Chereads / Song From The Unknown / Chapter 11 - Perjalanan Ke Hanzhong (bag. 1)

Chapter 11 - Perjalanan Ke Hanzhong (bag. 1)

Lingyin. Kemarin malam Tuan Zhuge Liang memberiku nama itu sebagai identitas baruku di masa ini. Bertemu dengan sosoknya saja sudah membuatku merinding, apalagi mendapatkan nama yang mungkin saja memiliki arti khusus—dan mungkin saja tidak. Sungguh, kemarin adalah hari yang sangat luar biasa.

Dan sekarang hari telah berganti. Kehidupanku dengan nama baru pun dimulai.

Setelah membersihkan bagian dalam pondok di sisi Barat—tempat aku dan pelayan lainnya bermukim—aku pun pergi keluar untuk menyapu halaman belakang. Cahaya matahari yang masih malu-malu sudah cukup membuatku merasa hangat untuk beraktivitas di luar ruangan, meski angin pagi yang berembus masih membuat bulu romaku meremang. Beruntung model pakaian yang digunakan di masa ini adalah pakaian seperti hanfu dan sebangsanya, yang memiliki ukuran yang lebar sehingga bisa meminimalisir udara dingin yang menerpa, meski di siang hari pakaian sejenis itu membuat tubuh merasa gerah.

Saat aku sedang menyapu halaman belakang, Xinqian datang dan merangkul diriku dari belakang. "Selamat pagi, Lingyin!"

Aku berhenti menyapu untuk sekadar menoleh dan melontarkan sebuah sunggingan senyum padanya. "Selamat pagi, Xinqian!"

Xinqian melepas rangkulannya demi memberiku ruang untuk kembali melakukan aktivitasku. "Aku dengar kau baru mendapat sebuah nama baru."

"Kamu baru saja menyebutkannya."

"Ah, iya juga." Xinqian terkekeh. "Lingyin. Nama yang bagus, apalagi jika Tuan Zhuge Liang yang telah memberimu nama itu."

"Menurutmu begitu?" tanyaku seraya terus menyapu.

Xinqian mengangguk. Ia kembali menempel padaku dan membisikkan sesuatu. "Percayalah. Meski jika Tuan Zhuge Liang mengatakan dia tidak memiliki maksud apapun, sebenarnya dia mempunyai maksud."

Ucapan Xinqian tentang ucapan dan tindakan Tuan Zhuge Liang yang selalu memiliki maksud tertentu sedikit menarik perhatianku. Meski Xinqian tidak memberitahuku, dari pengalaman membaca yang kulakukan dulu di masa depan—agak aneh mengatakannya—Zhuge Liang memang selalu memiliki maksud tertentu di balik setiap tindakannya. Tapi, apa itu juga berlaku dalam namaku?

Ah, sial! Masih pagi Xinqian udah nambah beban pikiranku aja!

"Eh, tunggu dulu." Aku kembali berhenti menyapu dan menengok pada Xinqian dengan dahi berkerut. "Dari mana kamu tahu kalau aku dapet nama baru dari Tuan Zhuge Liang?"

Gadis itu menunjukkan gigi-gigi putihnya yang rapi. "Aku mendapatkan informasi ini dari percakapan Tuan dan Nyonya semalam."

"Kau menguping."

"Bukan menguping, tetapi menggali informasi."

Aku memutar bola mataku dan melanjutkan kegiatan menyapuku.

"Yah, tapi aku senang karena akhirnya aku bisa memanggil dirimu dengan sepantasnya. Selama ini aku selalu kebingungan untuk sekadar memanggilmu," gumam Xinqian yang memungut sebuah kerikil, lalu melemparnya ke arah pohon di sudut halaman.

"Karena itu kau tiba-tiba memelukku?"

"Mungkin ya, mungkin juga tidak. Yang jelas, aku merasa senang."

Sesuatu di balik senyuman Xinqian yang mengembang sempurna membuat perutku sedikit tergelitik. Bukan karena kedipan usil yang ia layangkan, dan bukan juga karena pipi bulatnya yang terangkat naik saat ia tersenyum. Dirinya saat ini mengingatkanku pada Firda dan segala afeksi dan atensi yang selalu ia berikan padaku. Lalu perlahan-lahan, gelitikan itu berubah menjadi sebuah gejolak haru yang bisa saja membuatku menitikan air mata dan tersenyum dalam waktu yang bersamaan.

