Chereads / Kepergian Tak Akan Menghalangi Cinta / Chapter 16 - Siapa Arnold?

Chapter 16 - Siapa Arnold?

Istirahat kali ini akan lebih lama karena

Guru-guru sedang mengadakan rapat. Ini

adalah sebuah kebahagiaan yang di dapat

oleh murid-murid karena mereka bisa

bebas duduk di kantin selama hampir satu

jam setengah.

Aluna, Dara, Laura dan kini ditambah Devan

laki-laki yang baru masuk di sekolah ini.

Mereka berempat merupakan sahabat dari

SMP dan berpisah saat Devan menghilang

entah kemana waktu kelulusan SMP.

"Jadi gimana Dev lk pergi ngilang gitu aja?

Kita udah berusaha cari lo kemana-mana

tapi nggak ketemu. Dan sekarang balik lagi

tiba-tiba." Tanya Laura, ia memang gadis

cerewet. Tingkat cerewetnya paling tinggi

diantara Dara dan Aluna.

"Waktu itu gue udah mau berangkat ke

acara perpisahan kita. Tapi papah di

telfon sama omah kalo beliau lagi sakit

dan masuk rumah sakit. Kita semua

panik, mamah udah siap mau dateng juga

ke acara perpisahan gue. Sampai akhirnya

kita sekeluarga memilih buat ke Belgia.

Waktu gue mau ngabarin Aluna, hp gue

ketinggalan."

"Aku minta maaf Lun, tapi kata bibi kamu

sering ke rumah ya?" Jelas Devan yang

duduk di sebelah Aluna.

Aluna gugup jantungnya seperti akan

lepas dari tempatnya. Ah sungguh ia

tidak tahu harus mengatakan apa pada

mantan kekasihnya. Ralat, mereka belum

mengatakan kalimat perpisahan. Jadi

mereka belum putus dan masih menjadi

kekasih? Entahlah.

"Gue kerumah Lo kata bibi Lo pergi dan

hpnya ketinggalan." Jawab Aluna lirih.

Jika mengingat kejadian itu, hatinya

seakan kembali merobek. Luka yang

belum terlalu kering kini terbuka. Betapa

sakitnya Aluna, ia setiap hari mengunjungi

kediaman keluarga Devan namun tidak

ada jawaban.

Di waktu yang sama, di tempat duduk

pojok terlihat mereka berempat sedang

melihat dua manusia yang sedang duduk

di sebrang.

"Kok cowoknya deket-deket sama si

Aluna sih." ujar Lio yang sedari tadi ikut

memerhatikan gerak-gerik mereka.

"Lan lo nggak ada niatan buat ke sana

apa? Samperin kek biar cowoknya tau kalo

lo tunangannya, seenggaknya dia tau lo

pacarnya atau apa gitu." Gibran bersuara.

Ia melihat sahabatnya itu hanya diam dan

seolah tidak peduli.

Alan hanya menggelengkan kepalanya.

"Eh buset dah tu cowok beraninya

rangkul-rangkul Aluna." Histeris Rai. Ini

benar-benar kelewatan menurutnya.

Alan langsung melihat ke arah Aluna,nbenar

saja tunangannya itu sedang di rangkul

oleh laki-laki yang baru ia kenal.

"Ck, murahan." Desis Alan. Ia kemudian

bangkit dari duduknya dan berjalan keluar

dari area kantin.

"Lan kemana lo?!" Teriak Lio membuat

Aluna dan ketiganya melihat.

Aluna langsung menggeser duduknya

agar tidak terlalu dekat. Pasti Alan sudah

melihatnya tadi pikir Aluna.

Ia kembali merutuki kebodohannya,

seharusnya ia menolak tangan Devan

berada di pundaknya.

***

Setelah kejadian tadi, Aluna tidak bertemu

dengan Alan. Dan kini sudah waktunya

untuk pulang setelah mengerjakan

soal-soal yang membuat siapapun mati

rasa.

"Lun lo pulang bareng siapa? Doi?" Tanya

Dara di depan area parkir.

"Ogah. Gue sendiri aja deh." Laura sudah

pulang karena ia dijemput oleh supirnya.

"Yaudah gue duluan ya. Gue sama

Gibran, bye Lun." Kemudian Dara berlalu

meninggalkan Aluna dan menuju motor

Gibran.

"Hai." tiba-tiba seseorang dari belakang

membuat Aluna terkejut.

"Eh Devan." ia gugup. Ia belum kembali

terbiasa dengan adanya Devan, ini seperti

waktu pertama kali Aluna kenal dengan

Devan.

