Istirahat kali ini akan lebih lama karena
Guru-guru sedang mengadakan rapat. Ini
adalah sebuah kebahagiaan yang di dapat
oleh murid-murid karena mereka bisa
bebas duduk di kantin selama hampir satu
jam setengah.
Aluna, Dara, Laura dan kini ditambah Devan
laki-laki yang baru masuk di sekolah ini.
Mereka berempat merupakan sahabat dari
SMP dan berpisah saat Devan menghilang
entah kemana waktu kelulusan SMP.
"Jadi gimana Dev lk pergi ngilang gitu aja?
Kita udah berusaha cari lo kemana-mana
tapi nggak ketemu. Dan sekarang balik lagi
tiba-tiba." Tanya Laura, ia memang gadis
cerewet. Tingkat cerewetnya paling tinggi
diantara Dara dan Aluna.
"Waktu itu gue udah mau berangkat ke
acara perpisahan kita. Tapi papah di
telfon sama omah kalo beliau lagi sakit
dan masuk rumah sakit. Kita semua
panik, mamah udah siap mau dateng juga
ke acara perpisahan gue. Sampai akhirnya
kita sekeluarga memilih buat ke Belgia.
Waktu gue mau ngabarin Aluna, hp gue
ketinggalan."
"Aku minta maaf Lun, tapi kata bibi kamu
sering ke rumah ya?" Jelas Devan yang
duduk di sebelah Aluna.
Aluna gugup jantungnya seperti akan
lepas dari tempatnya. Ah sungguh ia
tidak tahu harus mengatakan apa pada
mantan kekasihnya. Ralat, mereka belum
mengatakan kalimat perpisahan. Jadi
mereka belum putus dan masih menjadi
kekasih? Entahlah.
"Gue kerumah Lo kata bibi Lo pergi dan
hpnya ketinggalan." Jawab Aluna lirih.
Jika mengingat kejadian itu, hatinya
seakan kembali merobek. Luka yang
belum terlalu kering kini terbuka. Betapa
sakitnya Aluna, ia setiap hari mengunjungi
kediaman keluarga Devan namun tidak
ada jawaban.
Di waktu yang sama, di tempat duduk
pojok terlihat mereka berempat sedang
melihat dua manusia yang sedang duduk
di sebrang.
"Kok cowoknya deket-deket sama si
Aluna sih." ujar Lio yang sedari tadi ikut
memerhatikan gerak-gerik mereka.
"Lan lo nggak ada niatan buat ke sana
apa? Samperin kek biar cowoknya tau kalo
lo tunangannya, seenggaknya dia tau lo
pacarnya atau apa gitu." Gibran bersuara.
Ia melihat sahabatnya itu hanya diam dan
seolah tidak peduli.
Alan hanya menggelengkan kepalanya.
"Eh buset dah tu cowok beraninya
rangkul-rangkul Aluna." Histeris Rai. Ini
benar-benar kelewatan menurutnya.
Alan langsung melihat ke arah Aluna,nbenar
saja tunangannya itu sedang di rangkul
oleh laki-laki yang baru ia kenal.
"Ck, murahan." Desis Alan. Ia kemudian
bangkit dari duduknya dan berjalan keluar
dari area kantin.
"Lan kemana lo?!" Teriak Lio membuat
Aluna dan ketiganya melihat.
Aluna langsung menggeser duduknya
agar tidak terlalu dekat. Pasti Alan sudah
melihatnya tadi pikir Aluna.
Ia kembali merutuki kebodohannya,
seharusnya ia menolak tangan Devan
berada di pundaknya.
***
Setelah kejadian tadi, Aluna tidak bertemu
dengan Alan. Dan kini sudah waktunya
untuk pulang setelah mengerjakan
soal-soal yang membuat siapapun mati
rasa.
"Lun lo pulang bareng siapa? Doi?" Tanya
Dara di depan area parkir.
"Ogah. Gue sendiri aja deh." Laura sudah
pulang karena ia dijemput oleh supirnya.
"Yaudah gue duluan ya. Gue sama
Gibran, bye Lun." Kemudian Dara berlalu
meninggalkan Aluna dan menuju motor
Gibran.
"Hai." tiba-tiba seseorang dari belakang
membuat Aluna terkejut.
"Eh Devan." ia gugup. Ia belum kembali
terbiasa dengan adanya Devan, ini seperti
waktu pertama kali Aluna kenal dengan
Devan.
