Langkah panjang Bayu terasa ringan menyusuri lantai marmer menuju lift sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, wajahnya yang dingin tampak lembut dan kepuasan terpancar di sana.
Di dalam lift khusus untuk dirinya, ia menekan tombol pada alat komunikasi di telinganya yang tersambung pada asisten pribadinya, Sean.
"Bos?" Sean menyahut.
"Lindungi Sarah dari kemungkinan dibully atau digosipkan oleh rekan-rekannya," titah Bayu, tanpa menunggu Sean menjawab, ia memutuskan sambungan telepon dengan menekan tombol pada telinganya.
Bayu bersiul sambil menunggu lift sampai di lantai yang dituju. Dua pengawal yang berada di depan dan belakang Bayu hampir saja terlonjak mendengar bos mereka yang dingin dan super galak itu bersiul, apalagi siulannya tidak bisa dinikmati karena sangat tidak jelas nadanya. Kedua orang itu ingin menutup telinga mereka tapi tidak berani melakukan. Mereka terpaksa pura-pura tidak mendengar.
Lega ketika lift berdenting dan pintu membuka, pengawal yang berada di depan nyaris melompat ke luar lift diikuti oleh langkah Bayu dengan sikap tak acuh seolah-olah ia hanya sendirian di sana.
"Tika, suruh Lisa ke ruangan saya," ucap Bayu pada sekretaris utamanya.
"Lisa di rumah Bapak untuk persiapan tahlil malam ini, Pak," sahut Tika mengingatkan dengan heran. Masa bosnya lupa kalau Lisa telah ditugaskan mengurus segala sesuatu dari sejak Mariana meninggal.
"Ah, begitu ya? Ya sudah, kamu saja!" Bayu masuk ke dalam ruang kerja yang pintunya telah dibukakan oleh ajudan pribadinya.
"Aku telat ketemu kamu, Sarah. Kenapa bukan kamu yang terpilih mama untuk kencan buta denganku? Tapi, itu tidak mungkin sih, jamu masih sangat muda, mamaku pasti tidak akan melirikmu," keluh Bayu seraya meletakkan tangan kirinya di pinggang, menghadap jendela kaca.
"Pak," tegur Tika berdiri di belakang Bayu. "Ada keributan di kediaman Bapak, kata bik Minah, Bapak harap telepon ke rumah," lapor Tika.
"Kapan Minah telepon?" tanya Bayu seraya berbalik dan berhadapan dengan sekretarisnya.
"Sekitar sepuluh menit yang lalu," sahut Tika.
"Sambungkan rekaman CCTV, cepat," titah Bayu seraya segera duduk di kursinya dan menyalakan layar lebar yang berada di sampingnya.
Tika melesat ke luar ruangan dengan kecepatan yang nyaris mengalahkan atlet lari saking takut kalau hari itu sang bos yang sudah terlihat tenang, mengamuk tiba-tiba. Kabar yang dibawanya memang cukup untuk meledakkan gunung es Bayu.
Tidak lama, layar berubah dan menayangkan rekaman yang sedang berlangsung. Bayu mengernyitkan dahinya, tangannya meraih tombol pada telepon di sisi kirinya dan berkata, "Tika! Saya butuh ringkasannya dari awal kehebohan, sambungkan dengan bik Minah!"
"Baik, Pak."
Tidak lama, telepon di atas mejanya berbunyi. Bayu segera meraih telepon itu. "Bik?!"
"Ya, Pak. Itu, Non Viona memecat seluruh pelayan di sini dan mendatangkan pelayan baru, semuanya menumpuk di depan Pak, yang lama tidak bersedia pergi karena bukan perintah dari Bapak, yang baru tidak diizinkan masuk oleh keamanan dan keamanannya semua dilempari telur oleh Non Vio, Pak. Bibik bingung ini," lapor bik Minah dengan nada panik.
"Sean mana?" tanya Bayu.
"Pak Sean, bibik belum melihat, Pak. Bibik di dalam rumah terus, barang-barang sedang dipindah-pindahkan oleh ibu Lena, katanya tidak suka dengan pengaturan ruangan ibu Almarhumah, bibik harus gimana, Pak?" tanya bik Minah terdengar ingin menangis.
Bayu mendengus keras. Lucu sekali. Anaknya memecat para pelayan dan melempari keamanan dengan telur sementara ibunya malah anteng memindahkan barang-barang. "Ya Tuhan, baru juga dua hari di rumah," keluh Bayu seraya memijit keningnya yang mendadak berdenyut.
"Pak?" Suara bik Minah mengingatkan kalau dia masih butuh jawaban.
"Jangan bantu dia. Kalian masuk semua ke mess, tunggu Sean datang!" seru Bayu dengan geram.
Ia meletakkan gagang telepon di tempatnya sambil menggelengkan kepala lalu memutar kursinya dan menghadap layar yang telah tersambung dengan kamera CCTV di rumahnya.
Tampak Lena sedang berusaha memindahkan kursi yang sangat berat tanpa membuat kursi itu bergeser sedikit pun. Tidak ada yang membantunya dan wanita itu tampak tidak peduli.
