Chereads / Song From The Unknown / Chapter 9 - Kepulangan Sang Tuan Rumah

Chapter 9 - Kepulangan Sang Tuan Rumah

Ini… bohong, 'kan?

Tidak ada satu pun dalam bayanganku bahwa suami Nyonya Huang adalah lelaki yang kujumpai di pasar pagi tadi, lelaki bijak yang menolongku dan pasangan itu, lelaki yang memberiku nasihat penting dan menyarankanku untuk membeli jamur dan tahu sebagai pengganti belanjaan kami yang rusak.

Aku menampar diriku sendiri, mencoba bangun dari fantasi gila yang muncul akibat rasa bersalahku atas insiden dibalik jamur dan tahu itu. Namun, tetap saja wajah lelaki berwajah kharismatik itu yang muncul saat aku kembali membuka mata. Tidak ada satu pun perubahan, kecuali jubah Tao yang sebelumnya tidak dipakai saat ia berada di pasar.

"Oh, astaga! Anda kenapa, nona muda?" ucap lelaki itu, membuatku terlonjak kaget karena tiba-tiba ia memusatkan perhatiannya padaku.

"Ti-tidak apa-apa," jawabku gugup.

Lelaki itu tersenyum lembut. "Aku sungguh tak menyangka ternyata kita bisa bertemu kembali." Meski berkata begitu, lelaki itu sama sekali tidak terlihat kaget. Sebaliknya, kontras dengan apa yang ia ucapkan, lelaki itu justru menatapku dengan sorot yang mengatakan bahwa dirinya sudah menduga hal ini sejak awal.

Mendengar ucapan lelaki itu, Nyonya Huang, Xinqian, dan Hua Fei menatapku penuh tanya.

"Kau sudah bertemu dengan Tuan?" bisik Xinqian padaku.

Aku mengangguk perlahan. "Dia yang menyarankanku untuk membeli jamur dan tahu itu!"

Mata Xinqian terbelalak, dan bibir atasnya terangkat. "Apa? Sungguh?"

"Tuanku, kau sudah bertemu nona ini?" tanya Nyonya Huang pada suaminya.

Lelaki itu mengangguk. "Iya. Kami bertemu di pasar tadi pagi. Ngomong-ngomong, apakah nona ini gadis yang ditemukan Xinqian di sungai Yangtze?"

"Ah, iya. Tapi, bagaimana kau mengetahuinya?" tanya Nyonya Huang yang mengangkat alis.

"Cheng Yu yang memberitahuku. Sudahlah, kita lanjutkan perbincangannya di dalam. Aku sudah merasa lapar."

Nyonya Huang dan lelaki itu pun masuk ke dalam rumah, diikuti oleh seorang lelaki berkumis tipis yang datang bersama sang tuan rumah, sementara diriku masih berdiri termengu di tempatku berdiri. Takdir memang sungguh mengerikan, dan tidak pernah main-main. Aku memang pernah berharap untuk bertemu dengan laki-laki itu lagi, tetapi itu hanyalah harapan kosong yang tidak begitu serius kuucapkan dalam hati.

Ah, tunggu dulu! Bagaimana dengan jamur dan tahunya?

"Hei, ayo masuk!" ajak Xinqian. Mereka yang sudah berjalan terlebih dahulu tiba-tiba terhenti saat menyadari bahwa aku masih terjebak dalam ketidakpercayaanku. Xinqian dan Hua Fei pun menghampiriku kembali.

"Ada apa, nona?" tanya Hua Fei.

"Xinqian," ucapku pelan, "Apa kau memikirkan apa yang sedang kupikirkan?"

Xinqian mengernyitkan dahinya. "Tentang apa?"

Aku menggenggam kedua lengan Xinqian dan melemparkan raut keterkejutanku tepat di depan wajahnya. "Menurutmu kenapa saat di pasar tadi dia menyarankanku untuk membeli jamur dan tahu sebagai pengganti sayuran yang kita beli, dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja? Apa lelaki itu tahu kalau aku tinggal di sini, atau itu cuma kebetulan?"

Xinqian yang mulai memikirkan hal itu kini sama terkejutnya dengan diriku. Raut tak acuhnya itu kini menegang karena sengatan kejut yang kusalurkan padanya.

Tetapi kemudian gadis itu tertawa canggung. "Ahaha, mana mungkin! Ini hanya kebetulan. Bukankah begitu, Hua Fei?"

