Chereads / Kepergian Tak Akan Menghalangi Cinta / Chapter 20 - Kebenaran Devan

Chapter 20 - Kebenaran Devan

"Kamu nggak apa-apa kan?" Tanya Devan

tampak khawatir.

Aluna menggelengkan kepalanya, ia

kemudian tersenyum manis pada

kekasihnya itu.

"Aku khawatir sayang." mendengar ucapan

itu Entah Aluna harus bahagia atau seperti

apa. Di sisi lain ia sangat bahagia dengan

ucapan Devan. Namun disisi lain ada Alan

sebagai tunangan Aluna.

"Emm.. kamu pulang aja ya? Aku

baik-baik aja kok." mereka memang

biasa berubah-ubah seperti itu. Kadang

menggunakan aku-kamu kadang juga

lo-gue.

"Alan tolong Anter Aluna" pinta Devan

sambil mengusap rambut Aluna lembut.

Aluna yang di perlakukan manis oleh

Devan tersenyum bahagia.

Akhirnya Devan pergi meninggalkan Alan

dan Aluna yang masih terdiam. Alan menyalakan mesin mobilnya dan pergi dari tempat itu.

"Perempuan nggak tau diri!" Desis Alan

membuat Aluna mengernyit heran.

"Maksud lo?" Tanya Aluna menatap wajah

Alan dari samping.

"Nggak nyadar?" Alan memutar bola

matanya malas. Ia tadi menyindir Aluna

yang sedang pacaran di depan Alan.

"Gue?"

"Mending lo turun aja deh! Jemput aja tuh

sama pacar lo itu!" Tegas Alan.

Apakah yang Alan maksud adalah Devan?

Kenapa di seperti itu?

"Mak-"

"Udahlah lo nggak ada bedanya sama

perempuan di club." Kalimat sederhana

namun membuat siapapun yang mendengarnya seperti di tusuk dengan pedang tajam.

"Hah? Lo bilang gue sama kaya perempuan di club? Maksud lo gue kaya perempuan jalang?" Tanya Aluna serius.

"Itu lo sadar! Lo emang jalang! Gue baru

tau." memang ucapan seseorang itu lebih

menyakitkan. Sangat menyakitkan.

"Emang ada perempuan yang udah

tunangan terus masih pacaran sama

MANTAN?" bukan, Alan bukannya

cemburu tapi ia merasa tidak menyukai

sikap Aluna yang masih berhubungan

dengan mantannya itu.

"Gue bukan jalang Alan! Emang gue masih

pacaran sama Devan karena gue masih

cinta sama dia!" Ujar Aluna dengan nada

tinggi.

"Lo emang nggak pernah di ajari sopan

santun yah?"

Alan memberhentikan mobilnya di tepi

jalan sepi dan tak nampak ada perumahan

atau bangunan lain.

"Kok berhenti?" Tanya Aluna heran.

"Lo pernah melakukan sesuatu dengan

Devan bukan? Yang hanya berstatus

sebagai pacar lo. Sedangkan gue?

tunangan lo?" Kalimat itu membuat

Aluna takut. Devan tak pernah sekalipun

melakukan apapun padanya. Hanya kissing itupun jarang di lakukan oleh mereka.

"Jangan sembarang!" Ucap Aluna dengan

nada tinggi lagi. Ia benar-benar seperti di hina oleh Alan. Padahal dirinya perempuan baik-baik.

Alan mendekatkan tubuhnya ke arah

Aluna. Semakin dekat hingga tak ada jarak.

Tatapan tajam membuat Aluna takut,kini

Aluna tidak bisa berkutik. Ia benar-benar

tidak menyangka apa yang Alan lakukan.

Cup.

Sesuatu menempel di bibir Aluna. Aluna

tidak berani membuka matanya, ia takut

jika Alan akan melakukan hal yang tidak-tidak. Kemudian Alan menjauh dari hadapan

Aluna dan duduk dengan tenang

menghadap lurus ke depan.

"Gue cuma mau lo jauhin Devan. Di nggak

baik buat lo." ujar Alan.

"Gue kemarin liat dia sama jenny keluar

dari club dalam keadaan mabuk." Lanjut

Alan.

"Lo tau dari mana? Devan bukan tipe orang

seperti itu. Jadi kalo lo mau jelek-jelekin

dia nggak usah pake kebohongan!"

Bagaimana Aluna tidak percaya. Devan selama ini sangat baik dan tidak pernah macam-macam dengannya.

"Gue udah dua kali liat dia sama Jenny.

Kalo lo nggak percaya, gue ada bukti" Alan menyerahkan ponselnya untuk membuktikan kebenaran.

