Suasana di warung kopi itu sangat ramai. Alan, Lio,vGibran dan Rai sudah biasa nongkrong di warung kopi itu.
"Bran lo lagi deketin anak Basket ya." celetuk Rai sambil menyeruput kopinya.
"Hah siapa?" Gibran seakan tidak tahu.
"Itu si Dara, masa lo nggak tau. Kemarin gue liat lo boncengin dia. Ngaku deh lo!" Ceplos Rai.
"Hah yang bener, si Dara anak basket? Anak IPA itu kan?" Tanya Lio bertubi-tubi.
"Bacot lo pada" Gibran merasa malu, dia memang diam-diam mendekati Kellie Adara, anak IPA 1.
"Cantik juga tuh." celetuk Lio, namun Lio mendapatkan tatapan tajam oleh Gibran.
"Sama si Aluna aja, paling tinggi kan tu anak. Cantik lagi, aduhai" Ujar Rai sambil membayangkan Aluna.
Memang Aluna sudah di kenali banyak orang, secara dia adalah siswa berprestasi. Alan yang mendengarnya langsung menyemburkan kopi yang baru saja ia minum.
"Lan lo kenapa?" Tanya Gibran yang berada di sampingnya.
"Nggak." ujar Alan singkat.
Mereka hanya ngobrol-ngobrol santai dan unfaedah. Meraka adalah sahabat dari SMP jadi sudah seperti keluarga sendiri. Soal Alan yang menyembur kopinya itu, ia hanya teringat dengan Aluna yang beberapa hari ia temui. Alan tidak bisa
mengelak, Aluna memang cantik. Ia benar-benar tidak menduga foto masa kecilnya yang terpajang rapi di dinding kamarnya itu adalah Aluna. Sang
kapten tim basket putri di sekolahnya. Cantik, memang Alan mengakui itu. Walaupun banyak wanita-wanita cantik di luar sana, termasuk Aluna. Alan masih tetap memilih Adelia Putri, pacarnya yang sudah meninggalkan sejak satu tahun yang
lalu.
Adelia memang cantik, sederhana. Itulah yang Alan sukai dari gadis itu. Di hatinya tetap terukir nama Adelia. Sekarang, esok dan selamanya.
***
Jalanan ibukota yang ramai di malam hari, terlihat pasangan sedang menikmati sate ayam di pinggir jalan. Keduanya begitu menikmati, walaupun mereka mengendarai mobil bermerk namun itu tak menjadi alasan untuk makan di pinggir jalan.
"Del, kamu suka makan disini ya?" Tanya Alan lembut pada gadisnya yang tengah menyantap makanannya.
"Iya Lan, kamu nggak suka yah?" Adel sedikit lesu, ia berfikir Alan tidak suka makan di pinggir jalan.
"Aku suka, makanannya enak. Nggak kalah sama masakan kamu." tutur Alan menampilkan senyumnya.
Alan menyayangi gadisnya, ada keunikan tersendiri. Gadis cantik, sederhana dan apa
adanya. Adel memang terlahir dari keluarga
kaya, namun ia tidak suka menghamburkan
uangnya. Menurutnya, makanan di pinggir jalan lebih nikmat. Ia sangat suka menikmati makanan dengan pemandangan kendaraan yang berlalu lalang.
"Alan kita jalan-jalan yuk, mobilnya disini aja. Aku pengen buat kenangan di jalan ini" Adel menarik tangan Alan begitu saja. Mereka berjalan santai, memandang kendaraan yang berlalu lalang. Angin malam yang menyejukkan dan genggaman hangat.
"Alan jangan pernah pergi dari Adel ya." Adel tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Iya Del, aku akan terus sama kamu. Kamu juga jangan pernah pergi." Alan membawa Adel dalam dekapannya.
"Adel selalu ada di hati Alan." ucap Adel sambil memegang dada Alan, mengisyaratkan Adel tidak pernah pergi.
***
Jalanan ibukota ramai, sama seperti satu tahun yang lalu. Dulu berdua, sekarang sendiri. Alan menghentikan motornya di tepi jalan. Jalan dimana Adel mengucapkan tidak akan pernah pergi. Adel akan selalu ada di sini, di hati Alan.
"Del, aku kangen." tetesan air mata jatuh dipipi lelaki itu.
"Katanya Adel nggak pernah pergi. Adel selalu ada." lirih Alan.
Bayang-bayang dulu, malam hari bersama gadis itu. Bayang-bayang dimana Adel dan dirinya tertawa bersama. Adel yang manja padanya, Adel yang sederhana. Ia merindukan Adelnya.
"Mas?" Suara itu mengagetkan Alan, ia langsung mengusap air matanya dan menoleh.
"Mas Alan yah? Sudah lama tidak kesini" ucap Lelaki paruh baya itu.
