Seorang pengacara dan notaris dari keluarga Abbasy datang menemui Tuan Hamdan.
Kali ini, mereka akan membacakan seluruh isi wasiat orang tua Tuan Hamdan kepada Keluarga Fawwaz.
Sebelum memberikan seluruh aset tersebut, mereka membacakan beberapa persyaratan untuk menerimanya.
"Selamat siang! Tuan Hamdan" sapa seorang pengacara yang di tunjuk langsung oleh kakek Fawwaz sebelum beliau meninggal, beberapa bulan yang lalu.
"Selamat siang! Silakan duduk" ujar Tuan Hamdan mempersilakan dua orang itu untuk duduk.
"Seperti yang telah saya beritahukan dua bulan yang lalu, kami akan mengalihkan seluruh aset Abbasy Company atas nama Tuan Fawwaz Hamdan Abbasy, tetapi sebelum itu, kami akan membacakan wasiat dari Tuan Abbasy supaya lebih jelas" ujar pengacara tersebut.
Seluruh anggota keluarga pun sudah berkumpul di ruang tamu untuk mendengarkan penjelasan dari pengacara serta notaris tersebut.
Tampak Fawwaz bersama Nurma juga turut hadir di sana.
Pengacara itu mengeluarkan sebuah map yang berisi wasiat yang di tulis oleh kakek Fawwaz ketika beliau masih hidup.
Perlahan ia membuka map itu dan membacakannya, "Assalamualaikum Wr. Wb., Anakku Hamdan Abbasy serta menantuku Raline Sya'bana.
Cucu semata wayangku Fawwaz Hamdan Abbasy yang sekarang pastinya sudah menikah dengan seorang gadis cantik jelita, mungkin ketika kalian mendengar wasiat ini, saya sudah pergi jauh menuju keabadian.
Saya harap kalian tetap dalam lindungan Allah Swt.
Sebelum saya meninggal, saya menulis wasiat ini untuk kalian, saya, Tuan Abbasy selaku pemilik seluruh aset Abbasy Company akan menyerahkan harta saya sebanyak sepuluh persen untuk kepentingan sosial dan sembilan puluh persen kepada anak dan cucu saya dengan syarat :
Pertama, anak saya, Hamdan Abbasy harus menikahkan Fawwaz sebelum atau paling lambat ketika ia genap berusia dua puluh lima tahun.
Kedua, cucu saya, Fawwaz Hamdan Abbasy harus menerima istri yang telah di pilihkan oleh orang tuanya dengan ikhlas dan lapang dada.
Jika syarat yang saya berikan tidak terpenuhi, maka, seluruh aset perusahaan, akan saya hibahkan untuk kepentingan sosial."
"Itu saja, kan? Kita sudah melaksanakan seluruh wasiat kakek" potong Fawwaz.
"Sebentar, Tuan! Saya belum selesai membaca seluruh isi wasiat dari Tuan Abbasy" ujar pengacara tersebut.
Pengacara itu kemudian melanjutkan, " Syarat yang terakhir, sebelum cucu saya yang bernama Fawwaz Hamdan Abbasy memiliki anak laki laki, maka seluruh aset perusahaan tidak akan di alih namakan, tanda tangan Tuan Abbasy" jelas sang pengacara.
"Jadi, Tuan dan Nyonya, sebelum Tuan Fawwaz dan Nona Nurma memiliki putra, kami belum bisa mengalihkan kepemilikan aset perusahaan atas nama Tuan Fawwaz" kata pengacara tersebut.
"Baiklah, segera kami akan meminta Fawwaz dan Nurma untuk melakukan program kehamilan" ujar Tuan Hamdan.
Fawwaz dan Nurma saling menatap satu sama lain, Fawwaz tak habis pikir dengan semua syarat yang kakeknya berikan itu.
Sungguh syarat yang tidak masuk akal, baginya.
"Kalau begitu, kami permisi dulu!" ucap pengacara dan notaris tersebut.
***
"Nur! Mama harap kamu akan segera hamil dalam waktu dekat" kata Nyonya Raline pada Nurma yang sedang duduk di samping Fawwaz.
Gadis muda itu bingung harus menjawab apa? Bagaimana mungkin ia bisa hamil, sedangkan Fawwaz tak pernah sekalipun menyentuhnya.
"Mama! Nurma masih terlalu muda, sedangkan Fawwaz belum siap untuk menadi seorang ayah" jelas Fawwaz memberikan alasan.
"Baba dan Mama akan merencanakan bulan madu untuk kalian berdua setelah Fawwaz sembuh dan pulih" ujar Tuan Hamdan.
"Tapi..." protes Fawwaz.
"Keputusan sudah di buat, tidak ada yang boleh protes" kata Tuan Hamdan.
***
Pagi berganti siang, begitupun siang berganti menjadi malam.
