Chereads / Love Me Any More / Chapter 21 - Bab 21 Siapa Wanita Itu?

Chapter 21 - Bab 21 Siapa Wanita Itu?

Beberapa hari berlalu begitu saja, Rafka dan aku tidak lagi sedekat dulu. Bahkan tidak jarang, aku sering mengabaikan Rafka saat mengirim pesan chat padaku. Meski sesekali dia melakukan video call denganku, sampai pada akhirnya aku merasa iba sendiri melihat dia begitu ngotot menghubungiku. Akan tetapi hanya sekali saja aku menggubrisnya, karena aku tidak ingin dianggap memberi harapan lagi olehnya.

"Aku seneng deh, Ra. Akhirnya kita bisa bareng lagi, dulu pas kamu ikut pertukaran pelajar, aku merasa kesepian banget, takut dan segela macem."

"Kamu terlalu berlebihan, Shaka. Jangan terlalu over thinking, gak mungkin kita bisa bertahan selama 3 tahun, kalau aku mudah berpaling,"

"Ya, aku kan hanya takut saja, Ra. Disini saja banyak yang ngejar-ngejar kamu. Apalagi disana!" Ujarnya padaku, "Oya, Ra. Bentar lagi ujian kelulusan, setelah ini kamu mau kuliah ngambil jurusan apa?"

Sebentar lagi memang akan dilaksanakan ujian nasional, tapi sampai saat ini aku belum terfikirkan jurusan apa yang akan aku ambil nanti. Memang sih, harus dipikirkan mulai dari sekarang, apalagi mencari lapangan pekerjaan setelah kuliah bukanlah mudah. Bahkan lulusan sarjana saja tidak menjamin bisa mendapat pekerjaan dengan mudah saat ini. Paling tidak harus bisa selesai magister, baru bisa mendapatkan pekerjaan yang lumayan bagus.

"Entahlah, Ka. Aku belum terfikir kesitu," ucapku dengan keraguan yang kurasakan, apalagi aku takut nilai ujianku juga tidak mendukung. Tapi semoga saja tidak, "kamu sendiri gimana? Mau lanjut kuliah kan?"

Aku bertanya demikian, karena dulu Shaka pernah berkata dia tidak ingin melanjutkan kuliahnya karena keterbatasan biaya. Akan tetapi menurutku sayang saja, jika dia tidak melanjutkan pendidikannya. Toh, dia murid yang berprestasi, jadi bisa mengambil jalur beasiswa, meski nanti yang terbantu hanya biaya semester saja, sedangkan untuk uang saku, aku belum tau pasti.

"InsyaaAllah aku mau lanjut, Ra. Lagi pula sekarang ini, aku sudah punya pekerjaan meski gajinya gak seberapa. Tapi InsyaaAllah cukuplah untuk bensin,"

"Baguslah, kalau begitu. Lagi pula kamu kan bisa ngambil jalur beasiswa dengan nilai kamu itu,"

"Iya, Bapak juga bilang begitu. Tapi aku merasa uang dari beasiswa itu hanya cukup untuk biaya semester saja, untuk uang saku tetap harus minta sama Bapak kalau belum bekerja, tapi untunglah saat ini gak perlu minta sama Bapak lagi."

Hening, tidak ada lagi perbincangan antara aku dan Shaka, karena saat ini aku sedang fokus pada ponselku. Mencari beberapa materi tambahan untuk presentasi nanti. Hari ini aku mendapatkan tugas presentasi sejarah dengan Abel, ada rasa khawatir jika nanti penyampaianku kurang jelas dan tidak dipahami oleh teman-teman lainnya. Makanya aku mencari penjelasan tambahan dari internet, untuk mempermudahku nanti.

"Ra, aku boleh nanya sesuatu gak?" Ada apa, tumben sekali Shaka berkata begitu. Biasanya juga langsung ditanyakan tanpa basa-basi terlebih dahulu.

"Iya, apa? Ngomong aja langsung, Ka. Tumben pakek pamit segala,"

Masih tidak ada tanggapan dari Shaka, dia seperti sedang berfikir akan mengatakannya atau tidak, ada rasa khawatir yang terpancar dari sorot matanya kala aku melihatnya saat ini.

"Kemarin pas aku kerja di rumah teman Bapak, aku liat seseorang yang dulu pernah godaain kamu sewaktu di SMA. Nusa Bangsa, kalau gak salah yang namanya Rafka itu. Dia ada di rumah Indah yang katanya teman kerja kelompok kamu itu, Ra."

Degh...

Gawat! Kenapa Shaka harus melihat Rafka disana, bisa-bisa aku ketahuan kalau hari itu bohong padanya. Tapi tidak, aku harus tetap tenang sebelum Shaka memperjelas pertanyaannya.

