, menutup akses menuju ke tempat itu karena dikhususkan untuk para tamu undangan yang eksklusif. Konon kabarnya, sang bos akan mengenakan mahkota berlian senilai milyaran rupiah.
Beberapa pengawal tampak bersiap siaga di tempat itu untuk menjaga situasi. Ello hanya menatap iba pada para pengawal yang melakukan pekerjaannya yang tampak membosankan. Lebih baik seperti Ello saja yang lebih banyak bergerak dan melakukan sesuatu yang nyata, daripada berdiri diam, menjaga sesuatu yang tidak jelas.
Acara ulang tahun pun dimulai. Ello sedang shift malam. Ia sengaja naik ke lantai atas itu untuk melihat sang bos memasuki karpet merah.
Seketika, mata Ello membelalak. Ternyata sang bos adalah wanita yang waktu itu pernah ia tumpahkan kopi di baju dan roknya yang berwarna putih. Ini adalah kedua kalinya Ello melihat wanita itu berada di Hotel Poseidon.
Jadi, bosnya sebenarnya adalah wanita itu! Ello menggelengkan kepalanya tak percaya. Selama ini, Ello bekerja di tempat ini dan tidak pernah bertatap muka langsung dengan sang bos.
Seketika jantung Ello pun berdetak dengan liar. Ia terkesima menatap sang bos yang wajahnya begitu cantik sempurna bagaikan bidadari.
Bagaimana bisa ada seorang wanita yang begitu cantik sempurna? Parahnya lagi, Ello malah menumpahkan kopi ke baju wanita itu. Andai wanita itu tahu jika Ello bekerja di perusahaan miliknya, mungkin wanita itu akan memecatnya.
Ello harus kabur dari sini sebelum wanita itu melihatnya mengenakan seragam pegawai Poseidon. Namun, hatinya enggan bergegas pergi dari sana. Ia ingin melihat lebih banyak karena acara pesta ulang tahun itu berlangsung sangat meriah dan elegan.
Belum lagi di panggung terdapat para artis ternama ibukota. Ello juga ingin melihatnya dan bahkan kalau beruntung, ia ingin berfoto bersama dan meminta tanda tangan.
Namun, tak ada satu pengunjung pun yang peduli dengan para artis-artis itu. Mereka sepertinya sudah terbiasa melihat artis secara langsung. Tidak seperti Ello yang mungkin lebih mirip seperti orang kampung.
Sang pria yang diduga adalah kekasih bosnya atau mungkin calon suaminya, menyambutnya dengan sebuah buket di tangannya. Mereka tampak cocok sekali menjadi pasangan raja dan ratu. Yang satu cantik dan sang pria pun tampan.
Ello mendesah dalam hati. Kapan ia bisa memiliki seorang wanita yang cantik untuk menjadi pendamping hidupnya?
Akhirnya, Ello pun meninggalkan tempat itu. Sudah cukup baginya mengintip pesta mewah sang bos. Saatnya ia untuk kembali bekerja. Di malam hari, jarang sekali ada yang melakukan check out. Jadi, Ello tidak bekerja terlalu sibuk.
Ia hanya ditugaskan untuk membersihkan ballroom dan harus siap siaga jika dipanggil ke kamar atau untuk membantu pesta ulang tahun sang bos.
Waktu terus berlalu, tak terasa tengah malam pun tiba. Acara pesta pun telah usai, diakhiri dengan pesta kembang api yang meriah. Ello hanya mendengar suara tembakan kembang api dari jendela dan tidak bisa ikut menikmatinya.
Yang ada hanya suara tembakan dan suara kagum orang-orang yang sambil bertepuk tangan. Lalu ada suara musik dan sang pembawa acara yang berisik sekali.
Lalu terdengar suara di HT. "Ello! Tolong ke lantai sembilan, kamar 922. Pihak EO meminta kamarnya untuk dibersihkan karena akan dipakai untuk menginap oleh kekasih si bos."
"Baik, Pak," jawab Ello segera.
Ia pun naik ke lantai sembilan dan segera menuju ke kamar yang dimaksud. Saat tiba di sana, ternyata kamarnya masih bersih. Padahal Ello telah datang sambil membawa satu set seprai dan handuk baru.
Daripada ia disangka tidak bekerja, Ello pun menyedot debu di karpet dengan vacuum cleaner. Lalu ia mengganti seprainya secepat tangannya bisa melakukannya. Semua meja telah selesai dilap. Ruangan pun telah disemprot oleh desinfektan supaya bersih dan bebas dari bau.
Ello pun keluar dari ruangan itu sambil membawa roda pusaka yang berisi alat peperangannya selama bekerja, menuju ke pintu lift. Ia menunggu sejenak hingga pintu lift terbuka.
Seorang pria berjas keluar dari sana dan berjalan sempoyongan. Ello cukup yakin jika pria itu adalah kekasih sang bos karena sejak acara tadi, Ello memperhatikan terus wajahnya.
Ia hendak menyapa pria itu, tapi pria itu malah terus berjalan, tidak mengacuhkan Ello sama sekali. Seharusnya, Ello membantu pria itu untuk mencapai kamarnya, tapi itu bukan wewenangnya. Jadi, ia diam saja memperhatikan pria itu berjalan.
Bukannya masuk ke kamar 922, tapi pria itu berjalan lurus terus menuju ke kamar ujung yang tak lain dan tak bukan adalah kamar sang bos menginap.
Ello yakin jika sang bos telah tiba di kamar itu sekitar setengah jam yang lalu. Ah, pastinya sang bos dan kekasihnya akan menikmati malam yang indah berdua di kamar itu.
Namun, Ello jadi waswas karena pria itu sedang mabuk. Bagaimana jika pria itu melakukan sesuatu yang tidak baik pada sang bos?
Rasa penasarannya telah membuatnya jadi gila. Ia tidak akan tidur tenang jika ia tidak mengeceknya.
Pintu lift telah menutup sejak lama dan meninggalkan Ello di lantai sembilan. Dalam hatinya seolah memberitahunya jika akan ada bahaya di ujung sana.
Ello mendecak. Terpaksa ia membiarkan rodanya di pinggir, lalu ia pun berjalan menuju ke arah kamar sang bos. Ia tahu jika ini memang gila karena ia telah berubah menjadi orang yang penasaran. Bagaimana jika bosnya tahu kalau ia mengintip?
Ah, lagi pula, tak akan ada yang bisa diintip dari kamar yang terkunci.
Tak lama kemudian terdengar suara jeritan dari dalam sana. "Justin! Lepaskan aku! Justin!"