" Saya terima nikahnya Desiwati Putri binti Didi Suhendi dengan emas kawin uang tunai sebesar dua ratus lima puluh juta dan rumah seluas enampuluh meter persegi dibayar tunai." ujar Jatmiko dengan lancar.
"Gimana saksi dan hadirin hadirat sekalian, sah?? tanya penghulu kepada undangan acara resepsi aku dan pak Jatmiko"
"Sah!!!" Koor dari para saksi dan undangan
"Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jamaa bainakumaa fii khoir." ujar Penghulu membaca doa untuk kami.
Setelah selesai doa akad nikah dan menandatangani buku nikah serta berfoto dengan suami menunjukan buku nikah, suamiku memberikan mahar berupa cek uang sebesar dua ratus lima puluh juta rupiah dan sertifikat hak milik rumah subsidi yang dibelikan oleh Jatmiko untukku.
Usai acara bertukar cincin dan mendengarkan nasehat pernikahan oleh penghulu yang berlangsung selama kurang lebih 10 menit, pak penghulu lalu izin pamit pulang. MC akad lalu mempersilahkan tamu undangan yang hanya berjumlah 50 orang untuk bersalaman dengan aku dan suami lalu menikmati hidangan yang tersaji.
‐-------
"Selamat ya Des.. Semoga samawa ya" ujar Junaedi, mantan pacarku, memberi selamat kepada aku dan suami sembari tersenyum.
Melihatnya datang, walau aku tinggalkan dan putuskan sepihak dirinya karena memilih menikah dengan Pak Jatmiko, bos baruku di tempat kerja yang sudah menduda selama 10 tahun karena ditinggal mati istrinya, meneteslah air mata dari kedua mataku dan spontan memeluknya.
"Maafkan aku ya Jun, aku terpaksa.. Demi keluargaku.. Maafkan aku ya.." ujarku sembari memeluknya untuk terakhir kali sembari disusul dengan meledaknya tangisanku.
"Sudah.. Sudah.. Aku iklas kok, jangan bersedih, ini momen paling bahagia dalam hidupmu, malu juga dilihat tamu lain, jangan menangis ya, nanti luntur riasan mukamu ya.." ujar Junaedi menenangkanku.
Disadarkan kata- kata Junaedi, aku segera berhenti menangis dan menghapus airmataku. Aku menengok ke kananku, suami baruku hanya tersenyum tapi tidak menunjukan muka marah atau kesal dengan reaksiku terhadap kedatangan Junaedi, mantan pacarku.
"Kamu ga apa- apa sayang?" tanya pak Jatmiko kepadaku.
"Ngga apa- apa Tuan." Jawabku pada pak Jatmiko.
"Kok Tuan? Mas dong.. Aku kan sudah jadi suamimu" koreksi Pak Jatmiko dengan sabar atas kesalahanku memanggilnya.
"Eh iya pak.. Eh Mas.." ujarku canggung.
"Mas dan mbak mempelai senyum! Dirangkul mbak Suaminya! Mas yang sebelah mempelai pria posisinya agak tegak mas.. Ok.." perintah fotografer yang kami sewa memotong pembicaraan kami berdua memberi arahan untuk aku, mas Jatmiko dan mas Junaedi, mantanku, dalam berfoto bersama setelah bersalaman.
"Ok.. Satu.. Dua.. Tiga.. Ok sudah selesai.." ujar mas Fotografer setelah mengambil foto kami bertiga.
Acara akad sekaligus resepsi sederhana kami berlangsung dengan hikmad. Tamu undangan yang lebih banyak keluarga dari Pak Jatmiko, yang kebetulan anak tunggal dari pasangan orangtua yang sama- sama tunggal, kakak dan adik almarhum mantan istrinya beserta kelurga yang total seluruhnya ada 20 orang. Sedangkan undangan dari pihakku yang sudah menjadi yatim sejak usia 12 tahun hanya ibu dan adikku yang berumur 10 tahun, pamanku dari pihak ibu dengan dua anaknya, serta mantanku Junaedi. Sisa undangan adalah relasi bisnis Pak Jatmiko.
Pak Jatmiko adalah bos perusahaan tempatku magang 9 bulan lalu dan bekerja 3 bulan belakangan. Perusahaanku bekerja dibidang makanan ringan khas kota kami yang terkenal hingga manca negara. Saat aku magang bulan ke 2 dan sedang menemani pak Jatmiko mengunjungi relasi bisnis kami, terjadilah kejadian yang merubah hidupku dan perasaan pak Jatmiko kepadaku.