Terlihat jelas bahwa Devan dengan

pakaian yang sudah berantakan sedang

merangkul Jenny dengan pakaian mininya. Aluna meneteskan air matanya hingga jatuh di ponsel milik Alan. Ia tidak menyangka jika laki-laki yang ia cintai kini mengkhianati dirinya.

"Udah nggak usah nangis cuma gara-gara

laki-laki brengsek itu." Ujar Alan berusaha

menenangkan Aluna. Kemudian Alan

mendekat dan menghapus air mata Aluna

yang jatuh di pipi mulusnya.

"Gue nggak nyangka Lan." setelah Kalimat

itu terucap Aluna langsung memeluk

Alan erat. Sampai kaos hitam yang Alan

kenakan terasa basah di bahunya.

Drtdrtdrtdrt.

Getaran ponsel Alan membuyarkan

lamunannya. Ia kemudian melepaskan

pelukan Aluna untuk mengangkat telepon.

"Hallo?"

"Iya mah."

"Kamu lagi dimana sayang? Aluna ada sama

kamu?"

"Iya lagi sama Alan."

"Cepat pulang, ini udah jam sebelas."

Panggilan terputus. Kemudian Alan melirik

ke arah Aluna yang kini masih menangis.

"Udah nggak usah nangis, nanti di kira gue

ngapa-ngapain lo lagi."

Alan kembali menjalankan mobilnya pergi

dari tempat itu. Tiba-tiba Alan dibuat terkejut karena Aluna yang tiba-tiba menyenderkan kepalanya di pundak Alan. Aluna pun yang kini sangat butuh sandaran karena ia kini sangat rapuh.

Sakit yang dulu pernah di buat Devan kini

terulang. Begitu menyakitkan bukan jika seseorang

yang kita cintai membuat kita sakit yang

teramat?

Begitu pun dengan aluna,Tapi ia

bersyukur. Bersyukur karena ia tau saat

ini sebelum Aluna terus dibodohi oleh

manusia brengsek itu.

Selama perjalanan Aluna memejamkan

mata, ia terus bersandar di pundak Alan. Aroma mint yang membuat Aluna nyaman. Alan pun tau dengan keadaan gadis di dekatnya itu. Ia membiarkan dirinya menjadi tempat dimana aluna merasa rapuh seperti saat ini.

***

Satu minggu berlalu. Kini Aluna, Dara, Laura

beserta Ibu masing-masing tengah duduk

di Kantin. Baru saja Mereka mengambil

hasil ulangan kenaikan kelas. Alhasil kerja keras Aluna selama ini cukup memuaskan. Aluna mendapat peringkat ke lima setelah semester kemarin ia mendapat peringkat ketujuh

Sedangkan Laura mendapat peringkat

kedua dan Dara peringkat keenam. Yang

menjadi juara kelas memang selalu

Dito, anak kutu buku di kelas Sebelas IPA 1.

"Apa kabar sama besan jeng?" Tanya

Rika-ibu Laura.

"Ya begitulah, dia itu kan sahabat saya dari

SMA kaya anak-anak kita ini." Jawab Maya

yang menggunakan kebaya modern lengan

pendek.

"Eh jeng saya mau pamit yah mau meeting

di kantor." Celetuk Resa-ibu Dara.

"Ya sudah kita bareng aja. Saya juga mau

pamit." Kemudian Maya ikut pergi dari

Kantin.

Kini hanyalah Ada Aluna, Laura dan Dara.

"Eh kapan nih kita latihan buat lomba?"

Tanya Laura karena tapi kepala sekolah

menyampaikan bahwa akan ada pertandingan bola basket dengan SMA.

"Santai aja dulu. Gimana kalo kita liburan

gitu? Pusing gue mikirin fisika mulu." Balas

Dara dengan ide cemerlang.

"Boleh tuh? Kemana kita?" Aluna sambil

menyeruput jus mangga kesukaannya.

"Gabung dong." Tiba-tiba Lio datang dan di

belakangnya ada Gibran, Rai dan Alan.

"Ngagetin gue anjir." Bagaimana Aluna

tidak terkejut. Lio tadi menepuk pundak

Aluna yang sedang menikmati jus mangga.

"Sorry." Lio cengengesan kini ia duduk di

sebelah Laura.

Semenjak Gibran jadian dengan Dara dan

Alan tunangan dengan Aluna, mereka

terlihat lebih akrab. Biasanya untuk saling sapa saja mereka tidak pernah bahkan hanya tau namanya saja.

"Eh kita ada ide, gimana kalo liburan

bareng?" Usul Dara.