Chereads / Berjodoh dengan CEO Tampan / Chapter 23 - Hatiku hancur

Chapter 23 - Hatiku hancur

Fawwaz membuka tas kantong plastik yang ia bawa.

Ia mengeluarkan dua botol obat yang diberikan oleh Ibundanya, tadi ketika ia sedang berbincang dengan sang Ayah.

"Cepat buka matamu!" kata Fawwaz pada sang istri yang menutup matanya sejak tadi.

"Baiklah, Tuan!" kata Nurma yang membuka matanya secara perlahan.

Pikiran tak karuan sudah menghinggapi otaknya.

"Ini, obat untuk kamu" ujar Fawwaz pada Nurma.

"Hah? Tuan hanya ingin menyerahkan obat untuk saya?" tanya Nurma yang merasa keheranan.

"Iya, lantas?" tanya Fawwaz kepada Nurma.

Ternyata sang suami hanya menyerahkan obat tradisional penyubur kandungan yang dititipkan oleh sang ibunda.

Tak seperti bayangan Nurma yang mengira bahwa Fawwaz akan memberikan haknya sebagai seorang istri.

"T-tidak ada, Tuan! Tapi ini obat apa?" tanya Nurma.

"Ini obat penyubur kandungan" jelas Fawwaz secara singkat.

"Lantas? Itu artinya?" kata Nurma bingung.

"Lantas apa? Ingat! Jangan pernah berpikir atau berharap sedikitpun jika saya akan memberikan hakmu sebagai seorang istri, itu tidak akan pernah!" tegas Fawwaz sekali lagi.

"Kau bukan tipe saya! Sebenarnya wanita murahan sepertimu tak pantas menjadi istri saya!" ujar Fawwaz yang sedang kesal.

Hancur, sakit dan remuk berkeping-keping hati Nurma mendengar penolakan sang suami, walaupun sebenarnya ia sering mendengar ucapan itu dari Fawwaz.

Namun, kali ini Fawwaz sudah keterlaluan.

Tega sekali ia berkata jika wanita seperti Nurma tak pantas menikah dengannya.

"Maafkan saya, Tuan! Saya terlalu lancang dan melampaui batas" ujar Nurma menahan pilu dalam hatinya.

Ia pun bergegas menuju pembaringannya, sofa putih yang selalu menemani malamnya.

Fawwaz tak menjawab, ia hanya diam tanpa sepatah katapun.

Malam semakin gelap, hari ini tiada bintang ataupun rembulan yang biasa menghiasi langit.

Mendung menyelimuti langit, seperti hati dan perasaan Nurma.

Perkataan Fawwaz membuat dirinya sadar, dirinya memang tak pantas dan tak sederajat dengan keluarga konglomerat itu.

Dan, pernikahannya dengan Fawwaz, itu tak pernah diinginkan oleh Fawwaz.

Ia hanya sebagai pengganti Alycia yang meninggalkan CEO muda itu.

***

Sinar mentari menembus ke kamar pasangan suami istri itu.

Fawwaz terbangun dari tidurnya, sedangkan sang istri yaitu Nurma belum membuka matanya.

"Hei, bangun!" ucap Fawwaz membangunkan gadis itu.

Namun, tak ada jawaban dari Nurma, ia tetap tertidur dengan pulas.

Fawwaz berpikir akan membangunkan sang istri setelah ia selesai mandi saja.

Ia pun bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan serta menyegarkan tubuhnya.

Setelah sekitar dua puluh menit ia selesai mandi, ia pun keluar untuk membangunkan Nurma.

"Kau sudah bangun?" tanya Fawwaz yang melihat Nurma menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan.

"Sudah" jawab Nurma secara singkat.

Gadis itu mendadak cuek dan dingin, tak seperti biasanya.

Mungkin karena peristiwa tadi malam yang menyebabkan ia berubah.

"Mandilah!" kata Fawwaz pada sang istri.

Tanpa menjawab sedikitpun, gadis itu menuju kamar mandi membawa handuk berwarna pastel.

"Aku tidak mau mengemis cinta pada laki-laki sombong seperti dia" ucap Nurma ketika berada di dalam kamar mandi.

"Hatiku sakit menerima karena ia selalu menolak diriku, bahkan tadi malam ia sangat melukai hatiku" katanya.

Tiba-tiba ada suara dari luar kamar mandi, "Cepat! Nanti telat ke Bandara" ujar Fawwaz dari balik pintu.

"Iya!" kata Nurma.

***

"Selamat pagi, Nyonya!" kata Ajeng yang sudah terlihat rapi.

Ia menenteng koper yang berisi barang-barang yang akan ia bawa untuk berlibur ke Bali.

"Pagi, Jeng! Sudah rapi kamu" kata Nyonya Raline.

