Chereads / Kepergian Tak Akan Menghalangi Cinta / Chapter 10 - Ulang Tahun dan Pertunangan (2)

Chapter 10 - Ulang Tahun dan Pertunangan (2)

"Kemudian acara selanjutnya ialah Tiup

lilin,silahkan kepada yang bertugas untuk

menyiapkan." ujar perempuan dewasa yang

sebagai pembawa acara.

Acara tiup lilin dan pemotongan

kue berjalan dengan lancar. Semua

pengunjung di persilahkan untuk

menikmati berbagai hidangan yang

disajikan.

"Happy sweet Seventeen Aluna." Pelukan

Laura di sambut baik oleh Aluna. Laura

dengan dress biru tua di atas lutut

menambah kecantikan gadis itu.

"Makasih udah dateng yaaa." Balas

Aluna, ia terlihat bahagia bertemu dengan

teman-temannya.

"Happy sweet seventeen kaptenn." Ujar

Dara dengan Gibran di sampingnya.

"Kaya udah tunangan aja lo" ledek Aluna

melihat Dara dan Gibran.

"Jomblo sirik aja lo." Sinis Dara sambil

mengeratkan genggaman dengan Gibran.

"Mohon perhatian semuanya." Suara spiker

Dari arah tempat pemotongan kue tadi.

Semua pengunjung melihat ke arah

sumber suara. Mereka terlihat fokus

melihat apa yang akan pembawa acara

sampaikan. Terlihat kedua orang tua

Alan dan Aluna sudah berdiri di samping

pembawa acara.

"Kepada Mezzaluna Maharani dan Arsalan

Fidelyo untuk berdiri di tempat yang sudah

di siapkan." Ujar pembawa acara.

"Ada apaan ya?" Aluna bingung, biasanya

jika sudah tiup lilin acara akan selesai.

"Udah samperin aja paling ya mau di kado

spesial tuh." Ceplos Laura.

Kemudian Aluna dengan sangat

hati-hati karena gaun yang panjang dan

mengembang di padukan dengan hak

tinggi sekitar 8 cm.

Aluna berdiri di dekat Maya dan Alan

dengan jas biru dongker berdiri di dekat

Adam.

"Acara selanjutnya saya persilakan kepada

Bapak Adam Fidelyo." Pembawa acara itu

tersenyum pada Adam.

"Sudah 17 tahun anak saya yang pertama

ini, sudah cukup dewasa. Sekitar 25

tahun yang lalu, Ibu Alan Ayudia Fidelyo

ersama Maya ibu dari Mezzaluna

Maharani membuat ikrar. Ikrar itu harus

di tepati, karena janji adalah hutang." Jelas

Adam.

Aluna terlihat bingung dengan apa yang

di bicarakan oleh Adam, ia mendengar

perkataan Adam dengan seksama.

Sedangkan Alan? Ia hanya berdiri

mematung mendengarkan papanya

berbicara dengan pengeras suara agar

semua pengunjung mendengar.

"Setelah berunding antar keluarga, kami

sepakat pada acara ulang tahun ini akan

ada acara pertunangan Alan dan Aluna yang

sudah saya dan keluarga Bapak Aditama

runding." Semua pengunjung terkejut.

"Hah pertunangan?"

"Mereka di jodohkan?"

"Menurut gue mereka nggak pernah deket

yah?"

"Gue baru tau kalo orang tua mereka

bersahabat."

"Anjir jaman apaan nih masih ana

perjodohan."

Suara bising dari berbagai pertanyaan

para tamu undangan yang sebagian besar

adalah teman dari Alan dan Aluna.

Aluna membulatkan matanya tak

menyangka.

"Ngga mungkin! Ini mimpi." Aluna terus

menepuk pipinya, berharap ini hanya

mimpi dari tidur lelapnya.

Maya mengusap punggung Aluna, ia

mengerti jika putrinya akan terkejut

dengan hal ini.

"Bun kenapa nggak bilang dulu? Ini

mimpikan Bun?" Tanya Aluna tak percaya.

"Enggak sayang. Bunda sama Tante Ayu

udah rencanain ini semua." Maya berusaha

menenangkan putrinya.

Air jatuh dari mata indah Aluna.

Membasahi pipi yang sudah di olesi make

up dan mengalir deras jatuh ke gaun cantik

yang Aluna kenakan.

Ia sudah berpikir bahwa acara ini tidak

akan menyenangkan. Dan ini benar-benar

kacau, bukan hanya acaranya. Namun hati

Aluna juga sangat kacau.

Cincin indah sudah terpasang di jari manis

Aluna. Ia tidak menyangka jika harus

memakai cincin ini di umur yang ke tujuh

belas tahun.

Beruntung baru pertunangan buka

langsung untuk di nikahkan. Namun Aluna

tetap merasa tidak nyaman jika harus

berdekatan dengan manusia bisu. Apalagi

ada ikatan di antara mereka.

