"Mau kemana lo?" Tanya Laura.
"Pulang lah. Capek gue pengen istirahat."
"Ya udah gue juga mau pulang." Laura, Dara
dan Gibran beranjak dari tempat itu dan pergi menghilang.
Kini tinggal Alan dan Aluna yang masih duduk terdiam. Alan sibuk dengan ponselnya dan Aluna hanya diam memandangi laki-laki di depannya itu.
"Lan lo lagi ngapain sih hpan mulu dari
tadi." curiga Aluna, Alan memang dari tadi fokus dengan layar ponsel membuat Aluna penasaran.
"Kepo." Alan langsung memasukan ponselnya ke dalam saku celana.
"Pulang." Ujar Alan lagi. Ia langsung berdiri dan meninggalkan Aluna yang masih membereskan barang-barangnya.
"Dasar cowok nggak guna banget. Udah tau gue banyak barang bawaan malah di tinggalin" oceh Aluna sambil memasukan beberapa perlengkapannya ke dalam tas. Aluna langsung bergegas menuju mobil Alan di parkiran. Ia takut jika di tinggal karena Alan tipe orang yang tidak peduli dengan sekitar.
Alan menjalankan mobilnya santai dan Aluna menikmati perjalanannya sambil melihat ke arah jendela. Tubuhnya sangat lelah, ia tadi juga jatuh
karena tertabrak oleh lawan. Beruntung Aluna tidak cidera. Kalau terjadi apa-apa Aluna tidak bisa mengikuti ujian praktek yang akan di adakan minggu depan mengingat bahwa Aluna sekarang
sudah duduk di kelas dua belas.
"Lan nakasih ya." Ucap Aluna tiba-tiba membuat Alan mengerutkan keningnya.
"Buat?"
"Udah nemenin gue selama ini. Selalu ada buat gue." Aluna tersenyum tipis mengingat kejadian akhir-akhir ini. Kejadian yang membuat ia rapuh,tapi kini ia percaya bahwa Tuhan akan memberikan kebahagiaan untuk Aluna.
"Bukan karena lo tunangan gue. Tapi
karena gue sayang lo." Kalimat yang pertama kali Aluna dengar langsung dari mulut Alan. Ia tersenyum manis.
"Gue yakin, suatu saat kita akan bahagia bersama. Kita akan hidup menjadi pasangan yang bahagia."
Alan menggenggam tangan Aluna dan menciumnya. Ia kini harus belajar menyayangi Aluna. Mau bagaimanapun Aluna adalah
tunangannya sekarang.
"Makasih Lan. Gue pikir lo nggak pernah sayang sama gue." Aluna menatap Alan penuh kebahagiaan. Ia menyenderkan kepalanya di pundak Alan dan tersenyum manis. Ia sangat
bahagia hari ini.
***
Kini Alan, Rai, Lio dan Gibran sedang santai-santai di warung mbok Ijah sambil menikmati kopi yang mereka pesan.
"Ntar lo pada kemana abis lulus sekolah?" Tanya Rai.
"Kuliah lah biar nggak goblok banget gitu." Balas Lio.
"Kan jaman sekarang itu kalo nggak kuliah susah dapet kerjaan." ujar Gibran.
"Kalo lo Lan gimana?" Tanya Rai pada Alan.
Alan jadi ingat pada kejadian satu minggu
yang lalu. Adam menyuruhnya untuk kuliah di Amsterdam dan sudah di setujui oleh Ayu. Namun ia belum menyetujui karena ia harus memikirkan banyak hal. Ia juga tidak tega jika harus meninggalkan Ayu sendirian dan ia tidak mau terpisah dengan Aluna. Dua alasan yang membuat
Alan masih berpikir keras. Namun ia tidak memberitahu orang lain termasuk Aluna dan teman-temannya. Aluna yang kini sudah dekat dengannya. Jika Alan memberitahu hal ini, takutnya nanti Aluna sedih. Karena Alan sudah
berjanji tidak akan membuat gadis itu sedih.
"Gue nggak tau. Paling kuliah" Balas Alan.
"Gimana kalo kita kuliah bareng aja?" Usul
Lio.
"Nah ide bagus itu. Kita bisa cari kampus yang bagus." Rai dan Gibran menyetujui usulan tersebut.
"Gimana Lan?" Tanya Rai.
