Chereads / Christoper, Cinta, dan Luka. / Chapter 9 - Dipertemukan Oleh Takdir

Chapter 9 - Dipertemukan Oleh Takdir

"Sudah ketemu, Sayang?"

Sudah berjam-jam Christoper menemani Clara, mengikutinya ke mana pun dia pergi untuk memilih-milih mainan yang akan dibelinya.

Clara menggeleng tanpa beralih dari deretan kotak-kotak Barbie yang tersusun rapi di hadapannya. "Belum, Kak."

Christoper tersenyum mani, gemas. Wajah Clara sangat imut ketika tengah fokus.

Ponsel berdering, sontak menyadarkan Christoper dari lamunan. Ia buru-buru mengambil ponsel dari saku celana.

Karina.

Christoper menggeser tombol hijau dan mengangkatnya. "Ha—"

"Christoper!" Terdengar teriakan Karina dari seberang sana. "Kamu di mana sekarang, Hah?! Kenapa hari ini kamu tidak datang ke kantor juga?! Kau tahu?! Apa yang dilakukan pak Anton di kantormu sekarang, Hah!?"

"Memangnya apa yang terjadi?" Kepanikan seketika menyergap Christoper. Refleks dia pergi menjauh dari Clara. Ia baru teringat akan janjinya pada Pak Anton kemarin.

"Aku tidak bisa lagi menjelaskannya! Sebaiknya kau datang ke sini! Sebelum semuanya semakin kacau!"

"Baiklah! Aku akan segera ke sana." Refleks Christoper memastikan sambungannya. Ia menoleh pada Clara. "Sayang, maaf, tapi sepertinya kit— Clara?" Christoper terbelalak, sontak memandang ke sekelilingnya panik.

"Sayang, kamu di mana?" Christoper tergesa-gesa mencari ke area lain, mengelilinginya sampai ke sudut-sudut tempat permainan.

"Sayang!? Kamu di mana!?" Terpancar kecemasan di wajah Christoper. Jantungnya berdebar tak karuan. Keringat membanjiri tubuhnya. Nafasnya tercekat di rongga dada.

Christoper segera mendekati seorang pria tengah sibuk membersihkan rak mainan.

"Permisi," sela Christoper panik. "Apa Anda lihat gadis berambut panjang berwarna cokelat dengan mata biru, tengah pilih-pilih mainan di sekitar sini? Kira-kira ke mana?"

★★★

Christoper keluar dari toko mainan itu dan memutuskan mencari Clara di tempat lain.

"Permisi! bisa minta waktunya sebentar?" Christoper mencegat seorang gadis remaja yang lewat. "Apa kamu lihat gadis kecil melintasi di sini?" tanya Christoper cemas.

Gadis itu terpana memandang Christoper dari atas hingga ke bawah, hingga tak berkedip.

"Halo?" Christoper melambai-lambaikan tangan dekat wajah gadis itu. "Apa kamu baik-baik saja?"

Gadis itu tersentak, lalu tersenyum kikuk. "N-ggak, Kak," jelasnya gugup, malu. "Memangnya kenapa? Adiknya hilang?"

Christoper mengangguk cepat. "Ya. Gadis kecil berumur lima tahun. Apakah kamu benar-benar yakin tidak melihat dia melintasi di lorong ini?"

Gadis itu berusaha kembali mengingat-ingat. "Kayaknya enggak, deh, Kak. Tapi coba aja Kakak minta bantuan ke petugas resepsionis. Biasanya nanti akan dibantu oleh petugas," Gadis itu tersenyum sok manis.

Senyum Christoper merekah sempurna. "Terima kasih banyak, ya!" dia menepuk lembut pundak gadis itu sebelum bergegas pergi menuju resepsionis.

***

"Permisi!" Christoper berdiri di depan meja Informasi dengan napas tak beraturan.

Dua wanita yang tengah duduk mengobrol di Informasi, spontan bangkit berdiri. "Iya, ada yang bisa saya bantu?"

"Adik saya hilang. Bisa tolong dicarikan?" Christoper meremas jemarinya. Menatap wanita di depannya dengan gelisah. Jantungnya terus-menerus bergelora. Perasaan cemas dan takut bercampur aduk menjadi satu.

"Tentu, Tuan." Wanita itu memutar tombol sound sistem dan mengaktifkan pengeras suara. "Bagaimana ciri-ciri adiknya, Tuan?"

Christoper berpikir sejenak. "Gadis berumur empat tahun, memiliki mata biru dan rambut kecokelatan," jelasnya tergesa-gesa.

"Baik. Tunggu sebentar."

"Mohon perhatiannya para pengunjung Mall yang terhormat. Jika menemukan gadis kecil berumur empat tahun, memiliki mata biru, rambut kecokelatan, harap membawanya ke Informasi. Terima kasih."

