Eh! Christoper udah datang belum, sih?"
Empat cewek duduk berkumpul di salah satu meja kelas yang cukup ramai.
"Belum kayaknya, deh. Lo tahu sendirilah tanda kalau dia datang! Satu sekolahan langsung pada heboh!" Vika terkekeh.
"Memangnya lo mau buat ulah apa lagi hari ini, sih!?" protes Amanda kesal. "Apa lo nggak malu, satu sekolahan sudah mencap lo sebagai 'Cewek Muka Tembok'!?" ketus Amanda.
Sara mengedik bahu acuh. "Bodo amat! Hidup, hidup gue! Kenapa jadi mereka yang sewot, sih?"
"Jelaslah, mereka sewot! Karena lo sudah menjatuhkan martabat kita sebagai perempuan! Meskipun gue juga ngefans garis keras Christoper, tapi gue juga masih punya harga diri!" ketus Stefani.
"Itu 'kan prinsip lo, bukan prinsip gue! Kalau prinsip gue, sih, kalau dia ganteng, kaya, gue bakalan pepet dia terus sampai dapat!" Sara tersenyum bangga.
"Tapi selera Christoper spek bidadari, bukan pengamen kayak lo, Sar! Sadar!"
"Terserah lo mau ngomong apa! Tapi gue bakalan buktikan ke kalian, kalau gue bisa dapatkan cowok setampan Christoper, bahkan sampai nikah sama dia!"
Stefani mendengus kesal. "Terserah lo aja, deh! Kalau lo sampai gagal, nasehat gue cuma satu, jangan sampai gila!
"Woi! Woi! Woi! Christoper udah datang! Ayo ke sana!" seru seorang siswi mengomando semua murid cewek di kelas itu. Mereka memekik senang. Antusias, para cewek itu berbondong-bondong bergegas ke luar, meninggalkan semua cowok yang tak berhenti menghina Christoper.
Sara berlari paling cepat daripada Stefani, Vika, dan Amanda.
Christoper turun dari mobil BMW hitam sembari melempar senyum pada para gadis itu, yang mungkin sudah menunggunya. Ia berjalan melintasi koridor menuju kelas.
"Hai, Kak."
Christoper tersenyum. "Hai,"
Cowok itu terus berjalan sembari menebar senyum pada semua gadis yang menyapanya di koridor.
Seorang gadis mengadang jalan cowok itu sembari menyodor paper bag padanya. "H-hai, Kak."
"Ya? ada apa?" tanya Christoper ramah.
"Ini, Kak. Aku bawa bekal buat Kakak. Aku tadi masak nasi goreng khusus buat Kakak." Gadis itu menyodorkan bekal makanan dengan senyum malu-malu.
Christoper menatap paper bag itu cukup lama. "Lalu ... nanti kamu makan apa?" tanyanya, berusaha menolak.
Bukan karena dia sombong, tetapi perutnya tidak akan sanggup jika harus menampung semua makanan yang dikasih teman-teman gadis di sekolah. Ini baru saja awal perjalanan di lorong, bahkan belum dekat ke kelasnya, tapi sudah ada yang memberikannya sesuatu. Pasti masih banyak gadis-gadis lain yang setia menunggunya di sepanjang koridor.
"A-aku nanti bisa makan di kantin, kok," jawabnya gugup.
"Lebih baik buat kamu saja. Pasti kamu sudah capek-capek membuatnya, kan?" Christoper tersenyum.
Gadis itu menunduk sedih. "Kenapa? Apa Kakak nggak suka nasi goreng, ya?" ujarnya tak bersemangat. Ia memasang jurus andalannya, yaitu memasang wajah sok sedih dan kecewa. Ini selalu berhasil. Satu sekolah sudah tahu kalau Christoper memiliki sikap tak enakkan.
"Baiklah, aku terima. Terima kasih banyak, ya." Christoper tersenyum sembari menerima paper bag pink dari tangan gadis itu.
Gadis itu tersenyum lebar. "Semoga Kakak suka, ya!?"
"Tentu saja. Kalau begitu, aku duluan." Christoper tersenyum sekali lagi sebelum pergi meninggalkannya. Di sepanjang lorong, dia menerima banyak sekali berbagai-bagai hadiah, mulai dari makanan, minuman, kerajinan, bahkan bunga.
Entah, apa Mungkin, karena sikap Christoper yang terlalu ramah, mereka jadi tak sungkan terang-terangan berusaha mendekati pria berpredikat "Idola Sekolah" itu.
Christoper sedikit kelabakan membawa seluruh hadiah yang bertumpuk-tumpuk dalam pelukannya hingga menghalangi pandangannya.
"Sini, Kak, biar aku bantu." Sara mengambil alih setengah barang-barang bawaan Christoper.
Para gadis langsung mendelik tajam pada si "Cewek Muka Tembok" itu.
"Tidak perlu, saya bisa bawa sendiri," sergah Christoper tak enak, berusaha mengambil kembali barang-barang itu.
"Nggak apa, ringan, kok." Sara tersenyum lebar.
"Thanks." Christoper tersenyum tak enak.
"Lihat tuh, si Sara! Dasar Cewek Muka Tembok! Dasar, nggak tahu malu!"
Bisik-bisik sinis terdengar di sepanjang koridor. Para gadis melirik benci ke arah Sara.
Sara hanya memasang wajah tak acuh, tak peduli sama sekali. Tujuan utamanya adalah mendapatkan Christoper, bagaimana pun caranya.
