"Semua orang akan kehilangan sesuatu."
tiba-tiba Alan mengucapkan kalimat itu membuat Aluna terkejut. Ia langsung menghapus air matanya.
"Gue juga pernah kehilangan orang yang gue sayang." Alan tersenyum tipis. Ia berfikir akan menenangkan Aluna dengan caranya sendiri.
"Dulu gue pernah pacaran sama Adel. Dia gadis cantik,selalu ada buat gue. Dia selalu nemenin gue waktu nyokap sama bokap gue cerai. Sampai akhirnya, nyokap gue kecelakaan dan mengalami koma. Beberapa bulan kemudian, Adel tertabrak
mobil dan meninggal di tempat." Baru kali ini Aluna mendengar perkataan Alan yang begitu panjang.
Alan berfikir bahwa Aluna juga berhak tahu tentang masa lalunya. Karena mau tidak mau, Aluna akan menjadi pendamping hidup Alan nanti.
"Gue turut berdukacita Lan." lirih Aluna dengan suara khas habis menangis.
"Gue sampai sekarang pun belum bisa bangkit dari keterpurukan gue. Sampai gue terlalu bodoamat sama keadaan di sekitar gue."
"Jadi lo nggak usah lebay dengan ujian yang lo hadapi. Ada yang lebih menderita dari lo." lanjut Alan.
"Gue nggak lebay tau." Aluna menjadi sebal dengan perkataan Alan. Alan seperti mengejek Aluna. Alan hanya tersenyum tipis tanpa melihat gadis di sampingnya.
"Sekarang nggak usah nangis-nangis lagi.
Malu-maluin tau." lagi-lagi Alan mengejek Aluna. Ia hanya berniat untuk menghibur gadis di sampingnya itu.
"Ih nyebelin banget sih. Gue baru tau kalo
manusia kulkas kaya lo bisa nyebelin gitu." Judes Aluna.
"Gue cuma nggak mau nanggepin orang-orang di sekitar gue. Karena menurut gue itu nggak penting."
"Ya tapikan kaya orang bisu tau." Aluna memutar bola matanya malas. Ia tak habis pikir dengan Alan yang katanya tidak peduli dengan sekitar.
"Eh gue laper. Makan yuk." Ajak Aluna perutnya memang sedari tadi sudah berbunyi.
"Lo aja yang beli." suruh Alan.
"Seenak jidat lo nyuruh gue lagi! Ogah."
"Pake duit gue." Alan mengeluarkan dompet berwarna hitam.
"Nggak usah kali gue juga ada tapi gue nggak mau kalo gue yang beli. Liat mata gue kaya gini terus make up gue luntur." Aluna memperlihatkan wajahnya yang sudah berantakan.
Tiba-tiba Alan bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya meninggalkan Aluna.
"Eh mau kemana lo?!" Teriak Aluna. Namun Alan tidak menanggapi dirinya, ia terus berjalan dengan kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana pendek yang ia kenakan.
"Dasar kulkas!"
"Tapi gue kasian tuh sama si bisu, pacarnya udah nggak ada. Mungkin karena pacarnya meninggal jadi dia kaya gitu ya?" Aluna sedang mengoceh sendirian.
"Ah bodoamat. Kan dia udah jadi tunangan
gue, Mezzaluna Maharani yang cantik ini." Aluna menata rambutnya bangga.
Di tempat lain.
"Kira-kira mereka kemana yah?" Tanya Laura sambil menyeruput jus jeruk.
"Lo udah tanya itu sampe tiga kali. Emang nggak ada pertanyaan lain apa." sinis Dara.
Memang sedari tadi Laura terus bertanya tentang keberadaan Aluna dan Alan.
"Itu kaya Alan ya?" Tunjuk Lio.
"Eh Lan kemana aja lo?" Tanya Gibran.
"Aluna mana Lan?" Tanya Laura namun Alan tidak menanggapi pertanyaan mereka. Ia.sedang memesan pop mie. Sedari tadi ia sudah berkeliling pantai namun tidak menemukan penjual nasi
atau selain mie. Jadi menurut Alan ini untuk mengganjal perut dirinya dan Aluna.
"Gue kesana dulu." pamit Alan yang membawa satu pop mie yang sudah di sedih dan dua botol air mineral.
"Yaelah kita di tinggal lagi." Ujar Lio.
