Chereads / Love Me Any More / Chapter 16 - Bab 16 Kegaduhan Terjadi

Chapter 16 - Bab 16 Kegaduhan Terjadi

"Hentikan, Laura. Kalau kamu tidak mau keluar juga dari rumahku, maka jangan salahkan aku jika berbuat kasar. Aku tak peduli kamu wanita atau tidak, yang jelas kehadiran kamu disini sama sekali tidak diharapkan."

Wajah Laura penuh dengan amarah mendengar perkataan Rafka tadi. Namun dia tidak kunjung pergi juga dari kamar Rafka, terbuat dari apa hatinya. Padahal sang tuan rumah sudah sangat jelas mengusirnya sejak tadi, tapi Laura tetap saja tidak mau pergi.

"Harusnya kamu bisa membuka mata, Rafka. Siapa yang benar-benar tulus disini, wanita ini dan teman-temannya hanya ingin memanfaatkan kamu. Mereka semua bersekongkol untuk mendekati kamu, karena kamu anak orang kaya, harusnya yang kamu usir itu, mereka. Bukan aku, wanita yang jelas-jelas tulus mau merawat kamu, mau nemenin kamu, dan mau memperbaiki semua kesalahan yang sudah ku perbuat agar hubungan kita bisa kembali seperti sedia kala."

Mendengar ocehan Laura yang begitu panjang lebar, Rafka hanya menyunggingkan senyum sinis pada Laura. Aku tau, Rafka pasti sangat muak dengan perkataan Laura tadi. Jelas-jelas dia yang ingin memanfaatkan Rafka, tapi malah menuduhkan semua itu padaku dan teman-temanku.

Sungguh aneh pikiran Laura, jika ia merasa percaya diri kalau perkataannya akan diterima begitu saja oleh Rafka.

"Bulshit tau gak! Oke, kalau kamu masih ngotot gak mau pergi juga. Jangan salahkan aku, kalau berbuat nekat sama kamu." Laura mendegus kesal dengan tanggapan Rafka, yang ia fikir Rafka akan lebih memihak padanya.

Dengan sigap Rafka mengambil telpon rumah yang ada disamping tempat tidurnya, menekan satu digit nomor dan menyambungkan dengan seseorang. Siapa yang Rafka hubungi? Mengapa tidak menggunakan handphone saja.

"Pak Yanto, tolong cepat kesini. Ada sesuatu yang harus Bapak lakukan, secepatnya."

Aku mengerutkan dahi, saat Rafka sudah melakukan panggilan tadi. Begitu pula saat ku lihat David dan Adit yang sama-sama penasaran dengan siapa yang dipanggil oleh Rafka. Apakah Pak Yanto itu, adalah orang yang akan menengahi perdebatan ini? Atau orang yang akan mengusir Laura secara paksa.

Selang beberapa menit, terdengat suara ketukan pintu. Kami pun serentak melihat kearah pintu kamar Rafak. Oh, jadi yang ditelvon Rafka tadi, adalah satpam yang menjaga rumah ini. Aku baru tahu kalau namanya Yanto, ku fikir semacam bodyguard Rafka.

"Ada apa ya, Den? Pekerjaan apa yang harus saya lakukan, Den?"

"Tolong Bapak bawa wanita itu keluar. Jika dia tidak mau, seret paksa, saya tidak mau melihat wanita itu lagi menginjakkan kaki disini." Ucap Rafka sambil menunjuk pada Laura yang acuh tak acuh terhadap perkataan Rafka.

"Baik, Den."

Tanpa berbasa-basi lagi, Pak Yanto langsung saja meminta Laura pergi dengan memegang lengannya. Bersiap untuk menyeret Laura keluar, jika ia tetap tidak mau.

"Mari, Non. Keluar dari sini." Tidak ada tanggapan apapun dari Laura, ia hanya memalingkan pandangan kesembarang arah tanpa mau memperdulikan Pak Yanto.

"Baiklah, jika Non tetap tidak mau keluar, maafkan saya jika harus menyeret Non dengan Paksa."

Benar saja, tanpa persetujuan Laura, Pak Yanto langsung memegang lengan Laura dan berusaha menarik paksa tubuh Laura agar mau pergi. Namun sayangnya, bukan menurut, Laura malah semakin memberontak.

"Apaan sih, pegang-pegang. Kamu itu cuma satpam disini, jangan belagu deh!"