Namun pada akhirnya hanya senyumanku yang mengembang, dan tetap bertahan sampai Xinqian berpaling pada ember kayu di samping sumur, tepat di samping pohon yang baru saja ia lempari.

Aku lanjut menyapu sisa dedaunan yang masih berserakan di atas tanah.

Setelah mengumpulkan dedaunan di satu titik, Langkah ringan Tuan Zhuge Liang yang tiba-tiba datang menghampiriku dari dalam pondok membuatku kembali menjeda kegiatanku. Aku dan Xinqian yang melihat dirinya kini berdiri di beranda memberinya salam hormat. "Selamat pagi, Tuan."

Tuan Zhuge Liang tersenyum simpul. "Ah, selamat pagi. Senang sekali rasanya melihat dua orang anak muda bekerja giat di pagi hari."

Aku dan Xinqian saling memandang dan tersenyum sipu.

"Ah, Lingyin!" seru Tuan Zhuge Liang. "Aku ingin kau ikut denganku hari ini."

Aku melemparkan tatapan bingung pada Tuan Zhuge Liang seraya menunjuk diriku sendiri. "Saya, Tuan?"

"Tidak ada orang lain lagi yang memiliki nama itu di sini dan dimanapun," ujar Tuan Zhuge Liang yang tersungging tipis.

Mendengar itu langsung dari mulutnya yang lembut dan santun, hatiku merasa seperti disentuh oleh jemari halus yang terasa hangat. Dirinya yang memberiku nama itu, hanya untukku, seperti seorang ayah yang memberi nama putrinya yang baru lahir. Lalu kenapa aku masih mempertanyakannya?

Aku hampir tersenyum saat menyadari bahwa Tuan Zhuge Liang masih menunggu sesuatu dariku. Xinqian mengedikkan kepalanya saat aku melirik padanya, mengisyaratkan diriku untuk segera menghampiri Tuan Zhuge Liang yang ternyata sedang menunggu untuk kuhampiri.

"Kita akan pergi kemana, Tuan?" tanyaku saat naik ke beranda.

"Ke tempat dimana saat ini angin hangat terakhir berembus di awal musim dingin," ucap Tuan Zhuge Liang. "Ke Hanzhong."

******

Hanzhong. Mendengar namanya saja langsung membuatku teringat dengan kampanye militer yang dilakukan Liu Bei dalam upaya merebut Komando Hanzhong dari tangan Cao Cao dan menguasai Provinsi Yi. Sebelumnya Hua Fei juga mengatakan sesuatu tentang kampanye itu, pun Tuan Zhuge Liang yang mengatakan bahwa tuannya Liu Bei telah mendeklarasikan diri sebagai Raja Hanzhong. Aku tidak begitu tahu detailnya, tetapi dari apa yang pernah kubaca, setelah kemenangan Liu Bei atas Komando Hanzhong, atas desakan rakyatnya, Liu Bei mendeklarasikan diri sebagai Raja Hanzhong untuk menantang Cao Cao yang telah dinobatkan sebagai Raja Bawahan oleh Kaisar Xian pada tahun 219.

Kampanye Hanzhong telah dinyatakan selesai dan Liu Bei serta rakyat dan pengikutnya kini memiliki kedudukan yang lebih kuat dari sebelumnya. Baguslah, akhirnya aku mendapat informasi tentang situasi wilayah serta waktu saat ini, meski aku masih belum tahu alasan mengapa Tuan Zhuge Liang membawaku ke Hanzhong. Selain itu, mungkin sebaiknya aku pura-pura saja tak mengerti apa yang sedang terjadi.

Kami menaiki kereta kuda kecil dengan laju santai. Jalanan kasar yang terkadang berbatu membuat roda kereta kesulitan untuk bergulir dengan mulus, sehingga membuatku beberapa kali mengerang karena terantuk pada dinding kereta.

Aku melirik Tuan Zhuge Liang, yang duduk dengan begitu tenang di hadapanku. Guncangan yang terjadi tak sedikitpun menggoyahkannya. Ia terlihat tergeming dalam ketenangan tanpa sedikipun cela.

