"Baik Tuan, maafkan atas kelancangan saya" kata Nurma yang beranjak menuju sofa.
Ia mengambil bantal dan menatanya di atas sofa.
Malam semakin larut, setelah meminum obat yang diberikan Nurma, Fawwaz pun tidur dengan nyenyak.
Sedangkan Nurma, ia masih menikmati keindahan malam dari balik jendela kamarnya.
Ia melihat rembulan yang dikelilingi oleh bintang-bintang kelap-kelip nan indah.
"Andai saja hidupku seindah sinar bintang di langit, pasti aku akan sangat bahagia" gumam Nurma.
"Aku tau, dia tak mencintai diriku, dan pernikahan ini bukanlah keinginannya." katanya berbicara sendiri.
"Tapi, entah mengapa hatiku sangat sakit saat mendengarkan ucapannya yang tak akan pernah menerima diriku sebagai istrinya? Padahal, memang pernikahan ini adalah suatu ketidaksengajaan akibat Nona Alycia yang meninggalkannya di hari pernikahan mereka." katanya sembari menatap rembulan yang bersinar menghiasi langit di malam itu.
"Kau kenapa belum tidur?" kata Fawwaz yang terbangun dari tidurnya.
Jam telah menunjukkan pukul satu dini hari, tapi, gadis itu tak kunjung memejamkan matanya.
"Saya belum bisa tidur, Tuan!" jawab Nurma pada Fawwaz.
Ia beranjak dari sofa, kemudian mendekati Fawwaz.
"A-apa yang ingin kau lakukan?" tanya Fawwaz yang terlihat gusar saat melihat Nurma beranjak mendekatinya.
Memang malam ini, Nurma memakai pakaian yang lumayan terbuka.
Ia memakai piyama dengan atasan tanpa lengan, serta bawahan yang lumayan pendek di atas paha.
Terlihat begitu mempesona dirinya malam ini.
Kulit putihnya nyaris tanpa bekas luka sedikitpun serta tubuhnya yang indah, membuat lelaki yang melihatnya akan tertarik padanya.
"Lalu, kenapa kamu mengganti bajumu dengan baju seksi? Bukankah tadi sebelum saya tidur kamu memakai piyama panjang?" ujar Fawwaz yang mulai keringat dingin melihat pesona sang istri.
"Saya gerah, Tuan!" ucap Nurma singkat.
"Mundur! Jangan dekat-dekat dengan saya!" peringat Fawwaz pada Nurma.
"Jangan pernah berpikiran jika saya akan tertarik dengan kamu, kamu bukan selera saya." ucap Fawwaz pada Nurma.
Mendengar perkataan itu, Nurma hanya tersenyum kecut, perkataan Fawwaz itu sungguh melukai hatinya.
"Saya hanya ingin bertanya, apakah Tuan membutuhkan sesuatu sehingga Tuan Fawwaz terbangun di malam hari?" kata Nurma pada suaminya itu.
"Tidak! Saya terbangun karena suaramu yang berisik" ujar Fawwaz.
"Baiklah, Tuan! Maafkan saya! Saya akan pergi tidur, selamat malam!" kata Nurma.
***
"Baba, sarapan dahulu!" ucap Nyonya Raline pada suaminya itu.
Sejak Fawwaz mengalami kecelakaan, Tuan Hamdan-lah yang mengambil alih seluruh tanggung jawab perusahaan.
Setiap hari, seakan tak ada hari libur untuknya.
Di hari Minggu sekalipun, terkadang ada klien yang ingin meeting dengannya.
"Biar Baba makan di kantor saja, Ma!" ujar Tuan Hamdan yang tengah terburu-buru bergegas ke kantor.
"Kalau begitu, biar Nurma yang menyiapkan bekal untuk Baba, ya!" sahut Nurma yang sedang menghidangkan makanan di atas meja.
Meskipun ia telah menjadi menanti keluarga konglomerat itu, namun, Nurma masih saja senang membantu pekerjaan dapur, mulai dari memasak, hingga menghidangkan makanan.
"Baiklah!" jawab Tuan Hamdan.
"Dasar tukang cari perhatian!" batin Fawwaz ketika melihat sang istri yang berusaha menarik perhatian kedua orang tuanya.
"Oh ya, Nak! Ini kamu lihat-lihat dulu tempat honeymoon yang Fawwaz dan Nurma suka!" ujar Tuan Hamdan sembari memberikan list tempat honeymoon untuk Fawwaz dan Nurma.
"Apa? Honeymoon?" jawab Fawwaz yang kaget mendengar perkataan sang ayah.
"Iyalah, memangnya kenapa?" tanya Tuan Hamdan pada putra sulungnya.
"Saya kan masih sakit, apa tidak bisa ditunda dahulu?" ucap Fawwaz.
"Lagian kaki saya belum pulih secara sempurna" ucap Fawwaz.
"Tapi kan kamu sudah bisa berjalan, ya walaupun belum seperti sedia kala, dan kata fisioterapis serta dokter, progres kamu cepat, sehingga mungkin sebulan lagi, kamu bisa berjalan dengan normal" ujar Tuan Hamdan.
"Ini Baba, bekalnya" kata Nurma sembari memberikan sekotak nasi lengkap dengan lauk pauknya.