"Lalu?" Tanyaku lagi, agar Shaka tidak bertele-tele dan langsung mengatakan apa yang ingin ia tanyakan padaku.

"Rumah itu rumahnya Indah bukan sih, Ra? Kenapa bisa tu cowok ada disana? Kamu gak bohongin aku kan!"

Ternyata dugaanku benar, Shaka curiga dengan kebenaran tentang pemilik rumah itu. Duh, bagaimana cara aku menjelaskannya pada Shaka, kalau sampai dia tau aku berbohong waktu itu, pasti dia marah besar. Aku malas berdebat saat ini, apalagi ditambah dengan tugas presentasi yang belum selesai ku lakukan.

"Mmm....mungkin dia lagi main aja ke rumah Intan, Ka. Mereka lumayan dekat, jadi tidak heran kalau Rafka sering berkunjung ke rumah Intan."

"Oh, begitu ya! Aku kira kamu bohong sama aku, Ra. Aku minta maaf ya, udah berpikiran buruk tentang kamu,"

Untung saja Shaka percaya, jika tidak dia pasti akan mengira aku memang sengaja bersekongkol dengan David dan Adit untuk membohonginya.

***

Presentasi selesai, dan akhirnya aku bisa bernafas lega kembali. Berakhirnya presentasi tadi juga sebagai penutup mata pelajaran hari ini.

Setelah bell pulang sekolah, aku dan para sahabat-sahabatku berencana untuk pergi membeli beberapa aksesoris terlebih dahulu ke Mall terdeket di kota ini. Akhir-akhir ini aku merasa ingin mengubah tampilan kamarku menjadi lebih dewasa. Tapi, baru beberapa langkah aku masuk ke dalam Mall, aku melihat Rafka keluar dari dalam mobilnya. Namun dia tidak sendiri, melainkan dengan seorang wanita memakai masker dan topi. Siapa dia? Kenapa bisa bersama Rafka? Dan apa hubungan mereka berdua? Rafka bilang selama ini tidak dekat dengan siapapun kecuali yang terakhir dengan Laura, yang kemarin sempat membuat gaduh saat di Sekolah maupun di rumahnya.

Apa mungkin wanita ini gebetan baru Rafka? Ada rasa yang menggebu dalam hati saat pikiranku mengatakan jika wanita itu gebetan baru Rafka. Tapi kenapa harus pakek masker dan topi segala. Seperti takut di lihat orang-orang, atau memang dia tidak ingin orang-orang tau dengan wajahnya. Dan yang membuatku terkejut yaitu, saat Rafka membuka pintu mobil bagian belakangnya, dia mengambil seorang anak laki-laki yang kira-kira umurnya sekitar 4 tahunan, lalu menggendongnya. Lagi-lagi isi otakku bertanya-tanya, siapa mereka? Rasa penasaran semakin menjadi tapi tidak mungkin aku menghampiri dan menanyakannya secara langsung.

"Liatin apaan sih, Ra? Ayok masuk! Katanya pengen beli welpaper dinding, kok malah bengong sih." Tegur Anggi padaku, dia menggaet lenganku dan menyeretku ke sebuah toko pernak-pernik hiasan kamar.

Anggi dan Jesika sibuka melihat barang-barang aksesoris di depan mereka. Sedangkan aku masih terus fokus dengan pemandangan Rafka yang tampak akrab sekali dengan anak itu, sedangkan si wanita hanya mengikuti dari samping. Seperti sepasang suami istri, akan tetapi tidak mungkin bukan, jika mereka benar-benar suami istri. Umur mereka saja sepantaran denganku, baik Rafka maupun wanita yang saat ini bersamanya. Ah, kenapa pikiranku malah nyeleneh ya!

Mereka memasuki toko peralatan anak, dan Rafka seperti membelikan anak itu beberapa pakaian, sepatu dan juga mainan. Anak laki-laki itu terlihat sangat bahagia dan memeluk Rafka erat, begitu pula dengan Rafka.

Sialnya, saat Rafka hendak memilih beberapa barang lagi, tiba-tiba dia melihat ke arahku. Dia tidak menghiraukan rengekan anak itu lagi, tapi fokus dengan tatapanya padaku. Begitu pula denganku yang melihat ke arahnya. Anehnya, tatapan Rafka seperti kaget karena aku melihatnya sedang bersama anak kecil dan seorang wanita.

"Udah yuk, Ra! Ini sudah ku pilihkan semua, kamu dari tadi cuma sibuk bengong terus deh, jadi aku saja yang pilih-pilih barang yang kamu katakan tadi, tinggal bayar"

Ucap Anggi seraya membawa beberapa tumpuk barang-barang yang sudah ia pilih tadi. Aku pun beranjak dari temapku berdiri tadi dan tidak lagi mengawasih Rafka.