"Pulang sama gue yuk." Ajaknya.

"Emm gu-" ucapan Aluna terpotong.

"Udah sama gue aja. Gue nggak bakal gigit

lo." Devan terkekeh melihat wajah gadis

itu. Kemudian ia memberikan helmnya ke

Aluna.

Motor CBR hijau itu melewati anak-anak

IPS termasuk Lio, Rai, Gibran, Alan dan

Dara. Aluna hanya menunduk dan seolah

tidak melihat mereka.

"Gila tuh cewek udah tunangan sama si Alan

malah pulang sama cowok lain."

"Emang tuh nggak ada akhlak."

"Dasar Jalang!"

Ucapan-ucapan itu membuat hati Aluna

gundah. Ia merasa bersalah, seharusnya ia

tidak menerima tawaran Devan.

Sudahlah, ini semua sudah berlalu. Aluna

juga sudah terlanjur menaiki motor Devan

dan sekarang sudah pergi dari halaman

sekolah.

Sedangkan di tempat parkir sekolah.

Lio, Rai, Gibran, Dara dan Alan masih

terdiam menatap motor itu sampai hilang

dari pandangan mereka.

"Dar lo kenal sama cowok itu?" Tanya Lio

yang duduk di motornya.

"Dia itu temen gue, Laura sama Aluna juga

dari SMP."

"Kita obrolin di warung biasa aja yuk." ajak

Rai sambil memakai helm yang penuh

sticker itu.

Mereka kemudian melajukan motornya

menuju warung mbok Ijah. Setelah sampai

mereka memarkirkan motornya berjejer.

"Sudah pada pulang toh." Sapa mbok Ijah

dengan nada medoknya.

"Sudah mbok, pesen kopi kaya biasa." Ujar

Lio kemudian mereka duduk di kursi kayu

panjang.

"Nih jadi gimana tuh ceritanya." Tanya Lio

serius, ia memang memiliki rasa ingin tahu

tingkat tinggi.

"Jadi waktu gue, Laura sama Devan itu

udah temenan dari SD. Nah kita ketemu

Aluna waktu SMP, pas kelas delapan

mereka jadian. Tapi waktu kelas sembilan tepat di hari perpisahan, Devan menghilang

gitu aja. Aluna setiap hari ke rumah

Devan tapi sama sekali nggak nemuin

keberadaannya." Jelas Dara.

"Jadi dia dateng nemuin Aluna buat ngajak

balikan gitu?" Tanya Gibran yang duduk di

sebelah Dara.

"Kalo menurut gue sih gitu. Tadi aja pulang

bareng terus istirahat di kantin juga bareng

kan?"

"Waduh Lan nggak bisa di biarin kalo gini." Ujar Rai seolah-olah mengompori Alan yang sedari tadi hanya diam.

"Dia kan udah tunangan lo, jadi lo berhak

buat tegur dia Lan." nasehat Gibran yang

duduk di depannya.

"Ini kopinya Nang." mbok Ijah datang

dengan nampan berisi kopi yang mereka

pesan.

"Eh ini ada si mba cantik. Siapa namanya?"

Mbok Ijah tersenyum Ke Dara.

"Dara mbok." Dara pun membalas

senyumnya.

***

Di sore hari,Alan duduk di kursi yang

berada di balkon kamarnya. Sengaja

ia sediakan kursi hanya satu, karena

menurutnya tidak akan ada orang yang

duduk di balkon. Jangankan duduk di

balkon, untuk masuk ke kamarnya saja

tidak ada yang boleh kecuali bi Sumi Dan

Ayu.

Ia mengepul asap rokok di temani

secangkir kopi buatan bi Sumi. Menatap

langit yang kini kian menggelap. Setelah

rokok itu habis, ia masukan ke dalam asbak

dan duduk dengan tenang.

Otaknya terus berpikir tentang perkataan

Dara tadi siang. Apakah ia harus menegur

gadis itu atau menegur lelaki itu?

Ia memijat keningnya, sungguh ia tidak

menyangka akan seperti ini. Ia tidak

menyangka bahwa ia sudah bertunangan

dengan usia semuda ini.

Deru motor mengganggu keheningan yang

Alan sukai. Ia kemudian beranjak dari

duduknya karena ia mendengar motor itu

berhenti di depan rumah Alan.

Ia berdiri di belakang pagar balkon dan

melihat ke bawah.

Melihat objek dua manusia yang berhenti

di rumah Alan.