"Makanya, Non. Karena saya satpam disini, sudah menjadi tugas saya menjalankan perintah dari pemilik rumah ini. Termasuk membawa Non pergi dari kamar Den Rafka."

Tidak mau berkompromi lagi dengan Laura, meski ia menjerit dan terus memberontak. Pak Yanto tetap saja menyeret Laura keluar. Akhirnya suasana jadi tenang setelah kepergian Laura. Aku dan teman-temanku bisa bernafas lega, karena mak Lampir yang sedari tadi mengoceh, akhirnya bisa pergi juga.

Sebenarnya kasian juga dengan Laura, niatnya bertamu. Tapi sang tuan rumah malah tak mau. Biarlah, aku tidak mau mengasihani wanita seperti Laura. Toh dia tidak pernah memikirkan perasaan orang lain dengan semua perkataanya yang sering mencaci maki orang lain. Seakan-akan dia adalah manusia paling sempurna dan suci. Padahal nyatanya, kelakuannya sangat memalukan.

Astaghfirullahaladzim... semoga saja aku dijauhkan dari perbuatan seperti yang Laura lakukan. Demi uang, dia rela menjual diri.

"Maaf ya, Ra. Udah buat kamu gak nyaman disini gara-gara Laura tadi, aku gak nyangka juga, bagaimana bisa dia kesini."

"Kok kamu sih yang minta maaf, Ka. Harusnya aku sama temen-temen yang minta maaf. Karena udah buat gaduh di rumah kamu, apalagi sekarang keadaan kamu lagi sakit."

"Aku malah makasih sama kamu, David juga Adit. Udah mau jengukin aku,"

"Iya dong, Bro. Kita kan temen, masak iya. Ada temen yang sakit, gak dijengukin." David menyenggol lengan Adit agar ia juga membuka suara.

"Iya bener itu, Ka. Oya, gimana sekarang? Udah mendingan belom?"

"Udah kok, cuma sedikit pusing saja. Besok sudah bisa sekolah lagi kok."

"Syukurlah kalau begitu, Ka. Tau gak, dari kemaren itu ada yang cemas banget loh, karena kamu sakit."

Aku mengerutkan keningku, saat Adit berkata demikian. Siapa yang ia maksud? Jangan sampai dia bilang kalau aku yang mencemaskan Rafka. Awas saja si Adit, kalau sampai berkata demikian.

"Siapa?" Tanya Rafka yang mulai penasaran dengan pernyataan Adit tadi.

"Noh," Adit mengangkat alisnya sambil lalu melihat ke arahku. Benar saja, dia mengatakan kalau aku mencemaskan keadaan Rafka.

Rafka tersenyum ketika Adit berkata demikian. Ah, bisa kepedean dia nanti kalau begini. Lagian siapa juga yang cemas dengan Rafka, aku hanya merasa tidak enak saja. Karena Rafka sakit setelah menghabiskan waktunya seharian denganku, aku hanya takut saja, kalau Rafka sakit gara-gara membawaku jalan-jalan.

"Bohong, Ka. Kamu jangan dengerin dia. Aku cuma merasa bersalah aja kok, kamu sakit setelah seharian mengajakku jalan-jalan."

"Beneran juga gak papa kok, Ra. Aku malah seneng loh! Berarti kamu mulai peduli sama aku."

Ish, bukannya percaya malah kesenangan si Rafka. David dan Adit malah terkekeh melihat ekspresiku yang salah tingkah akibat ucapan Rafka tadi, awas saja nanti akan ku beri pelajaran mereka berdua.

"Aku juga seneng dengan kamu jengukin aku, itu menandakan kalau kamu sudah mulai membuka hati buat aku. Iya kan, Ra?"

Hah, apa yang diucapkan Rafka tadi. Mengapa harus bawa-bawa perasaan segala? Ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya sama perasaanku loh. Inilah yang aku takutkan, kalau aku menjenguk Rafka, dia pasti merasa karena aku mulai menyukainya. Aku hanya sebatas peduli, soal perasaan aku tidak pernah memikirkan sampai sejauh itu.

"Nggaklah, aku jengukin kamu, ya hanya sebatas peduli sesama teman saja kok. Gak lebih, jangan kepedean deh."

Mereka semua menertawakanku, memangnya ada yang salah ya, dengan ucapanku tadi? Posisiku jadi serba salah sendiri disini, digoda oleh tiga orang cowok sekaligus. Harusnya tadi aku juga ajak Indah saja, agar ada teman ceweknya juga. Kalau begini keadaannya malah semakin menbuatku salah tingkah.