Chereads / Kepergian Tak Akan Menghalangi Cinta / Chapter 22 - Bali, Im Coming

Chapter 22 - Bali, Im Coming

Tamparan keras berhasil membuat pipi

Devan memerah. Namun ia tahu,bsakit yang ia alami di pipi akibat tamparan Aluna tidak sebanding dengan sakit hati yang Aluna alami.

Menyesal. Satu kata dapat mewakili semuanya.

Devan benar-benar menyesal telah tergoda dengan perempuan murahan itu. Sungguh ia tidak tahu jika dirinya di jebak oleh Jenny.

Aluna tersadar apa yang tadi ia lakukan. Telapak tangan yang tadi ia layangkan di pipi Devan kini memerah. Air matanya jatuh mengalir, namun ekspresi Aluna tetap menatap telapak tangan itu.

"Gue minta maaf." dengan nada bergetar

Aluna meminta maaf pada Devan. Ia sama sekali tidak percaya apa yang telah di buatnya.

"Gue tau kok. Gue ngerti perasaan lo. Tapi

gue mohon, tolong dengerin penjelasan gue

dulu. Setelah itu, lo boleh marah sama gue. Asal lo tau gimana jadian sebenarnya."

Aluna hanya mengangguk lemah. Ia

tidak berani menatap wajah Devan, ia

menunduk lesu dan kini ia mendengarkan penjelasan Devan.

Flashback on.

Devan baru saja memasuki club karena ia ingin bertemu dengan temannya Reino. Reino adalah teman Devan dari kecil dan kebetulan rumah mereka berdekatan. Devan dan Reino seperti dua manusia kembar. Jika di lihat mereka memang memiliki banyak kesamaan. Jadi yang baru melihat Devan dan Reino mereka pasti akan mengira bahwa Devan dan Reino kembar.

Reino bekerja di sebuah club sebagai pelayan disana. Setiap pukul lima sore Reino datang biasanya Reino datang masih menggunakan seragam sekolah. Reino tinggal sendirian, ia korban dari hubungan pemerkosaan. Bahkan Ayah

dari Reino tidak tahu keberadaannya. Sedangkan ibu Reino mengalami stres dan kini meninggalkan rumah dan pergi entah kemana.

Devan dan Reino duduk di sofa dan melihat

banyak pengunjung berjoget ria bersama

sambil meminum alkohol yang begitu nikmat

dan memabukkan.

"Dev, lo masih sama Luna?" Tanya Reino, ia

tahu tentang hubungan Devan dan Aluna.

"Masih kok, kemaren gue jalan sama dia."

Setelah jawaban itu, tiba-tiba perempuan

dengan Dress yang sangat ketat dan pendek

itu datang dan duduk di samping Devan. Perempuan itu seperti sedang mabuk berat dan tak sadarkan diri.

"Ehh ngapain lo! Pergi sana!" Usir Devan, ia

terus menepis tangan perempuan itu.

"Dia Jenny. Udah biasa kayak gitu kalo lagi

mabuk berat." Ucap Reino.

"Eh gue harus kerja lagi Dev. Gue tinggal

dulu ya." pamit Reino karena ada pengunjung

yang baru datang.

"Heh sana lo! Gue nggak kenal ya sama

lo!" Devan kemudian bangkit agar tidak berdekatan dengan perempuan itu. Namun, Jenny langsung memeluknya dan itu membuat Devan kaget.

Devan mendorong tubuh Jenny hingga Jenny

terduduk di sofa, ia langsung pergi dari

ruangan itu. Ia duduk berada di dekat Reino yang tengah menyiapkan pesanan.

"Jenny kemana Dev?" Tanya Reino di tengah-tengah menuangkan minuman.

"Gue tinggalin ,gila ya tuh cewek main peluk-peluk gue."

"Gue mau pulang Ren, besok-besok lagi kita

ketemu." Pamit Devan.

"Oke ati-ati bro!" Senyum Reino.

Devan melangkahkan kaki meninggalkan

Tempat yang sudah penuh pengunjung

karena hari sudah malam. Namun tiba-tiba

wanita tadi yang tak lain adalah Jenny, ia

langsung memeluk Devan dari samping. Sepertinya wanita itu sudah tak sadarkan

diri karena terlalu banyak minum malam itu.

Mau tak mau Devan harus mengantarkan

Jenny pulang. Setelah membawa Jenny

masuk ke dalam mobil, Devan kembali masuk

ke club untuk menanyakan alamat Jenny.

