Chapter 15 - Murid Baru

"Lun." Bisik Dara yang duduk di depan

Aluna karena ia melihat Lelaki bertubuh

tinggi yang berjalan ke arah mereka sambil

membawa paper bag di tangan kanannya

dan tangan kirinya di masukan ke dalam

saku celana.

"Apa! Gue emosi tau nggak! Itu manusia

bisu emang nggak bisa di andelin tau!"

Kesal Aluna bahkan sangat kesal.

"Siapa bilang nggak bisa di andelin?" Suara

berat itu terngiang di telinga Aluna. Suara

khas itu sangat Aluna kenali bahkan

hampir setiap hari ia mendengarnya

walaupun hanya sepatah kata.

Ia memejamkan matanya dan memutar

lehernya menghadap arah dari suara

itu. Perlahan ia buka dan benar, Alan lah

yang mengatakannya tadi.

"Mati gue." batin Aluna yang merutuki

kebodohannya sendiri. Seharusnya

ia melihat sekelilingnya agar tidak

tertangkap basah seperti ini.

Aluna hanya diam sedangkan Alan

langsung meletakan paper bag itu di

hadapan Aluna.

"Nggak gratis." setelah mengucapkan itu,ia

pergi begitu saja dengan kedua tangan di

masukan dalam saku.

"Kok kalian ngga bilang sih kalo

ada Alan." ia kesal juga pada kedua

sahabatnya, mereka tidak mengatakan

apapun.

"Gue udah kodein lo tadi. Lo nya aja yang

telmi!" Sinis Dara.

***

Setelah shalat Ashar Aluna membaringkan

tubuhnya di kasur empuk dan nyaman

itu. Ia memandang langit-langit

kamar, memikirkan kejadian tadi siang. Ia

mengakui jika tadi dirinya memang bodoh.

Sore-sore seperti ini membuat tingkat

kemageran Aluna meningkat. Ia enggan

melakukan apapun.

Tiba-tiba suara ketukan pintu kamar

membuat Aluna sedikit terkejut. Ia

langsung bangkit dan membuka siapa yang

mengganggu rebahannya itu.

Terlihat lelaki dengan tubuh atletis

menggunakan kaos tanpa lengan membuat

otot-otot nya terlihat jelas.

Aluna yang melihatnya gugup, ia langsung

menunduk. Hal itu membuat Alan

mengernyitkan dahinya heran.

"Lo punya utang sana gue." Ujar Alan

sambil terus menatap gadis itu.

Aluna mendongak, ia bingung sejak kapan

ia berani meminjam uang pada manusia

bisu?

"Utang apaan? Ogah gue pinjem sama

lo." Aluna memutar bola matanya malas.

"Yang tadi siang." Aluna sudah paham

dengan apa yang di katakan Alan. Alan tadi

mengatakan bahwa ia membawakan baju

olahraga Aluna tidak gratis.

"Ikut gue jogging." Kemudian Alan langsung

berlalu dari hadapan Aluna.

Walaupun jam sudah menunjukan pukul

setengah empat sore, namun matahari

masih menyinar cerah. Hal ini yang

membuat Aluna sangat malas untuk

pergi-pergi.

Mau tidak mau, ia sudah berutang Budi

karena tadi Alan sudah membawakan baju

olahraga dan menyelamatkan dirinya dari

hukuman lari lima puluh putaran.

Ia langsung mengganti pakaiannya dengan

celana training Adidas dan kaos lengan

pendek. Ia menguncir rambutnya dan

memakai sepatu Converse dominan putih.

Ia membawa slingbag untuk membawa

minum dan ponselnya.

Semuanya sudah siap,ia kemudian

keluar dari kamarnya. Menemukan Alan dengan celana training pendek dan kaos

dengan warna senada. Memakai sepatu

olahraganya berwarna senada dengan

bajunya.

Tanpa basa-basi mereka langsung keluar.

Sebenarnya Aluna sangat malas,ah

sudahlah ia sudah berulangkali mengeluh.

"Aduh Lan bentar deh gue minum dulu."

Di tengah jalan Aluna menghentikan

langkahnya, ia duduk di tepi jalan dan

meminum air mineral yang ia bawa.

"Main basket gimana?" Tanya Alan yang

duduk di sebelah Aluna, mata Aluna

berbinar. Ia sudah beberapa hari tidak

latihan basket.

"Oke gue mau." Akhirnya mereka langsung

menuju lapangan basket di dekat

kompleks.