"Udah deh Li, dia itu lagi pdkt sama Aluna." Kata Rai.
Aluna yang sedang mengayunkan kakinya
dan bernyanyi sendiri dengan suara yang
lumayan merdu di kagetkan dengan Alan yang langsung duduk di sampingnya.
"Sumpah ya lo tiba-tiba dateng terus
tiba-tiba pergi." gerutu Aluna kesal. Alan langsung menyerahkan mie itu pada Aluna dan di sambut baik oleh gadis itu.
"Lah lo nggak makan?" Tanya Aluna sambil mengaduk mie. Alan hanya menggelengkan kepala sambil meminum air mineral yang tadi ia beli.
***
Beberapa bulan sudah berlalu. Melalui begitu banyak kesedihan yang Aluna alami. Kesedihan yang terus menerus datang. Dan kini Aluna sadar bahwa semuanya akan kehilangan. Memang
Devan bukan jodohnya, bukan manusia yang di ciptakan untuk bersama dengan Aluna. Ia harus perlahan melupakan kenangan-kenangan yang dulu pernah mewarnai hidup Aluna. Biarlah itu
menjadi saksi kisah cinta Devan dan Aluna.
Belajar mengikhlaskan sesuatu yang bukan miliknya. Sekarang ia harus berusaha untuk menerima kenyataan bahwa ia harus mencintai Alan.
Pernikahan siri antara Devan dengan Jenny pada awalnya memang banyak masalah. Devan yang sulit menerima jika ia sudah menikah dengan Jenny dan Jenny yang sangat terpukul dengan keadaannya yang sekarang sedang mengandung.
Tinggal menghitung hari, Devan dan Jenny akan resmi menjadi orang tua. Devan yang terus melanjutkan sekolahnya karena ia harus menjadi orang yang bisa di andalkan. Jenny yang tinggal di rumah mertuanya. Beruntung ibu Devan sangat
menyayangi Jenny jadi ia nyaman tinggal di rumah Devan.
Selama mereka di rumah, mereka tidak melakukan hal yang sepantasnya di lakukan oleh sepasang suami istri. Hanya morning kiss yang selalu Devan minta. Devan dan jenny sekarang mulai saling
mencintai dan menyayangi. Mereka sepakat akan merawat anaknya nanti dan mendidik mereka agar tidak terjerumus pada pergaulan bebas seperti Devan dan Jenny.
Sedangkan Aluna dan Alan. Mereka semakin dekat. Lama kelamaan sedingin apapun es, jika di beri kehangatan maka akan mencair secara perlahan. Begitu juga dengan Alan. Hatinya perlu
kehangatan dan Aluna lah yang harus menghangatkan Alan.
Sedikit demi sedikit perhatian Alan muncul. Perasaan Alan muncul dengan sendirinya. Ia sudah mengikhlaskan kepergian Adel mantan pacarnya. Ia kini harus menjaga Aluna agar Aluna terus bersamanya.
Kini Aluna dan tim basketnya tengah beristirahat karena pertandingan dengan SMA Garuda telah selesai. Dan lagi-lagi kemenangan berada di pihak mereka. Karena mereka terus berusaha dan
berlatih, kini mereka telah mendapatkan hasil yang memuaskan setelah berlatih keras beberapa bulan.
"Selamat sayang." ujar Gibran pada
kekasihnya, Dara.
"Iya makasih Ran." Dara tersenyum manis dan membalas pelukan singkat dari Gibran.
"Udah deh nggak usah sayang-sayangan di
sini." sindir Laura yang sampai sekarang masih jomblo. Padahal sudah beberapa laki-laki mendekati dirinya namun Laura menolak dengan alasan ia tidak ingin berpacaran.
"Jomblo iri."
"Lo nggak ada niatan buat ngucapin selamat buat gue?" Ujar Aluna kesal. Ia melihat Gibran dan Dara yang begitu romantis namun Ia dan Alan sama sekali tidak ada kejadian romantis.
"Kalo gue ucapin selamat, lo nanti jadi sombong." Ujar Alan enteng membuat Aluna mendelik tajam.
"Eh kita duluan ya." Pamit Dara yang sudah menggandeng Gibran.
"Mau kemana lo?" Tanya Laura.
"Pulang lah. Capek gue pengen istirahat."