"Lun." Bisik Dara yang duduk di depan
Aluna karena ia melihat Lelaki bertubuh
tinggi yang berjalan ke arah mereka sambil
membawa paper bag di tangan kanannya
dan tangan kirinya di masukan ke dalam
saku celana.
"Apa! Gue emosi tau nggak! Itu manusia
bisu emang nggak bisa di andelin tau!"
Kesal Aluna bahkan sangat kesal.
"Siapa bilang nggak bisa di andelin?" Suara
berat itu terngiang di telinga Aluna. Suara
khas itu sangat Aluna kenali bahkan
hampir setiap hari ia mendengarnya
walaupun hanya sepatah kata.
Ia memejamkan matanya dan memutar
lehernya menghadap arah dari suara
itu. Perlahan ia buka dan benar, Alan lah
yang mengatakannya tadi.
"Mati gue." batin Aluna yang merutuki
kebodohannya sendiri. Seharusnya
ia melihat sekelilingnya agar tidak
tertangkap basah seperti ini.
Aluna hanya diam sedangkan Alan
langsung meletakan paper bag itu di
hadapan Aluna.
"Nggak gratis." setelah mengucapkan itu,ia
pergi begitu saja dengan kedua tangan di
masukan dalam saku.
"Kok kalian ngga bilang sih kalo
ada Alan." ia kesal juga pada kedua
sahabatnya, mereka tidak mengatakan
apapun.
"Gue udah kodein lo tadi. Lo nya aja yang
telmi!" Sinis Dara.
***
Setelah shalat Ashar Aluna membaringkan
tubuhnya di kasur empuk dan nyaman
itu. Ia memandang langit-langit
kamar, memikirkan kejadian tadi siang. Ia
mengakui jika tadi dirinya memang bodoh.
Sore-sore seperti ini membuat tingkat
kemageran Aluna meningkat. Ia enggan
melakukan apapun.
Tiba-tiba suara ketukan pintu kamar
membuat Aluna sedikit terkejut. Ia
langsung bangkit dan membuka siapa yang
mengganggu rebahannya itu.
Terlihat lelaki dengan tubuh atletis
menggunakan kaos tanpa lengan membuat
otot-otot nya terlihat jelas.
Aluna yang melihatnya gugup, ia langsung
menunduk. Hal itu membuat Alan
mengernyitkan dahinya heran.
"Lo punya utang sana gue." Ujar Alan
sambil terus menatap gadis itu.
Aluna mendongak, ia bingung sejak kapan
ia berani meminjam uang pada manusia
bisu?
"Utang apaan? Ogah gue pinjem sama
lo." Aluna memutar bola matanya malas.
"Yang tadi siang." Aluna sudah paham
dengan apa yang di katakan Alan. Alan tadi
mengatakan bahwa ia membawakan baju
olahraga Aluna tidak gratis.
"Ikut gue jogging." Kemudian Alan langsung
berlalu dari hadapan Aluna.
Walaupun jam sudah menunjukan pukul
setengah empat sore, namun matahari
masih menyinar cerah. Hal ini yang
membuat Aluna sangat malas untuk
pergi-pergi.
Mau tidak mau, ia sudah berutang Budi
karena tadi Alan sudah membawakan baju
olahraga dan menyelamatkan dirinya dari
hukuman lari lima puluh putaran.
Ia langsung mengganti pakaiannya dengan
celana training Adidas dan kaos lengan
pendek. Ia menguncir rambutnya dan
memakai sepatu Converse dominan putih.
Ia membawa slingbag untuk membawa
minum dan ponselnya.
Semuanya sudah siap,ia kemudian
keluar dari kamarnya. Menemukan Alan dengan celana training pendek dan kaos
dengan warna senada. Memakai sepatu
olahraganya berwarna senada dengan
bajunya.
Tanpa basa-basi mereka langsung keluar.
Sebenarnya Aluna sangat malas,ah
sudahlah ia sudah berulangkali mengeluh.
"Aduh Lan bentar deh gue minum dulu."
Di tengah jalan Aluna menghentikan
langkahnya, ia duduk di tepi jalan dan
meminum air mineral yang ia bawa.
"Main basket gimana?" Tanya Alan yang
duduk di sebelah Aluna, mata Aluna
berbinar. Ia sudah beberapa hari tidak
latihan basket.
"Oke gue mau." Akhirnya mereka langsung
menuju lapangan basket di dekat
kompleks.