***

Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan

berkulit putih yang menggunakan

kacamata hitam itu memasuki ruang

kepala sekolah karena ia murid baru.

"Van nanti kamu dianter sama guru

yang mau ngajar di kelas kamu ya?" Ujar

Laki-laki paruh baya dengan jas hitamnya.

"Iya pah, Devan pamit dulu." Dia adalah

Arnold Devanno putra dari Beni Arnold.

Kemudian laki-laki itu keluar dari ruang

kepala sekolah dengan tas di pundak

kanannya dan kedua tangannya di

masukan dalam saku celana.

Ia berjalan mengikuti guru di depannya, guru dengan tubuh besar dan terlihat menyeramkan.

Panggil saja Bu Susi atau anak-anak biasa

memanggilnya Bu sus.

"Ini kelasnya, mari masuk." Ajak Bu Susi

itu kemudian Devan mengikutinya di

belakang.

Suasana kelas langsung hening seperti

tidak ada kehidupan di sana.

Aluna membulatkan matanya,bia tak

percaya melihat kembali lelaki tampan itu.

"Lun dia-" bisik Dara.

"Perhatian! Diam semuanya!" Perintah Bu

Susi.

"Saya kenalkan ini teman baru kalian.

Silahkan kamu perkenalkan diri kamu"

"Nama saya Arnold Devanno,panggil saja

Devan." Devan tersenyum. Siswi-siswi di

kelas itu terus memerhatikan lelaki di

depan.

Mereka semua mengagumi lelaki itu.

"Devan, kamu duduk bersama Dito ya itu

cowok yang sendirian." tunjuk Bu Susi.

"Baik Bu." Devan melangkahkan kakinya

menuju tempat duduk yang di tunjukan.

Ia melewati beberapa bangku, termasuk

bangku Aluna. Ia melirik ke arah Aluna

dan tersenyum.

Aluna hanya diam dan menunduk, aroma

yang dulu terus ia hirup kini kembali.

Aroma yang sangat Aluna suka dari sosok

lelaki itu, aroma yang Aluna rindukan

termasuk lelaki itu.

Ia ingin memeluknya dan tak ingin

melepaskan sedetikpun. Ia sangat rindu.

Tempat duduk Aluna dengan Devan

terbilang memiliki jarak cukup dekat.

Aluna di bangku kedua sebelah kiri dan

Devan di bangku ketiga sebelah kanan.

Suasana kelas hening dan tidak ada yang

berani untuk bergerak sedikitpun. Karena

Bu Susi termasuk guru killer dan tidak

segan-segan untuk menghukum siapapun

yang melanggar aturannya.

Aluna sudah sangat pegal dari tadi hanya

duduk, ia bergerak saja tidak bisa karena

Bu Susi seperti mempunyai banyak mata.

Siapapun yang bergerak diam-diam atau

berbisik sekalipun mereka akan kena

hukuman.

Satu jam berlalu, bersyukur karena guru

akan mengadakan rapat untuk penilaian

akhir semester. Jadi jadwal hari ini hanya

dua mata pelajaran dan mata pelajaran

kedua akan dilaksanakan nanti sekitar

pukul sebelas siang.

Sebenarnya jika di aturan-aturan

sekolah, Devan tidak bisa masuk ke

sekolah karena sudah semester dua. Akan

tetapi ia merupakan anak dari ketua

yayasan sekolah ini jadi ia bebas. Tapi ia

nantinya akan ada ulangan susulan untuk

memenuhi nilai raport-nya.

Devan termasuk siswa cerdas, dari dulu ia

selalu masuk dalam peringkat lima besar.

Jadi menurutnya ini mudah untuk susulan

beberapa mata pelajaran.

"Baik anak-anak semuanya sudah

terkumpul. Selamat siang." Kemudian guru

killer itu pergi dari kelas sebelas IPA 1.

"Anjir gue pegel bangettt." teriak Laura ia

memang sudah biasa. Bahkan satu kelas

hanya Laura yang paling melengking

suaranya.

"Diem goblok sakit nih kuping gue." Sinis

Aluna, ia sudah biasa telinganya menjadi

korban Laura.

***

Istirahat kali ini akan lebih lama karena

Guru-guru sedang mengadakan rapat. Ini

adalah sebuah kebahagiaan yang di dapat

oleh murid-murid karena mereka bisa

bebas duduk di kantin selama hampir satu

jam setengah.