Saat sedang memancing bersama relasi bisnisnya di laut lepas menggunakan speedboat milik rekanannya, setelah mendatangi kontrak kerja sama yang baru disepakati perusahaan itu dan perusahaan pak Jatmiko, tidak sengaja pak Jatmiko terpeleset dan tenggelam. Pak Jatmiko hampir saja kehilangan nyawanya karena rupanya dia tidak bisa berenang. Aku yang kebetulan pernah menjadi atlet renang tingkat kabupaten melihat pak Jatmiko kehabisan nafas karena panik dan kemasukan air saat tenggelam segera loncat ke laut dan berenang menarik badannya dengan susah payah ke atas speed boat. Pak Jatmiko yang sempat mengalami henti nafas karena kemasukan banyak air kembali bernafas setelah aku lakukan resusitasi jantung paru yang bisa aku lakukan karena diajari mantanku, Junaedi, yang seorang perawat.
Atas jasaku itu, pak Jatmiko menjadi merasa sangat berhutang budi padaku, yang menurutnya kalau tidak ada aku mungkin nyawanya sudah tidak ada. Aku bahkan langsung diberikan kontrak kerja sebagai seketaris pribadinya sebelum aku lulus d3 seketarisku, sehingga aku saat lulus menjadi satu- satunya lulusan akademi seketaris kecil dikotaku yang langsung dapat tempat kerja di perusahaan papan atas.
Sejak aku menolong nyawanya, pak Jatmiko selalu ingin aku berada bersamanya, walau saat itu aku hanya mahasiswa magang. Kemana- mana bersamaku dan menjadi sangat bergantung padaku membuat pak Jatmiko jatuh cinta padaku. Dia yang rela menduda hingga sepuluh tahun sejak istrinya meninggal karena kanker akhirnya memutuskan untuk mengakhiri masa mendudanya dan melamarku untuk mengangkat harkat derajatku, apalagi setelah tahu bahwa keluargaku terlilit hutang hingga 250 juta karena berhutang pada rentenir di kampung kami.
Aku yang dilamarnya sejak minggu ke dua aku bekerja di perusahaannya, awalnya menolak, karena aku sudah memiliki pacar yang sudah menjalin hubungan selama 2 tahun lamanya. Akan tetapi karena kondisi hutang keluargaku yang parah dan bahkan rentenir itu, yang sebenarnya sudah mempunyai 3 istri, memaksa akan menikahiku secara paksa apabila akhir bulan ini kami tidak sanggup melunasi hutang kami sesuai surat perjanjian yang dibuat oleh ibuku yang tidak mengerti hukum saat menyetujui kesepakatan yang merugikan ini.
Kenapa keluargaku bisa terkena lilitan hutang sebesar itu berawal dari musibah yang kami alami 3.5 tahun lalu, dimana saat itu adikku yang baru berusia 6.5 tahun ditabrak lari oleh orang tidak dikenal saat pulang mengaji dari mesjid di kampung seberang. Adikku yang mengalami perdarahan otak dan harus segera dioperasi di rumah sakit swasta kecil di terdekat kampung kami.
Karena kondisi yang darurat, akhirnya ibuku meminjam duit 50 juta kepada rentenir brengsek itu dan berjanji akan melunasinya setiap bulan selama 3 tahun dengan bunga mencekik yakni 70% perbulannya. sedihnya lagi ibuku yang hanya seorang buruk pabrik mengalami gagal ginjal sejak setahun lalu akibat sering minum 'energy drink' berlebihan agar bisa kuat mengambil kerja lembur demi membayar utang kami. Dan karena makin lemah dan sakit- sakitan akibat gagal ginjal yang diderita oleh ibu kami, hutang kami menjadi berlipat- lipat kali menjadi total 250 juta rupiah.
Rentenir mesum itu 9 bulan lalu melihatku, saatku sedang pulang ke kampung, saat sedang menagih cicilan hutang ke rumah ibuku, melihat gadis muda yang masi ranum, pikiran liciknya muncul. Suatu ketika dia memaksa ibuku menandatangi perjanjian hitam diatas putih kalau 10 bulan lagi ga bisa melunasi hutangnya maka aku akan dinikahkan dengannya sebagai ganti rugi. Aku sebenarnya sudah pernah protes dan menolak, tapi karena rentenir itu juga punya anak buah yang juga adalah preman- preman di perkampunganku, aku akhirnya menyerah daripada keselamatan aku, adik dan ibuku jadi taruhannya.
Akhirnya karena kegigihan Pak Jatmiko dan ancaman menjadi istri muda rentenir mesum itu, akhirnya saat percobaan lamaran ke 7 di minggu kedua usahanya pak Jatmiko menerima pinangannya itu dengan permintaan mas kawin sebesar utang ibuku dan sebuah rumah subsidi jauh dari kampung dan dekat kantorku untuk tempat tinggal ibu dan adikku.