***
Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan
berkulit putih yang menggunakan
kacamata hitam itu memasuki ruang
kepala sekolah karena ia murid baru.
"Van nanti kamu dianter sama guru
yang mau ngajar di kelas kamu ya?" Ujar
Laki-laki paruh baya dengan jas hitamnya.
"Iya pah, Devan pamit dulu." Dia adalah
Arnold Devanno putra dari Beni Arnold.
Kemudian laki-laki itu keluar dari ruang
kepala sekolah dengan tas di pundak
kanannya dan kedua tangannya di
masukan dalam saku celana.
Ia berjalan mengikuti guru di depannya, guru dengan tubuh besar dan terlihat menyeramkan.
Panggil saja Bu Susi atau anak-anak biasa
memanggilnya Bu sus.
"Ini kelasnya, mari masuk." Ajak Bu Susi
itu kemudian Devan mengikutinya di
belakang.
Suasana kelas langsung hening seperti
tidak ada kehidupan di sana.
Aluna membulatkan matanya,bia tak
percaya melihat kembali lelaki tampan itu.
"Lun dia-" bisik Dara.
"Perhatian! Diam semuanya!" Perintah Bu
Susi.
"Saya kenalkan ini teman baru kalian.
Silahkan kamu perkenalkan diri kamu"
"Nama saya Arnold Devanno,panggil saja
Devan." Devan tersenyum. Siswi-siswi di
kelas itu terus memerhatikan lelaki di
depan.
Mereka semua mengagumi lelaki itu.
"Devan, kamu duduk bersama Dito ya itu
cowok yang sendirian." tunjuk Bu Susi.
"Baik Bu." Devan melangkahkan kakinya
menuju tempat duduk yang di tunjukan.
Ia melewati beberapa bangku, termasuk
bangku Aluna. Ia melirik ke arah Aluna
dan tersenyum.
Aluna hanya diam dan menunduk, aroma
yang dulu terus ia hirup kini kembali.
Aroma yang sangat Aluna suka dari sosok
lelaki itu, aroma yang Aluna rindukan
termasuk lelaki itu.
Ia ingin memeluknya dan tak ingin
melepaskan sedetikpun. Ia sangat rindu.
Tempat duduk Aluna dengan Devan
terbilang memiliki jarak cukup dekat.
Aluna di bangku kedua sebelah kiri dan
Devan di bangku ketiga sebelah kanan.
Suasana kelas hening dan tidak ada yang
berani untuk bergerak sedikitpun. Karena
Bu Susi termasuk guru killer dan tidak
segan-segan untuk menghukum siapapun
yang melanggar aturannya.
Aluna sudah sangat pegal dari tadi hanya
duduk, ia bergerak saja tidak bisa karena
Bu Susi seperti mempunyai banyak mata.
Siapapun yang bergerak diam-diam atau
berbisik sekalipun mereka akan kena
hukuman.
Satu jam berlalu, bersyukur karena guru
akan mengadakan rapat untuk penilaian
akhir semester. Jadi jadwal hari ini hanya
dua mata pelajaran dan mata pelajaran
kedua akan dilaksanakan nanti sekitar
pukul sebelas siang.
Sebenarnya jika di aturan-aturan
sekolah, Devan tidak bisa masuk ke
sekolah karena sudah semester dua. Akan
tetapi ia merupakan anak dari ketua
yayasan sekolah ini jadi ia bebas. Tapi ia
nantinya akan ada ulangan susulan untuk
memenuhi nilai raport-nya.
Devan termasuk siswa cerdas, dari dulu ia
selalu masuk dalam peringkat lima besar.
Jadi menurutnya ini mudah untuk susulan
beberapa mata pelajaran.
"Baik anak-anak semuanya sudah
terkumpul. Selamat siang." Kemudian guru
killer itu pergi dari kelas sebelas IPA 1.
"Anjir gue pegel bangettt." teriak Laura ia
memang sudah biasa. Bahkan satu kelas
hanya Laura yang paling melengking
suaranya.
"Diem goblok sakit nih kuping gue." Sinis
Aluna, ia sudah biasa telinganya menjadi
korban Laura.
***
Istirahat kali ini akan lebih lama karena
Guru-guru sedang mengadakan rapat. Ini
adalah sebuah kebahagiaan yang di dapat
oleh murid-murid karena mereka bisa
bebas duduk di kantin selama hampir satu
jam setengah.