"Ya gimana nanti aja. Bilang dulu sama Luna."
"Nah kalo gitu satu kampus aja. Ajak Laura, Aluna sama Dara kan jadi bareng terus." Memang ide Lio sangat bagus.
"Abis makan apa kok ide lo cemerlang gitu." ujar Rai sedikit mengejek.
"Anjing!" umpat Lio.
"Oh iya lan katanya lo habis lulus mau nikah ya?" Tanya Gibran.
Alan hanya mengangkat bahu tanda tidak tahu.
"Ya elah gimana sih lo. Mau nikah kaya nggak mau gitu. Kalo gue di jodohin terus ceweknya cantik suruh nikah sekarang sih ayo aja." Ujar Lio gamblang.
"Najis." sinis Rai melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Gue cabut dulu." Pamit Alan sambil memakai jaket kulitnya.
"Mau kemana lo. Baru sebentar main pamit aja." kata Gibran.
"Balik lah. Capek gue." kemudian Alan membayar kopinya dan pergi meninggalkan warung mbok Ijah.
Motor CBR kesayangan Alan masuk ke
halaman rumah Alan. Terlihat di sana ada
mobil mewah sudah terparkir di sana. Kemudian Alan langsung masuk ke rumah mewah itu.
Terlihat di sana Ayu, Adam, Revina dan Ayla duduk di sofa ruang tamu. Alan hanya berdiri mematung, ia tidak tahu harus bagaimana.
"Eh Alan, salaman dulu sama papah sama ibu." Alan menuruti perintah Ayu.
"Abang dari mana?" Tanya Ayla. Rupanya gadis kecil itu masih berusaha untuk dekat dengan abangnya itu. Alan hanya diam tidak menanggapi
pertanyaan Ayla. Ia memang tidak suka dengan gadis itu.
"Alan!" Tatapan tajam sudah biasa Alan dapatkan dari Adam.
"Habis main." Balas Alan dingin. Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar Alan yang berada di atas.
"Alan kamu bisa sopan sedikit nggak sama papah!" Teriak Adam membuat Alan menghentikan langkahnya.
"Apa papah pernah ngajarin Alan buat sopan sama orang? Apa papah pernah ajarin Alan berbuat baik sama orang?" Balas Alan sambil tersenyum kecut.
"KAMU BERANI SAMA PAPAH?" bentak Adam. Ia sudah sangat marah dengan kelakuan Alan.
Alan tidak menghiraukan Adam. Ia melanjutkan langkahnya dan masuk ke dalam kamar.
"Mas udah jangan marah-marah terus." Revina berusaha menenangkan Adam. Adam kemudian duduk dan menarik nafasnya.
"Ayla, maafin sikap abangmu itu yah." Ayu sedikit canggung. Ia merasa tidak enak karena sikap Alan tadi.
"Nggak apa-apa mah, Ayla ngerti kok." Ayla
tersenyum manis membuat Ayu sedikit lega.
"Ya sudah kita biacarin soal Alan besok-besok aja. Suasananya udah nggak santai." Kata Revina.
***
"Heho kenapa bisa sampe sini!?" Tanya Aluna.
"Buatin gue kopi." Kata Alan tanpa melihat Aluna.
"Lan bisa nggak sih kalo ngomong sama orang itu liat orangnya. Gue di sini bukan di hp!" Sudah berkali-kali Aluna mengingatkan Alan agar lebih sopan ketika berbicara dengan orang lain namun Alan sangat keras kepala.
Kemudian Alan mendongak ke atas melihat wajah Aluna yang berada di sampingnya. Alan mendekatkan wajahnya hingga beberapa senti. Mata tajam itu terlihat sangat dekat di mata Aluna.
Hingga hidung mancung Alan menempel di
hidung Aluna. Aluna kemudian memejamkan matanya, ia takut jika Alan akan melakukan hal yang tidak-tidak.
"Nggak usah kepedean deh." Aluna langsung membuka matanya terkejut. Rupanya Alan kembali mempermainkan Aluna.
"Nggak habis pikir deh sama lo! Sumpah nyebelin banget." setelah itu Aluna pergi meninggalkan Alan yang tengah sibuk dengan game di ponselnya.
Aluna turun melihat Aditama dan Maya sedang berada di ruang keluarga. Mereka nampak romantis duduk berdekatan dan Maya menyenderkan kepalanya di bahu Aditama.