Seperti biasa, pengantin baru itu tak tidur dalam satu ranjang yang sama.
Nurma akan tidur di sofa, sedangkan Fawwaz akan tidur di atas tempat tidurnya.
Nurma sedang sibuk duduk di depan meja rias sambil menyisir rambut hitam panjangnya, sedangkan sang suami tengah asyik bermain dengan gawai yang ia pegang.
Selesai menyisir rambutnya yang hitam legam itu, wanita berparas elok itu mendekati sang suami.
Ia membelai Fawwaz dengan tangannya yang lembut.
"Apa ini?" kata Fawwaz spontan. Pemuda itu kaget ketika kulitnya merasakan sentuhan lembut dari tangan Nurma.
"Jangan pernah berharap saya akan suka dengan kamu!" kata Fawwaz ketus.
"Maaf, Tuan! Ini waktunya minum onat kemudian Istirahat" jelas Nurma.
"Ok!" jawab Fawwaz secara singkat.
Nurma menyiapkan obat obatan yang harus di konsumsi oleh suami tercintanya itu.
Sebelum minum obat, Nurma beranjak pergi ke dapur untuk mengambil air minum untuk Fawwaz.
"Kau mau kemana?" tanya Fawwaz ketika melihat Nurma beranjak keluar dari kamar.
"Mengambil air minum, Tuan!" jawab Nurma.
"Tidak perlu, biar saya suruh Ajeng saja!" kata Fawwaz.
Namun, Nurma menolaknya, ia berpendapat jika Fawwaz adalah suaminya, sehingga sudah menjadi tugasnya untuk melayani seluruh kebutuhan Fawwaz.
***
Terdengar suara sendok dan gelas yang beradu dari dalam dapur, seorang wanita datang menghampiri Nurma yang sedang membuat teh hangat untuk suaminya.
"Nurma, kok belum tidur, Nak?" tanya Nyonya Raline yang kebetulan di dapur mengambil gawainya yang tertinggal.
"Iya, Nyonya! M-maksud saya Mama" jawab Nurma yang tak terbiasa memanggil mama pada Nyonya Raline.
"Nurma sedang membuat minum untuk Tuan Fawwaz" tambahnya.
"Dia kan sudah menjadi suami kamu, jangan kamu panggil dia Tuan" kata Nyonya Raline.
Nurma pun hanya menganggukkan kepalanya seraya tersenyum pada ibu mertuanya.
"Kamu juga jangan lupa untuk makan dan jaga kesehatan ya, Nak!" tutur Nyonya Raline.
Nurma bersyukur sekali memiliki ibu dan ayah mertua yang sangat peduli dan sangat terhadapnya.
Walaupun ia berasal dari keluarga yang tak setara dengan keluarga suaminya, namun, kedua orang tua Fawwaz tetap hangat pada Nurma.
Mungkin saja, mereka telah menganggap Nurma seperti anak kandungnya sendiri.
"Jangan lupa minum susu" ujar Nyonya Raline.
"Besok Mama belikan susu promil, susu khusus untuk persiapan program kehamilan" ujar Nyonya Raline.
Nurma mengangguk saja, ia tak berani membantah perkataan ibu mertuanya itu.
Meskipun pada kenyataannya Nurma tak terlalu menyukai susu, namun, karena itu adalah perintah dari ibu mertuanya, maka ia akan menurutinya.
"Takdir telah membawamu menjadi istri Fawwaz, sehingga saya sangat berharap kamu akan memberikan cucu laki laki untuk kami sebagai penerus di keluarga kami" kata Nyonya Raline pada Nurma.
Ucapan Nyonya Raline membuat Nurma merasa khawatir, di sisi lain, ibu dan ayah mertuanya menginginkan seorang cucu.
Namun, di sisi lain, jangan untuk hamil, di sentun oleh Fawwaz pun ia tak pernah.
Sedangkan tak mungkin bagi seorang wanita untuk hamil tanpa di sentuh oleh suaminya, pikirn Nurma.
"Insyaallah, Ma! Doakan kami untuk segera memiliki momongan" jawab Nurma.
***
"Ini, Tuan obat dan minumannya" kata Nurma memberi sebutir obat beserta minuman yang ia buat tadi.
Fawwaz meminum obatnya, dilanjutkan meminum teh hangat buatan sang istri.
Nurma menghela napas panjang, dan berkata, "Tuan!" panggilnya pada Fawwaz.
"Ya!" jawab Fawwaz.
"Tuan, apa yang mama katakan tentang bulan madu,.." kata Nurma tak menyelesaikan perkataannya.
"Lantas..?" potong Fawwaz.
"Mama dan Baba ingin kita memiliki anak." kata Nurma.
"Stop! Jangan harap saya akan memberikan hak kamu sebagai istri, itu tidak mungkin!" tolak Fawwaz.
***