Hua Fei tidak merespon. Ia mengusap dagu seraya memejamkan mata, tampak seperti seorang pemikir ulung, meski kami tidak tahu apa yang sebenarnya sedang ia pikirkan.

"Ah, sudahlah!" Xinqian mengibaskan tangannya ke udara. "Sebaiknya kita masuk, atau Nyonya Huang akan menyusul kita!"

******

Semua orang berkumpul di satu ruanga. yang sama untuk santap siang, tak terkecuali diriku yang dipaksa untuk ikut makan siang bersama Nyonya Huang dan suaminya. Aku duduk di samping Nyonya Huang, dan suaminya berada di tempat duduk utama di bagian tengah. Xinqian dan Hua Fei, serta lelaki yang datang bersama Tuan rumah pun—yang ternyata adalah murid sang Tuan rumah—turut hadir, duduk di seberangku dan Nyonya Huang. Menurut Xinqian, sudah biasa bagi mereka—para pelayan di pondok sederhana ini—untuk berada satu meja bersama majikan mereka. Hal ini sudah diatur oleh Tuan rumah ini yang sangat menghormati pekerja di rumahnya. Selain itu, Nyonya Huang juga biasa minta ditemani jika suaminya tidak ada di rumah.

Dan tentang tuan rumah ini, lelaki itu, aku masih sangat gugup dan malu saat melihat sosok karismatiknya yang tersenyum saat dihadapkan pada hidangan sederhana yang menguarkan aroma bawang dan rempah yang begitu menggugah. Rasa gugup itu membuat bantalan yang kududuki terasa seperti kumpulan duri kecil daripada sebuah tumpukan kapuk yang dijahit.

"Wah wah, apa yang kau masak hari ini, istriku?" Nada bicara lelaki itu terdengar dibuat-buat untuk sebuah pertanyaan yang belum ia ketahui jawabannya.

"Hari ini kami memasak sup rebusan berisi jamur dan tahu dengan kuah bening," balas Nyonya Huang yang menuangkan sup ke dalam mangkuk sebelum menyerahkannya pada suaminya.

"Iya kah? Kebetulan sekali! Saat ini aku sedang ingin memakan sup jamur," ujar lelaki itu dengan wajah riang.

Entah kenapa, ucapannya yang sederhana itu membuatku cukup ternanap. Meski aku sudah mengetahui jawabannya, tetapi benakku masih berusaha untuk menyangkal semuanya, semua hal yang digiring takdir dari dasar kemustahilan.

Apakah lelaki itu sejak awal sudah mengetahui semuanya, bahwa aku tinggal di sini, di rumahnya?

"Oh, benarkah?" tanya Nyonya Huang sedikit tak mempercayainya.

Lelaki itu masih tersenyum sambil mengangguk perlahan. "Setelah kemenangan Tuanku Liu Bei atas Hanzhong, para tentara mengadakan pesta sebagai bentuk rasa syukur. Para koki memasak makanan yang cukup mewah dan memiliki rasa yang agak berat. Selain itu, mereka juga mengajakku untuk minum-minum. Karena itu, jika aku diberi waktu untuk pulang, aku ingin makan masakan istriku yang ringan dan menyegarkan, dan aku berpikir sup jamur dengan kuah bening akan terasa begitu nikmat."

"Kalau begitu, aku harus berterima kasih pada nona muda ini yang membawakan jamur dan tahu untuk kita," kata Nyonya Huang seraya melirik padaku.

Lirikan mata semua orang membuatku merasa kikuk. "Ti-tidak. Se-sebenarnya… saya membeli bahan-bahan ini atas saran Tuan."

"Jadi, lelaki yang kau ceritakan itu…."

Aku mengangguk. "Ya. Itu… Tuan."

Xinqian dan Hua Fei yang sudah mendengar hal ini sebelumnya terlihat biasa saja, tak seperti Nyonya Huang yang tampak tercengang dengan mulut sedikit terbuka. Mungkin saja beliau memiliki pemikiran yang sama seperti diriku, yang sungguh kebingungan dengan semua yang terjadi dalam setengah hari ini.

Namun, Nyonya rumah itu pada akhirnya terkekeh kecil. Ekspresi terkejutnya, tak kusangka, hanya bertahan untuk waktu yang sangat singkat. Aku sungguh tidak mengerti.