Tuan Hamdan menerimanya serta mengucapkan terima kasih pada sang menantu.
"Nur! Kalian bulan depan honeymoon, ya!" kata Tuan Hamdan pada Nurma.
Nurma yang mendengar hal itu merasa senang tetapi juga bingung, ia tak tau apakah suaminya akan setuju dengan rencana sang ayah mertua atau tidak.
Tetapi, perasaan Nurma berkata jika Fawwaz akan menolak permintaan sang ayah, jangankan honeymoon, ketika bersamanya di kamar saja, Fawwaz selalu menolak Nurma.
"Nurma terserah Fawwaz saja, Baba!" ujar Nurma sembari melihat kearah suaminya.
"Fawwaz pasti setuju, apapun yang Mama perintahkan, Fawwaz pasti mau" potong ibunda Fawwaz.
"Fawwaz mau, Kan?" tanya Nyonya Raline pada putranya.
Lagi-lagi, Fawwaz tak berkutik, ia tak mungkin menolak keinginan sang bunda.
Fawwazpun menganggukkan kepalanya, ia menyetujui rencana bulan madu bersama Nurma karena terpaksa karena ia tak ingin membuat ibundanya kecewa.
"Tapi, Ma! Fawwaz masih sakit, lantas siapa yang akan menjaga dan menemani Nurma?." tanya Fawwaz.
"Tenang saja, kalian tidak akan pergi sendiri." kata Nyonya Raline.
"Kalian akan pergi ditemani oleh Ajeng dan Mas Andi, mereka yang akan membantu menyiapkan keperluan kalian selama bulan madu." kata Nyonya Raline.
"Semuanya, Baba yang akan atur jadwalnya, Baba juga akan konsultasi dengan dokter yang menangani Fawwaz, kapan tepatnya Fawwaz boleh melakukan perjalanan." terang Tuan Hamdan.
"Ya sudah, Baba berangkat ke kantor dulu!" pamit Tuan Hamdan.
***
"Nona, Tuan Fawwaz sudah berjalan lumayan lancar, progresnya juga pesat, jadi, dalam dua atau tiga minggu, insyaallah Tuan Fawwaz akan bisa berjalan secara normal kembali" ujar Fisioterapis yang menangani Fawwaz.
Setelah sarapan tadi, Fawwaz melakukan fisioterapi, tak lupa Nurma pun mendampingi snag suami.
"Baiklah, alhamdulilah!" jawab Nurma.
"Tak ada yang perlu dikhawatirkan, saya harap Nona Nurma membantu Tuan Fawwaz berjalan". katanya pada Nurma.
"Sebaiknya setiap pagi, sekitar jam delapan, Nona ajak Tuan Fawwaz berjemur di bawah sinar Matahari, serta Nona ajak Tuan Fawwaz latihan berjalan." jelas sang fisioterapis pada Nurma.
Nurma mengiyakan perkataan fisioterapis itu, apapun akan ia lakukan agar sang suami dapat sembuh seperti sedia kala.
"Saya rasa, karena dukungan seorang istri yang setia menemani suaminya, hal itulah yang membuat perkembangan Tuan Fawwaz sangat pesat." ujarnya yang memuji kesetiaan Nurma dalam menemani Fawwaz.
Karena setiap fisioterapi, Nurma selalu ada di sisi sang suami untuk memberikan semangat.
Nurma pun tersenyum dan tersipu malu mendengar ucapan fisioterapis itu.
Sedangkan Fawwaz menjadi salah tingkah karenanya.
"Kalau begitu, saya pamit dahulu ya,Tuan! Nona!" pamit fisioterapis itu.
"Baik, Terima kasih!" kata Nurma.
Fisioterapis itu bergegas meninggalkan istana mewah milik Fawwaz.
"Lihat saja, setelah saya sembuh dan normal kembali, saya akan meninggalkan kamu." batin Fawwaz.
"Dasar tukang cari perhatian." batin Fawwaz yang merasa kesal pada sang istri.
***
"Ajeng! Mas Andi! Coba kesini sebentar!" panggil Nyonya Raline pada keduanya.
Ajeng serta Mas Andi bergegas memenuhi panggilan dari sang majikan.
"Iya, Nyonya! ada yang bisa saya bantu?" ucap Ajeng.
"Mau pergi ke mana, Nyonya? Biar saya panaskan dahulu mobilnya." kata Mas Andi.
"Tidak, saya hanya ingin memberitahu kalian, jika bulan depan Nurma dan Fawwaz akan bualn madu dan saya ingin kalian ikut mereka agar dapat membantu menyiapkan keperluan mereka selama bulan madu" terang Nyonya Raline.
"La tapi, apa kita tidak menggangu mereka, Nyonya?" tanya Ajeng.
"Jeng! Supaya tidak menggangu mereka, bagaimana kalau kita nikah juga, sekalian bulan madu bareng Tuan Fawwaz dan Nona Nurma." kata Mas Andi yang mengedipkan matanya pada Ajeng.
"Hush!, Siapa juga yang mau sama dirimu" ucap Ajeng sembari menempelkan jari telunjuknya pada kedua bibir Mas Andi.