"Siapa ya?"
"Masa mas Alan lupa, ini saya. Tukang becak yang biasa mas Alan sama mbaknya naiki." jelas pria itu.
"Oh iya saya ingat." Alan kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Masnya sendiri? Mbaknya?" Tanya pria itu sambil melihat-lihat.
"Lagi pergi."
"Saya pergi dulu pak, permisi." ujar Alan, ia sebenarnya sudah tidak bisa menahan air matanya. Ia menginginkan Adelnya kembali. Ia tahu jika semuanya sudah takdir, namun sudah satu tahun berlalu Alan belum juga mengikhlaskannya.
Sepanjang perjalanan air mata Alan tak
henti-hentinya turun. Ia benar-benar menangis kali ini.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ia menepi untuk mengangkat telepon.
Om Aditama is calling...
"Hallo Lan"
"Iya om?"
"Ibumu sudah sadar, cepat kamu kesini" tutur Aditama di sebrang sana.
"Baik om." Alan langsung tersenyum mendengar penjelasan itu.
Ia langsung melesat jauh untuk pergi ke rumah sakit permata.
Ia berlari, ingin cepat-cepat menemui Ayu. Sampai di ruangannya, dokter Aditama sudah menunggu di sana.
"A..lan.." lirih Ayu.
"Iya mah." Alan langsung menggenggam tangan Ayu, dan duduk di sampingnya.
"Alan, ibumu belum terlalu pulih. Ini benar-benar mukjizat, jangan banyak bicara karena baru saja sadar dari koma selama kurang lebih 2 tahun. 2 hari kemudian baru kamu ajak bicara untuk
melancarkan dan latihan berjalan juga." jelas Aditama.
"Baik om." Alan sangat bahagia. Ibunya- Ayu sudah kembali.
***
"Assalamualaikum, ayah pulang." celetuk Aditama tiba-tiba.
"Waalaikumsalam, langsung makan atau mandi dulu?" Tanya Maya.
"Mandi deh, gerah. Aluna dan Burhan mana?" Tanya Aditama.
"Lagi dikamarnya, oh iya katanya Burhan lusa harus berangkat ke Amsterdam." ucap Maya. Burhan memang kuliah di sana, ia mendapatkan beasiswa kedokteran.
"Yaudah nanti ayah bicara sama dia. Mau mandi dulu."
Setelah suaminya masuk ke kamar mandi, Maya menyiapkan makanan untuk makan malam.
Maya menyediakan sayur sop, ayam goreng dan sambal pedas. Sederhana namun kehangatan keluarga yang terpenting. Ia kemudian menaiki tangga menuju kamar Burhan dan Aluna.
"Burhan, Aluna cepet turun. Kita makan malem." perintah Maya di depan kamar mereka. Kamarnya memang berhadapan.
Mereka sudah berkumpul di meja makan, makan bersama ada sesuatu hal yang sangat mereka rindukan. Karena Burhan harus berpisah dan hanya sesekali pulang.
"Ayu, sekarang sudah sadar dan keadaannya membaik." ujar Aditama tiba-tiba.
"Alhamdulillah akhirnya Ayu bisa melewati komanya." Maya sangat bersyukur jika sahabatnya itu sadar dari komanya.
"Iya alhamdulillah banget" Ucap Aluna.
"Besok kita kesana ya" ajak Maya.
"Iya bun" diangguki oleh Aluna dan Burhan.
"Aluna ke kamar dulu" pamit Aluna.
Aluna duduk di kursi belajarnya, ia memainkan ponselnya. Membuka aplikasi Instagram. Ia melirik jam dinding, 20.13.
Masih sore ternyata. Di sebelah jam dinding itu, terdapat foto 2 balita. Alan dan Aluna. Aluna kemudian berfikir untuk mencari Ig Alan.
Ia mengetik Alan, namun yang keluar bukan Alan yang ia maksud. Ia baru ingat. Lio, teman Alan itu follow dirinya.
Mengetik Lio Adnan dan mengutak-atiknya. Tak lama akhirnya ketemu.
AlanFidelyo, tidak banyak foto yang di unggah oleh Alan. Namun ada banyak foto yang mengambil perhatian Aluna. Alan terlihat ceria di samping gadis cantik itu. Tidak seperti sekarang, Aluna pun tidak menyangka Alan mempunyai pacar.
"Gila ni orang ceweknya cantik juga." tutur Aluna berbicara pada dirinya sendiri. Scroll sampai bawah, banyak foto Alan dengan gadis itu.
"Kok gue jadi kepoin si bisu sih." Aluna langsung membuang ponselnya ke kasur. Ia tidak habis pikir dengan dirinya kenapa harus mencari tahu tentang si bisu.