"Iya dong, Nyonya! Kan mau liburan ke Bali" ucap Ajeng yang terlihat gembira.

Suara deru mobil juga sudah terdengar, Mas Andi pun telah bersiap memanasi mobil sejak pagi.

"Fawwaz dan Nurma mana?" tanya Nyonya Raline.

"Maklum, Ma! Mungkin kesiangan, kan semalam Fawwaz Mama beri obat.." kata Tuan Hamdan yang tiba-tiba datang.

Beliau tak meneruskan ucapannya, beliau hanya melempar senyuman pada sang istri.

"Baba!" kata Nyonya Raline yang tersipu malu.

Tiba-tiba Fawwaz dan Nurma datang, dan berkata " Selamat pagi, semuanya!"

"Selamat pagi, Nak!" kata Nyonya Raline.

"Sarapan dulu, Nak! Ajeng dan Mas Andi juga sarapan!" ujar ibunda Fawwaz.

"Kami sudah sarapan, Ma! Tadi pagi Nurma sudah menyiapkan sarapan untuk suami Nurma" ujar gadis muda itu pada sang ibu mertua.

Memang Nurma selalu berusaha menyiapkan seluruh kebutuhan Fawwaz, ia bertekad untuk melayani sang suami sebaik mungkin.

Karena Ayahnya dahulu pernah berpesan jika suatu saat Nurma menikah, maka Nurma harus berbakti dan melayani sang suami dengan baik dan sepenuh hati.

Meskipun Fawwaz tak pernah menganggapnya sebagai seorang istri, namun, ia tetap melayani Fawwaz dengan baik.

Walaupun hatinya sakit, ia tetap berusaha melakukan yang terbaik untuk sang suami.

"Saya mau izin bertemu dengan Ibu dahulu, ya!" izin Nurma.

***

Seperti biasa, ibu Ningsih sedang sibuk memasak untuk sarapan dan makan siang.

Nurma menghampiri dan memeluk sang bunda dari belakang.

"Ibu!" katanya sambil memeluk ibundanya dengan erat.

"Iya, Nak! Kamu mau pergi sekarang?" tanya ibu Ningsih pada Nurma.

"Iya, Bu!" ujar gadis itu.

Wajahnya terlihat murung dan sedih, sebagai seorang ibu, Ningsih sangat memahami jika sang putri dalam keadaan tak baik.

"Kamu sakit, Nak?" tanya ibu Ningsih.

"Tidak" jawab Nurma.

"Kamu kok terlihat pucat dan seperti sedang murung?" ujar ibunda Nurma.

Nurma pun menceritakan masalahnya pada sang bunda.

Ia mengatakan, jika Fawwaz selalu menolaknya, laki-laki itu tak pernah menerima dirinya sebagai sang istri.

Dan yang lebih menyakitkan hatinya, kemarin malam Fawwaz berkata jika Nurma bukan tipenya juga tak pantas untuk menjadi istrinya.

"Memang kita dari golongan orang miskin, tapi, apakah kita hina sehingga tak pantas menikah dengan dirinya, Bu?" tanya Nurma.

"Sesungguhnya pernikahan ini adalah ide dari Nyonya Raline, Nurma pun tak pernah mengemis untuk menikah dengannya" tambahnya.

"Sabar, Nak! Mungkin Tuan Fawwaz hanya butuh waktu saja" kata Ibu Ningsih untuk menenangkan putrinya.

"Tapi Nyonya dan Tuan menginginkan seorang putra dari Nurma dan Fawwaz, sedangkan Fawwaz tak pernah menginginkan Nurma" kata gadis itu.

"Apa Nurma bilang ke Nyonya jika Fawwaz tak menginginkan Nurma, kemudian Nurma meminta berpisah dengan Fawwaz?" ujar Nurma.

Ibu Ningsih paham betul apa yang dialami sang putri.

Ia menginginkan Fawwaz mencintainya seperti ia mencintai Fawwaz.

Ibu Ningsih paham betul jika Nurma terkadang lelah menghadapi penolakan serta perangai dari pewaris tahta Abbasy Company itu.

"Ibu paham, tapi Nurma harus sabar! Nyonya dan Tuan telah baik dengan kita, apakah Nurma mau menghancurkan hati mereka saat mengetahui Nurma ingin berpisah dengan Fawwaz?" tutur Ibu Ningsih.

"Justru itu, Nurma takut mengecewakan Nyonya Raline dan Tuan Hamdan, mereka menginginkan Nurma segera mengandung, sedangkan Nurma tak akan bisa mengandung karena Fawwaz tak pernah menerimanya sebagai seorang istri" jelasnya.

"Sekeras-kerasnya batu, pasti lama-lama akan berlubang jika ditetesi dengan air" ujar Ibu Ningsih.

"Maksudnya?" tanya Nurma pada sang bunda.