***
Bel istirahat berdering nyaring. Semua siswa-siswi sekolah Nusa Bangsa berhamburan ke luar menuju kantin.
Niko, Vernando, Michello berkumpul di salah satu meja.
"Di mana Christoper? Kok lo nggak bareng sama dia," tanya Michello heran.
"Biasalah. Dia lagi sibuk nolak ajakan cewek-cewek kurang perhatian di kelas." Vernando tertawa.
"Ternyata ada ruginya jadi cowok terlewat tampan." Michello ngakak.
"Tuh, dia." Niko menunjuk Christoper yang tengah berjalan menghampiri mereka.
"Bagaimana dengan perasaan lo, Bro?" ejek Vernando. "Capek, gak, menolak cewek-cewek aneh sebanyak itu?" sindirnya tertawa.
Christoper terkekeh kecil sembari duduk di samping Vernando. "Ya, begitulah."
"Sejak kapan lo bawa bekal ke sekolah, Chris!? Mana warnanya pink lagi!" cerocos Michello syok.
"Ih... Imut banget ...," ejek Vernando sok gemas, meniru gaya cewek. Ia tertawa terbahak-bahak.
Christoper terkekeh lepas. "Tadi pagi gue dikasih bekal nasi goreng sama salah satu siswi."
"Terus, tuh keresek isi apaan, Bro?" Tanpa izin Vernando menyelonong memeriksa kantong plastik itu. "BUSYET, DAH! BANYAK AMAT LO BELI COKLAT, BRO!"
"Mana!? mana!?" Michello merebut kresek itu dari tangan Vernando dan mengeceknya. "GILA! BANYAK BENAR! BUAT GUE SATU, YAK, BRO!?"
"Ambil saja." Christoper tersenyum.
Niko, yang sejak tadi bermain game online, menaruh ponsel ke meja. "Lo pasti dapat coklat ini dari para fans lo, kan?" tebaknya dingin.
Christoper mengangguk. "Ya, benar."
"Gila! Untung banget jadi lo, Bro! Setiap hari panen coklat! Gue juga maulah!" seru Vernando sok iri.
"Makanya ganteng!" celetuk Michello tertawa terbahak-bahak.
Sontak Vernando melempar sedotan pada Michello. "DIAM AJA LO, SIPIT! DASAR TUKANG SELINGKUH!"
"LO BARUSAN BILANG APA!?" Michello melotot.
Vernando tertawa terbahak-bahak. "Lo mau melotot atau nggak, mata lo tetap sipit!" ejeknya puas.
"LO—"
"Berisik amat kalian berdua! Bisa diam, gak? Kalau nggak bisa, pergi aja sana!" ketus Niko.
"Eh, kalem aja dong, Bro! Nggak usah nge-gas gitu!" sewot Vernando.
"Sudah, sudah, jangan ribut. Btw ... kalian sudah selesai makan?" tanya Christoper bingung. Tak ada satu pun piring atau mangkok bekas makan di meja.
"Belumlah! Kami dari tadi gabut cuma menunggu lo doang!" sergah Michello kesal.
Christoper tersenyum tak enak. "Maaf ...."
"Santai saja, Bro. Nggak usah dengarin omongan mereka berdua," sindir Niko datar. "Gue minta coklat lo."
Para gadis di kantin, yang sengaja mengintai untuk melihat langsung makanan pemberian mereka dimakan Christoper, harus kecewa.
"Kenapa jadi mereka yang makan, sih?" gerutu salah satu gadis berbisik.
"Sebel banget gue liatnya! Padahal gue udah capek-capek beli coklat itu buat Christoper!" ketus temannya.
Vernando mendengus kesal. Ia langsung menatap tajam kumpulan manusia tak berguna itu. "KALIAN UDAH NGASIH COKELAT INI KE CHRISTOPER, BERARTI SEMUA COKELAT INI MILIK DIA! JADI SUKA-SUKA DIALAH MAU KASIH KE SIAPA! ITU HAK DIA!"
"Tapi kami 'kan kasih buat dia, Kak! Bukan buat Kakak!" sewot gadis bertubuh gempal, agak ketakutan.
"YA SUDAH!" Vernando segera memasukkan kembali cokelat yang hendak dimakannya, lalu melemparkan kresek itu pada mereka. "Ambil sana! Christoper pasti nggak sudi makan coklat murahan kayak itu! KALAU SUKA SAMA ORANG, MODAL DIKIT! MINIMAL TAHU DIRI! MUKA UDAH KAYAK PANCI PRESTO!"
Vernando melonjak berdiri hingga kursinya terdorong kasar, bergegas pergi meninggalkan area kantin.
Suasana kantin mendadak hening. Semua mata tertuju pada Vernando dan teman-temannya.
Christoper tersenyum tak enak pada para gadis itu. "Tolong, maafkan sikap Vernando, ya, teman-teman. Dia sama sekali tidak bermaksud bilang kasar begitu."
"Iya, Kak."
"Gue susul Vernando, sebentar!" Christoper bangkit berdiri dan segera mengejar Vernando yang sudah pergi begitu saja.
Vernando berjalan buru-buru di koridor dengan perasaan geram. Sejak dia diselingkuhi mantan pacarnya beberapa hari lalu, dia sangat benci dengan makhluk munafik, yaitu "cewek".
"Vernando! Tunggu!" Suara Christoper menggema di lorong yang sangat ramai dengan siswa-siswi.
Vernando langsung mempercepat langkahnya.