Aku masih mengingat wajah Xinqian pagi itu, yang tersenyum penuh misteri dan membuatku penasaran. Saat aku bertanya kenapa dia tersenyum seperti itu, dia berkata bahwa mungkin akan terjadi sesuatu yang menarik. Aku sungguh tak mengerti apa yang ia bicarakan. Dan sebelum aku menanyainya lebih lanjut lagi, Tuan Zhuge Liang mengajakku untuk segera naik ke dalam kereta kuda.

"Apakah ada sesuatu, Lingyin?" ucap Tuan Zhuge Liang.

Aku tertegun begitu menyadari bahwa Tuan Zhuge Liang sedang mengamati diriku dengan tatapan menelisik yang membuatku terusik. Lalu aku pun sadar bahwa, tanpa kusadari, aku sudah cukup lama memandang wajah karismatik Tuan Zhuge Liang.

Kupalingkan wajahku ke luar jendela dengan segera, berharap hal memalukan yang terrefleksi di wajahku terbuang ke luar sana. "Ma-maaf. Sa-saya tidak bermaksud kurang ajar."

"Begitukah?" Tuan Zhuge Liang menyembunyikan sebuah senyuman kecil di balik kipasnya.

Aku sudah tidak punya celah lagi untuk menyangkal ataupun beralasan. Namun, tatapan cuai Tuan Zhuge Liang membuatku tak bisa menghindari dirinya, seolah kini aku sudah terkepung oleh barisan tentara yang tak memberiku celah untuk kabur.

Ah, tiba-tiba saja aku jadi teringat sesuatu yang belum sempat kutanyakan padanya.

"Anu, begini, kemarin anda baru saja pulang, dan sekarang anda langsung pergi ke Hanzhong. Mengajak saya pula. Sebenarnya saya penasaran kenapa anda mengajak saya. Bukankah anda lebih baik mengajak Hua Fei? Anda bahkan tidak mengajak Tuan Ma Su." Akhirnya pertanyaan itu pun terlontar.

Sebelumnya aku mempertanyakan hal yang serupa pada Xinqian dan Hua Fei sebelum keberangkatanku, dan Hua Fei pun merasa bingung karena biasanya ia yang diajak sebagai tenaga untuk membantu proses mobilisasi dan akomodasi jika Tuan Zhuge Liang memiliki pekerjaan logistik—mereka menduga bahwa tujuan Tuan Zhuge Liang ke Hanzhong kali ini adalah untuk urusan logistik, mengingat Liu Bei sedang membangun markas komando utama di Chengdu. Namun lagi-lagi Xinqian hanya tersenyum jahil dan malah menambah beban pikiranku saja.

"Ho, kenapa kau berpikir akan lebih baik jika aku mengajak Hua Fei?" Tuan Zhuge Liang membalikkan pertanyaan. "Kalau soal Ma Su, dia punya tugas lain di Chengdu, jadi aku tidak mengajaknya."

"Ah, tidak. Hanya saja… saya 'kan masih baru, jadi saya merasa aneh aja," jawabku asal.

Tuan Zhuge Liang mengembangkan senyumannya seraya mengibaskan kipasnya secara perlahan. "Kau tahu kenapa aku memberimu nama Lingyin?"

"Apa itu ada hubungannya dengan alasan kenapa anda mengajak saya ke Hanzhong?"

Tuan Zhuge Liang terkekeh kecil. "Mungkin tidak, tetapi biasanya sebuah nama mencerminkan diri dan potensi orang itu, dan aku-"

Belum sempat Tuan Zhuge Liang menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba kereta kuda berhenti melaju, membuatku tersungkur di pangkuan Tuan Zhuge Liang. Udara panas menjalar naik ke wajah dan telingaku, membuatku kini seperti ubi panas yang baru diangkat dari pembakaran. Memalukan sekali! Namun, saat aku tak sengaja melirik ke arah Tuan Zhuge Liang, ia terlihat begitu tenang dengan wajah yang sedikit merengut.

"Tu-tuan?" lirihku yang segera menyingkir dari pangkuannya.

"Sepertinya angin telah bertiup ke arah yang sebaliknya," gumam Tuan Zhuge Liang dengan raut serius. Aku sungguh tidak tahu apa maksudnya.

Lalu aku mendengar kusir kuda berseru panik dari luar. "Tu-Tuan! Gawat! Ada segerombolan bandit yang bergerak ke arah kita!"