"Kemudian acara selanjutnya ialah Tiup
lilin,silahkan kepada yang bertugas untuk
menyiapkan." ujar perempuan dewasa yang
sebagai pembawa acara.
Acara tiup lilin dan pemotongan
kue berjalan dengan lancar. Semua
pengunjung di persilahkan untuk
menikmati berbagai hidangan yang
disajikan.
"Happy sweet Seventeen Aluna." Pelukan
Laura di sambut baik oleh Aluna. Laura
dengan dress biru tua di atas lutut
menambah kecantikan gadis itu.
"Makasih udah dateng yaaa." Balas
Aluna, ia terlihat bahagia bertemu dengan
teman-temannya.
"Happy sweet seventeen kaptenn." Ujar
Dara dengan Gibran di sampingnya.
"Kaya udah tunangan aja lo" ledek Aluna
melihat Dara dan Gibran.
"Jomblo sirik aja lo." Sinis Dara sambil
mengeratkan genggaman dengan Gibran.
"Mohon perhatian semuanya." Suara spiker
Dari arah tempat pemotongan kue tadi.
Semua pengunjung melihat ke arah
sumber suara. Mereka terlihat fokus
melihat apa yang akan pembawa acara
sampaikan. Terlihat kedua orang tua
Alan dan Aluna sudah berdiri di samping
pembawa acara.
"Kepada Mezzaluna Maharani dan Arsalan
Fidelyo untuk berdiri di tempat yang sudah
di siapkan." Ujar pembawa acara.
"Ada apaan ya?" Aluna bingung, biasanya
jika sudah tiup lilin acara akan selesai.
"Udah samperin aja paling ya mau di kado
spesial tuh." Ceplos Laura.
Kemudian Aluna dengan sangat
hati-hati karena gaun yang panjang dan
mengembang di padukan dengan hak
tinggi sekitar 8 cm.
Aluna berdiri di dekat Maya dan Alan
dengan jas biru dongker berdiri di dekat
Adam.
"Acara selanjutnya saya persilakan kepada
Bapak Adam Fidelyo." Pembawa acara itu
tersenyum pada Adam.
"Sudah 17 tahun anak saya yang pertama
ini, sudah cukup dewasa. Sekitar 25
tahun yang lalu, Ibu Alan Ayudia Fidelyo
ersama Maya ibu dari Mezzaluna
Maharani membuat ikrar. Ikrar itu harus
di tepati, karena janji adalah hutang." Jelas
Adam.
Aluna terlihat bingung dengan apa yang
di bicarakan oleh Adam, ia mendengar
perkataan Adam dengan seksama.
Sedangkan Alan? Ia hanya berdiri
mematung mendengarkan papanya
berbicara dengan pengeras suara agar
semua pengunjung mendengar.
"Setelah berunding antar keluarga, kami
sepakat pada acara ulang tahun ini akan
ada acara pertunangan Alan dan Aluna yang
sudah saya dan keluarga Bapak Aditama
runding." Semua pengunjung terkejut.
"Hah pertunangan?"
"Mereka di jodohkan?"
"Menurut gue mereka nggak pernah deket
yah?"
"Gue baru tau kalo orang tua mereka
bersahabat."
"Anjir jaman apaan nih masih ana
perjodohan."
Suara bising dari berbagai pertanyaan
para tamu undangan yang sebagian besar
adalah teman dari Alan dan Aluna.
Aluna membulatkan matanya tak
menyangka.
"Ngga mungkin! Ini mimpi." Aluna terus
menepuk pipinya, berharap ini hanya
mimpi dari tidur lelapnya.
Maya mengusap punggung Aluna, ia
mengerti jika putrinya akan terkejut
dengan hal ini.
"Bun kenapa nggak bilang dulu? Ini
mimpikan Bun?" Tanya Aluna tak percaya.
"Enggak sayang. Bunda sama Tante Ayu
udah rencanain ini semua." Maya berusaha
menenangkan putrinya.
Air jatuh dari mata indah Aluna.
Membasahi pipi yang sudah di olesi make
up dan mengalir deras jatuh ke gaun cantik
yang Aluna kenakan.
Ia sudah berpikir bahwa acara ini tidak
akan menyenangkan. Dan ini benar-benar
kacau, bukan hanya acaranya. Namun hati
Aluna juga sangat kacau.
Cincin indah sudah terpasang di jari manis
Aluna. Ia tidak menyangka jika harus
memakai cincin ini di umur yang ke tujuh
belas tahun.
Beruntung baru pertunangan buka
langsung untuk di nikahkan. Namun Aluna
tetap merasa tidak nyaman jika harus
berdekatan dengan manusia bisu. Apalagi
ada ikatan di antara mereka.