"Sudah saya disiarkan. Silakan Tuan tunggu di sini sebentar, biar satpam juga ikut cari." Wanita itu tersenyum manis.

Christoper mengangguk. "Terima kasih banyak." Ia berbalik membelakangi meja Informasi dan bersandar lesu ke meja itu.

Mata Christoper berkaca-kaca. Dalam hati dia terus menyalahkan dirinya. Bagaimana bisa dia lalai menjaga Clara?

Terlintas bayangan Lilyana di depan Christoper. Masih terdengar jelas suara lembut sang Mama saat memintanya untuk menjaga Calvin dan Clara sebelum dia pergi.

Ekspresi wajah wanita itu. Senyumannya, suaranya, masih tertancap kuat di pikiran Christoper. Ia teringat akan janjinya yang pernah dia ucapkan, bahwa dia akan menjaga kedua adiknya itu dengan sebaik-baiknya.

Namun, dia gagal.

"Kakak!!"

Christoper refleks menoleh ke arah suara. Senyumannya seketika mengembang sempurna. Gadis kecil itu berlari menghampirinya.

"Sayang!" Christoper merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, menyambut adiknya.

Clara masuk ke dalam dekapannya, Christoper langsung memeluknya sangat erat. Air mata jatuh begitu saja. Ia tak kuasa menahan tangisnya karena bisa menemukan Clara.

Christoper melerai pelukannya. "Kamu dari mana saja, Sayang? Kenapa kamu pergi begitu saja? Kakak benar-benar sangat cemas."Clara menunduk sedih. "Maaf, Kak...."

Christoper tersenyum manis. "Tidak apa, Sayang. Yang penting kamu baik-baik saja." Christoper kembali memeluk Clara dengan sukacita.

"Oh iya, Kak!" Clara segera melepaskan diri dari pelukan Christoper dengan antusias.

Terpaksa Christoper melerai pelukannya sedikit berat. "Kenapa, Sayang?"

"Tadi aku dibelikan es krim, loh!" Clara tersenyum girang.

"Oh, ya? Oleh siapa?" Christoper tersenyum manis, meskipun tersirat kekhawatiran dalam hatinya. Takut kalau ada seseorang yang mau mencelakakan adiknya dengan memberinya makanan beracun. Mengingat banyak saingan bisnisnya.

"Sama kakak-kakak itu!" Clara menunjuk ke arah seseorang yang berdiri agak jauh dari mereka. Orang itu tersenyum memandang ke arah keduanya.

Christoper mengernyit, mengikuti jari Clara. Begitu banyak orang berlalu-lalang. "Yang mana, Sayang?"

"Yang itu! Kakak Cantik yang rambutnya pendek!" jelas Clara antusias.

Mata Christoper membulat sempurna. Jantungnya berdegup kencang.

Dia?

"Kakak! Sini!" Clara tersenyum lebar, memberikan kode agar orang itu datang mendekat.

Gadis itu tersenyum. Ia berjalan menghampiri mereka, kemudian berdiri di samping Clara.

Clara memeluk manja lengan gadis itu. "Kakak ini yang belikan aku es krim, Kak!" Clara tersenyum lebar pada Christoper.

Christoper mematung di tempat. Ia terperangah menatap gadis itu, sampai tak mampu membuka suara hanya untuk mengucapkan "Terima kasih".

"Kak?" Clara heran melihat sang Kakak hanya diam.

"Bro?" Gadis itu melambai-lambaikan tangan depan wajah Christoper. "Lo baik-baik saja, kan?" tanyanya sedikit cemas.

Christoper tersentak, mengerjap-ngerjap, linglung. Ia segera tersenyum kikuk, menunduk malu, tak sadar dari tadi dia memandangi gadis itu.

"T-terima kasih banyak, karena kamu telah menemukan adik saya," pinta Christoper gugup.

Gadis itu tersenyum lebar. "Santai aja, Bro."

***

GADIS berambut sebahu merebahkan dirinya ke atas kasur. Helaan napas kecil keluar dari mulutnya. Ia menerawang ke langit-langit kamar sambil tersenyum. Kejadian beberapa jam yang lalu terlintas kembali di benaknya.

Bayangan cowok itu terlihat jelas di depan matanya. Mata birunya, sorot matanya yang teduh, senyumannya. Seolah tak mampu pergi dari pikiran gadis itu. Tampaknya dia sudah terhipnotis akibat manik mata cowok itu.

Perlahan, kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk sebuah senyuman yang indah. "Dia keren juga,"

Ia lantas menggeleng cepat. "Gue ngomong apaan sih!" Lalu ia memukul-mukul kepalanya sendiri. "Sadar dong, Christina! Sadar! Kenapa gue jadi mikirin cowok gini, Hah?!"