Tatapan Bayu nanar melihat ke arah dinding di depan Lena yang kini telah kosong melompong. Seketika darahnya mendidih dan ia pun segera meraih gagang telepon lalu menekan tombol angka satu dari sana.
Di layar, Lena terkejut mendengar suara dering telepon di atas meja yang posisinya tepat di samping kursi yang hendak ia pindahkan.
Cepat-cepat ia mengangkat telepon.
"Halo, Nyonya Lena di sini, dengan siapa ya?"
Bayu mengernyitkan dahinya mendengar cara Lena menerima telepon sangat norak dan mengesalkan. "Siapa yang berani menurunkan poto keluarga kecil saya dari dinding? Di mana poto-poto itu sekarang? JAWAB!" teriak Bayu dengan kemarahan yang memuncak.
Lena tampak terlonjak karena terkejut tapi wanita itu sangat cepat menguasai dirinya. "Oh, itu, Nak Bayu, saya ini seorang ibu sekaligus seorang istri juga dulu, apa pantas Nak Bayu masih meletakkan poto mantan di rumah yang dihuni oleh istrinya?" jawab lena sambil senyam senyum.
"Istri saya Andin, dia bukan mantan, dia masih hidup di hati saya. Sekarang juga kalian masuk ke dalam kamar! Jangan coba-coba menambah keributan di rumah saya!" sentak Bayu dengan marah.
Mulut Lena membuka, ia bersiap mengatakan sesuatu, tapi akhirnya diurungkan. Ia tidak ingin membuat Bayu semakin marah, setidaknya tidak saat ini, sebelum keinginannya terpenuhi, ia harus mengikuti apa yang dikatakan Bayu.
"Iya, Nak Bayu, potonya akan dipasang kembali di tempatnya, jangan khawatir, kami akan mengurung diri di dalam kamar sekarang juga. Maafkan mama ya, Nak Bayu," ucap Lena dengan nada lembut walaupun kesan terpaksanya terdengar oleh Bayu.
"Bagus!" seru Bayu lalu meletakkan gagang telepon di tempatnya.
Ia membelalak saat melihat di layar kalau Lena tengah mencemooh dirinya lewat gagang telepon.
"We we we, ye ye ye, uwee ...," kata Lena seraya mengeluarkan lidah yang digoyangkan sambil berjoget menggerakkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan.
"What the Fuck!" seru Bayu terkejut melihat tingkah Lena saat itu.
Dengan perasaan dongkol luar biasa, Bayu mematikan tombol layar seraya menghempaskan punggungnya dengan kasar ke sandaran kursi. "Orang-orang gila!" teriak Bayu kesal sambil mengepalkan kedua tangannya.
Tok Tok.
Pintu diketuk dua kali dan Sean melangkah masuk ke dalam ruangan. "Bos?"
"Sean! Kemana saja kamu! Cepat pindahkan dua wanita gila dari rumahku! Bawa ke apartemen karyawan. Ancam mereka, kalau tidak mau pindah, maka kelakuannya hari ini akan dilaporkan ke polisi oleh para keamanan serta para pelayan! Cepat pergi!" titah Bayu setengah menjerit.
Sean yang belum tahu kejadiannya, segera berbalik, ia ke luar dari ruangan Bayu secepat kilat lalu menghampiri Tika.
Tika yang sudah paham situasi dan kondisi Sean, segera menyodorkan fashdisk kepadanya. "Pelajari sambil jalan ke rumah."
"Kunci apartemen karyawan yang kosong," pinta Sean dengan wajah muram.
Tika segera membuka pintu lemari di belakangnya, tampak sebuah brankas besi dan ia pun menekan angka-angka dengan cepat lalu mengambil salah satu kartu akses apartemen dan menyerahkannya kepada Sean.
"Thanks," ujar Sean sambil berlalu dari hadapan Tika.
"Good luck and take care," ucap Tika yang merasa prihatin melihat Sean dibebani tugas yang tidak ada hentinya, mengurus semuanya sendirian, tapi memang hanya lelaki itu yang ahli melakukannya dan gajinya pun sangat menggiurkan.
Sean hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh ke arah Tika.
Ding. Suara panggilan dari ruangan Bayu. Tika bergegas melangkah, mendorong pintu dan dalam sekejap, telah berdiri di hadapan lelaki itu.
"Bisa aturkan supaya CCTV di ruang IT, tersambung pada tablet saya? Tapi, jangan ada yang tahu," pinta Bayu.
Meskipun merasa heran dengan tugas aneh tersebut, Tika tetap menjawab, "Siap, Pak."
"Pergilah."
Tika ke luar ruangan dan segera melaksanakan tugas mendadak dari Bayu tanpa bertanya apapun. Ia bergegas ke ruang keamanan yang berada di lantai satu.
"Buat apa pak Bayu menginginkan ruang IT? Ada apa di sana selain banyak anak magang? Hm, aku jadi penasaran," gumam Tika, yang terkadang memang serba ingin tahu apa yang dilakukan oleh bosnya.