***
Semenjak pertunangan dadakan itu, Alan
semakin murung. Wajahnya terlihat
menyeramkan dari sebelumnya. Ia
sebenarnya ingin menolak pada saat
itu, tapi ia berfikir kalau Alan selalu
membantah perintah Adam. Apalagi
perintah untuk melanjutkan perusahaan
itu.
"Den Bangun sudah jam 6. Nanti
terlambat." Bi Sumi sudah berulang kali
membangunkan majikannya itu namun tak
kunjung bangun.
"Biar saya yang membangunkan bi." Kata
Ayu tiba-tiba.
"Alan bangun sayang, udah mau siang nanti
kamu terlambat. Mamah siapin Airnya
ya?" Ucap Ayu sangat lembut sambil
mengusap rambut putranya.
Alan sedikit demi sedikit membuka
matanya menyesuaikan cahaya yang
masuk. Terlihat Ayu di sampingnya
tersenyum manis.
"Mah?" Ucap Alan sambil mengucek
matanya.
"Iya kenapa?" Ayu duduk di tepi ranjang
putranya.
"Kenapa Alan harus di jodohin mah?"
Tanya Alan sambil menatap Mata Ayu
seksama.
"Maafin mamah sayang. Janji harus di
tepati"
Alan hanya mengangguk kemudian ia
berjalan gontai menuju kamar mandi.
Ia melepaskan cincin yang semalam Aluna
pasang di jari manisnya. Ia masukan pada
kalung hitam yang membuat Alan semakin
tampan jika di tampakan kalung itu.
***
"Widih yang udah tunangan. Mana
gangdengannya nih?" Ceplos Lio menepuk
pundak Alan.
Alan hanya mengangkat bahu tanda tidak
tahu, ia bahkan tidak tau nomor ataupun
akun sosial media Aluna yang kini sudah
menjadi tunangannya.
"Idupnya bahagia bener ya. Udah ganteng
dapet gebetan cantik banget . Perasaan
gue juga ganteng tapi jomblo mulu ya?"
Rai terlihat sedikit Iri pada Alan,ia sudah
menembak beberapa cewek namun di
tolak.
"Pake aplikasi pencarian jodoh aja." ujar
Lio membuat gelak tawa.
"Anjir lo!" Sinis Rai tidak suka.
"Ntar mampir ke warung mbok Ijah yuk.
Ngopi-ngopi ganteng" Ujar Gibran sambil
melepas jaket kulitnya.
"Asal lo yang bayar gue mau." Balas Lio
sambil cengengesan.
"Ogah gue traktir lo." Lio memang kalau
di traktir tidak tahu situasi dan kondisi.
Seenaknya ia mengambil berbagai macam
makanan. Padahal ia terlahir dari keluarga
kaya raya.
***
Rasa nyeri yang begitu hebat. Perut seakan
di injak-injak, mood yang sensitif dan
tingkat kemageran yang begitu tinggi.
Drtdrtdrtdrt.
Hp bergetar di atas nakas, menandakan ada
panggilan masuk.
Namun si empunya masih setia
memejamkan matanya untuk mengurangi
rasa sakit akibat haid di hari pertama.
"Ganggu gue aja!!" Mau tidak mau Aluna
harus mengangkat telepon itu takutnya
penting.
Tanpa melihat siapa si penelepon ia
langsung menekan tombol hijau.
"Heh kok lo ngga berangkat sih?! Tadi gue
tunggu di parkiran lo ngga dateng, lo bolos
ya?" Suara yang membuat telinga Aluna
sakit.
Ia langsung melihat siapa yang
menelfon, Laura ternyata.
"Biasa aja dong nggak usah ngegas!" Sinis
Aluna.
"Lagian lo ngga berangkat, gue udah nunggu
lo lama tau." Laura juga kesal, Aluna juga
tidak mengabarinya terlebih dahulu.
"Iya maap. Gue beliin kiranti dong, perut
gue sakit banget nih." Aluna seperti di
injak-injak, benar-benar sakit.
"Ogah hari ini ada MTK. Lo tau sendiri kan
gurunya gimana? Terus pulang sekolah kan
ada jadwal latihan." Balas Laura di sebrang
sana.
Aluna sekarang dirumah hanya sendiri.
Maya sedang keluar kota untuk mensurvei
cabang butiknya yang baru sedangkan
Aditama di luar kota karena tugasnya
menjadi dokter selama 2 bulan.
Ia sangat membutuhkan obat pereda nyeri
haid, namun stok pembalut pun habis jadi
Aluna tidak bisa mandi terlebih dahulu.
"Masa iya gue nggak mandi ke toko depan
sih. Ntar di sangka orang gila lagi" Ujar
Aluna pada diri sendiri.
Sebenarnya ia ingin memesan lewat
online, tapi ia tidak ada paket data untuk
membuka aplikasi. Sungguh sial hari ini.