"Pulang sama gue yuk." Ajaknya.
"Emm gu-" ucapan Aluna terpotong.
"Udah sama gue aja. Gue nggak bakal gigit
lo." Devan terkekeh melihat wajah gadis
itu. Kemudian ia memberikan helmnya ke
Aluna.
Motor CBR hijau itu melewati anak-anak
IPS termasuk Lio, Rai, Gibran, Alan dan
Dara. Aluna hanya menunduk dan seolah
tidak melihat mereka.
"Gila tuh cewek udah tunangan sama si Alan
malah pulang sama cowok lain."
"Emang tuh nggak ada akhlak."
"Dasar Jalang!"
Ucapan-ucapan itu membuat hati Aluna
gundah. Ia merasa bersalah, seharusnya ia
tidak menerima tawaran Devan.
Sudahlah, ini semua sudah berlalu. Aluna
juga sudah terlanjur menaiki motor Devan
dan sekarang sudah pergi dari halaman
sekolah.
Sedangkan di tempat parkir sekolah.
Lio, Rai, Gibran, Dara dan Alan masih
terdiam menatap motor itu sampai hilang
dari pandangan mereka.
"Dar lo kenal sama cowok itu?" Tanya Lio
yang duduk di motornya.
"Dia itu temen gue, Laura sama Aluna juga
dari SMP."
"Kita obrolin di warung biasa aja yuk." ajak
Rai sambil memakai helm yang penuh
sticker itu.
Mereka kemudian melajukan motornya
menuju warung mbok Ijah. Setelah sampai
mereka memarkirkan motornya berjejer.
"Sudah pada pulang toh." Sapa mbok Ijah
dengan nada medoknya.
"Sudah mbok, pesen kopi kaya biasa." Ujar
Lio kemudian mereka duduk di kursi kayu
panjang.
"Nih jadi gimana tuh ceritanya." Tanya Lio
serius, ia memang memiliki rasa ingin tahu
tingkat tinggi.
"Jadi waktu gue, Laura sama Devan itu
udah temenan dari SD. Nah kita ketemu
Aluna waktu SMP, pas kelas delapan
mereka jadian. Tapi waktu kelas sembilan tepat di hari perpisahan, Devan menghilang
gitu aja. Aluna setiap hari ke rumah
Devan tapi sama sekali nggak nemuin
keberadaannya." Jelas Dara.
"Jadi dia dateng nemuin Aluna buat ngajak
balikan gitu?" Tanya Gibran yang duduk di
sebelah Dara.
"Kalo menurut gue sih gitu. Tadi aja pulang
bareng terus istirahat di kantin juga bareng
kan?"
"Waduh Lan nggak bisa di biarin kalo gini." Ujar Rai seolah-olah mengompori Alan yang sedari tadi hanya diam.
"Dia kan udah tunangan lo, jadi lo berhak
buat tegur dia Lan." nasehat Gibran yang
duduk di depannya.
"Ini kopinya Nang." mbok Ijah datang
dengan nampan berisi kopi yang mereka
pesan.
"Eh ini ada si mba cantik. Siapa namanya?"
Mbok Ijah tersenyum Ke Dara.
"Dara mbok." Dara pun membalas
senyumnya.
***
Di sore hari,Alan duduk di kursi yang
berada di balkon kamarnya. Sengaja
ia sediakan kursi hanya satu, karena
menurutnya tidak akan ada orang yang
duduk di balkon. Jangankan duduk di
balkon, untuk masuk ke kamarnya saja
tidak ada yang boleh kecuali bi Sumi Dan
Ayu.
Ia mengepul asap rokok di temani
secangkir kopi buatan bi Sumi. Menatap
langit yang kini kian menggelap. Setelah
rokok itu habis, ia masukan ke dalam asbak
dan duduk dengan tenang.
Otaknya terus berpikir tentang perkataan
Dara tadi siang. Apakah ia harus menegur
gadis itu atau menegur lelaki itu?
Ia memijat keningnya, sungguh ia tidak
menyangka akan seperti ini. Ia tidak
menyangka bahwa ia sudah bertunangan
dengan usia semuda ini.
Deru motor mengganggu keheningan yang
Alan sukai. Ia kemudian beranjak dari
duduknya karena ia mendengar motor itu
berhenti di depan rumah Alan.
Ia berdiri di belakang pagar balkon dan
melihat ke bawah.
Melihat objek dua manusia yang berhenti
di rumah Alan.