Kini keduanya sudah memasuki sebuah rumah besar dan mewah. Namun sayangnya rumah itu terlihat sepi. Devan membawa Jenny masuk ke dalam kamar yang berada di bawah. Ini untuk menyingkat waktu agar Devan bisa cepat-cepat pulang. Namun seperti sebuah takdir, hal-hal yang

tidak di inginkan terjadi dalam ruangan itu.

Flashback off.

Alan sedari tadi terus menguap karena

alarm terus berbunyi. Mau tidak mau ia

harus bangun karena hari ini akan pergi

ke Bali dan pesawat terbang sekitar pukul

sepuluh pagi.

Sudah jam delapan pagi Alan belum juga bangkit dari kasur empuknya. Ia kali ini harus benar-benar sadar karena ia akan menjemput Aluna terlebih dahulu. Deringan ponsel yang terletak di atas

nakas tiba-tiba berbunyi. Alan langsung

mengambilnya namun ia belum bangkit dari kasur.

"Woi lo dimana?"

"Rumah."

"Gila jam berapa nih?! Katanya mamah mau

ketemu dulu."

"Setengah jam lagi gue ke sana."

"Cepet. Inget ya pake mobil barang bawaan

gue banyak."

"Bawel."

Lalu Alan mematikan teleponnya dan

bangkit dari tempat tidur dengan seprei

berwarna coklat.

Ia berjalan gontai ke kamar mandi yang

terletak di kamar Alan. Sepuluh menit Alan baru keluar. Ia tidak suka jika mandi berlama-lama, yang terpenting Alan sudah menggunakan sabun, gosok gigi dan sabun cuci muka. Dan rambut yang di siram tanpa menggunakan sampo.

Ia keluar dengan handuk yang melilit namun masih menampakan perut kotak-kotak. Ia memilih baju yang akan kenakan. Alan memakai kaos hitam dan celana jeans panjang navy. Ia menggunakan sepatu berwarna biru dan hitam putih. Sangat cocok di kaki putih Alan.

"Mau berangkat sekarang Lan?" Tanya Ayu

yang sedang menonton televisi.

"Iya mah nanti Aluna mampir kesini.

Selama Alan nggak ada mamah hati-hati

yah, kalo mau pergi-pergi sama supir aja."

Alan khawatir jika meninggalkan Ayu sendiri. Takut terjadi apa-apa seperti yang sudah-sudah.

"Iya sayang. Ya sudah berangkat sekarang

aja." Alan mencium punggung tangan Ayu dan melangkahkan kakinya keluar dari rumah megah itu.

Kini Alan sudah berada di pekarangan

rumah Aluna. Ia sedang memasukan dua

koper besar milik Aluna.

"Kita cuma tiga hari bukan setahun." sindir Alan. Bahkan alan hanya membawa satu tas yang biasa ia bawa ke sekolah. Itupun hanya berisi baju ganti.

"Nggak usah banyak bacot!" Setelah pamit dan menyalami Maya, Alan dan Aluna pergi dan menuju rumah Alan.

"Eh ya Lan, emang mamah mau apa ketemu

gue?" Alan hanya mengangkat bahu tanda tidak tahu.

Lima belas menit berlalu, kini mobil Alan

sudah berada terparkir rapi di garasi rumah Alan. Alan masuk di ikuti oleh Aluna.

"Eh Aluna, sini sayang." Sapa Ayu yang tengah duduk di sofa.

"Alan mamah mau bicara berdua. Kamu ke

kamar dulu ya?" Perintah Ayu. Alan hanya mengangguk dan berjalan meninggalkan Ayu dan Aluna di ruang keluarga.

"Mamah minta kamu kalau ada apa-apa

langsung hubungi Alan yah? Alan sudah

menjadi tunangan kamu, kamu berhak

menegur dia kalau dia salah." Nasehat Ayu.

"Iya mah, Alan juga berhak negur Luna

kalo Luna salah." Aluna tersenyum dan memeluk calon mertua. Alan turun dengan tas di pundak kirinya.

"Sini Lan." Ujar Ayu yang masih memeluk Aluna.

Alan duduk di sebelah kiri Ayu dan Aluna

duduk di sebelah kanan Ayu. Ayu memeluk Alan, kini terlihat ketiganya tengah berpelukan dan tersenyum bahagia.

"Mamah doakan kalian akan menjadi

keluarga harmonis nantinya, mamah minta kalian terus bersama biar kalian nanti ada perasaan di dalam hati kalian." Ujar Ayu yang menggenggam tangan Alan dan Aluna.