Kemudian aku mengingat ucapan Xinqian tentang bagaimana pasangan suami istri itu saling terhubung oleh pengetahuan dan kebijaksanaan mereka—Xinqian tidak mengatakan persis seperti itu, tetapi kira-kira itu yang kutangkap dari perkataannya beberapa saat yang lalu.

"Kau ini masih saja senang berbuat jahil," ujar Nyonya Huang pada suaminya, berusaha untuk menahan gelakan tawanya dengan tangan berjari indahnya yang tertutupi lengan baju, tetapi upaya itu tidak menghasilkan buah. Kedua pasangan itu terkekeh kecil, seperti sedang menertawakan anak kecil yang terlihat menggemaskan saat menangis.

Kepalaku terasa pusing karena semua hal yang tidak begitu kumengerti ini.

"Sedikitpun aku tidak bermaksud untuk menjahili nona muda ini. Sebaliknya, aku sangat kagum dengan keberanian dan kecakapan yang ia tunjukkan. Karena itu, aku membantunya agar dia tidak dimarahi oleh dirimu. Wajahnya benar-benar panik saat mendapati belanjaannya rusak di tengah jalan," tutur lelaki itu.

"Seperti yang kau katakan, kau hanya sedang ingin makan sup jamur, 'kan? Kau tahu aku tidak bisa begitu saja memarahi seseorang, apalagi setelah ia berbuat kebajikan."

"Yah, kau ada benarnya juga."

Aku sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi, maka aku pun mulai membuka suara untuk menanyakan semuanya, meski mungkin aku melanggar kode etik—atau apalah itu—karena berbicara tepat setelah Tuan itu menyesap kuah supnya. "Anu, maaf, saya benar-benar tidak mengerti. Kenapa anda tahu kalau saya tinggal di rumah anda, padahal pertemuan kita di pasar tadi adalah pertemuan pertama kita?"

Lelaki itu menyimpan mangkuk supnya di atas meja. "Kenapa nona bisa berpikir seperti itu?"

Bukankah sudah jelas? Tentu saja itu karena kemunculanmu yang tak terduga dan perkataanmu tentang ingin menyantap sup jamur! Dalam hati aku menjerit seperti itu, tetapi tentu saja semua luapan hatiku itu tidak langsung kuutarakan begitu saja secara mentah-mentah. "Anda menyarankan saya untuk membeli jamur dan tahu, dan berkata semua akan baik-baik saja. Dan semuanya benar-benar baik-baik saja, dan menjadi lebih baik lagi saat anda munc- maksud saya datang di hadapan saya yang menumpang di rumah anda sendiri."

Ada jeda yang lelaki itu gunakan untuk melahap satu gigit umbi rebus yang tersaji di samping mangkuk supnya. Dan setelah ia menelannya, ia pun kembali tersenyum dan memberikan penjelasan. "Cheng Yu, aku yakin kau tahu dia, memberitahuku apa yang terjadi ketika istriku berkemah di sekitar pinggiran sungai Yangtze. Dia bercerita bahwa Xinqian menemukan seorang gadis berpenampilan aneh yang kehilangan sebagian ingatannya, dan kini gadis itu ada di rumahku. Kebetulan saat aku singgah di pasar untuk suatu urusan, aku melihat seorang gadis berambut pendek dengan wajah manis yang tampak asing dan kelopak mata lebih besar dari orang di Daratan Utama pada umumnya. Saat itu aku yakin bahwa kau adalah gadis yang Cheng Yu maksud, karena tidak ada gadis lain di negeri ini yang seperti dirimu."

Aku membiarkan penjelasan lelaki itu mengalir begitu saja ke dalam kepalaku, dan kini aku mengerti, walaupun rasanya penjelasannya itu sulit untuk kucerna. Di satu sisi aku berpikir "cuma gitu? Gak habis pikir", dan di sisi lain, aku benar-benar kagum dengan bagaimana ia memikirkan semuanya seperti bernapas secara alami. Tapi aku senang aku mendengar penjelasannya, dan aku senang karena akhirnya bisa mengerti.

"Tuan Zhuge Liang benar-benar hebat!" seru Hua Fei antusias.

Tunggu! Apa dia baru saja mengatakan Zhuge Liang? Maksudnya… Zhuge Liang, Sang Naga Tidur?