***

Semenjak pertunangan dadakan itu, Alan

semakin murung. Wajahnya terlihat

menyeramkan dari sebelumnya. Ia

sebenarnya ingin menolak pada saat

itu, tapi ia berfikir kalau Alan selalu

membantah perintah Adam. Apalagi

perintah untuk melanjutkan perusahaan

itu.

"Den Bangun sudah jam 6. Nanti

terlambat." Bi Sumi sudah berulang kali

membangunkan majikannya itu namun tak

kunjung bangun.

"Biar saya yang membangunkan bi." Kata

Ayu tiba-tiba.

"Alan bangun sayang, udah mau siang nanti

kamu terlambat. Mamah siapin Airnya

ya?" Ucap Ayu sangat lembut sambil

mengusap rambut putranya.

Alan sedikit demi sedikit membuka

matanya menyesuaikan cahaya yang

masuk. Terlihat Ayu di sampingnya

tersenyum manis.

"Mah?" Ucap Alan sambil mengucek

matanya.

"Iya kenapa?" Ayu duduk di tepi ranjang

putranya.

"Kenapa Alan harus di jodohin mah?"

Tanya Alan sambil menatap Mata Ayu

seksama.

"Maafin mamah sayang. Janji harus di

tepati"

Alan hanya mengangguk kemudian ia

berjalan gontai menuju kamar mandi.

Ia melepaskan cincin yang semalam Aluna

pasang di jari manisnya. Ia masukan pada

kalung hitam yang membuat Alan semakin

tampan jika di tampakan kalung itu.

***

"Widih yang udah tunangan. Mana

gangdengannya nih?" Ceplos Lio menepuk

pundak Alan.

Alan hanya mengangkat bahu tanda tidak

tahu, ia bahkan tidak tau nomor ataupun

akun sosial media Aluna yang kini sudah

menjadi tunangannya.

"Idupnya bahagia bener ya. Udah ganteng

dapet gebetan cantik banget . Perasaan

gue juga ganteng tapi jomblo mulu ya?"

Rai terlihat sedikit Iri pada Alan,ia sudah

menembak beberapa cewek namun di

tolak.

"Pake aplikasi pencarian jodoh aja." ujar

Lio membuat gelak tawa.

"Anjir lo!" Sinis Rai tidak suka.

"Ntar mampir ke warung mbok Ijah yuk.

Ngopi-ngopi ganteng" Ujar Gibran sambil

melepas jaket kulitnya.

"Asal lo yang bayar gue mau." Balas Lio

sambil cengengesan.

"Ogah gue traktir lo." Lio memang kalau

di traktir tidak tahu situasi dan kondisi.

Seenaknya ia mengambil berbagai macam

makanan. Padahal ia terlahir dari keluarga

kaya raya.

***

Rasa nyeri yang begitu hebat. Perut seakan

di injak-injak, mood yang sensitif dan

tingkat kemageran yang begitu tinggi.

Drtdrtdrtdrt.

Hp bergetar di atas nakas, menandakan ada

panggilan masuk.

Namun si empunya masih setia

memejamkan matanya untuk mengurangi

rasa sakit akibat haid di hari pertama.

"Ganggu gue aja!!" Mau tidak mau Aluna

harus mengangkat telepon itu takutnya

penting.

Tanpa melihat siapa si penelepon ia

langsung menekan tombol hijau.

"Heh kok lo ngga berangkat sih?! Tadi gue

tunggu di parkiran lo ngga dateng, lo bolos

ya?" Suara yang membuat telinga Aluna

sakit.

Ia langsung melihat siapa yang

menelfon, Laura ternyata.

"Biasa aja dong nggak usah ngegas!" Sinis

Aluna.

"Lagian lo ngga berangkat, gue udah nunggu

lo lama tau." Laura juga kesal, Aluna juga

tidak mengabarinya terlebih dahulu.

"Iya maap. Gue beliin kiranti dong, perut

gue sakit banget nih." Aluna seperti di

injak-injak, benar-benar sakit.

"Ogah hari ini ada MTK. Lo tau sendiri kan

gurunya gimana? Terus pulang sekolah kan

ada jadwal latihan." Balas Laura di sebrang

sana.

Aluna sekarang dirumah hanya sendiri.

Maya sedang keluar kota untuk mensurvei

cabang butiknya yang baru sedangkan

Aditama di luar kota karena tugasnya

menjadi dokter selama 2 bulan.

Ia sangat membutuhkan obat pereda nyeri

haid, namun stok pembalut pun habis jadi

Aluna tidak bisa mandi terlebih dahulu.

"Masa iya gue nggak mandi ke toko depan

sih. Ntar di sangka orang gila lagi" Ujar

Aluna pada diri sendiri.

Sebenarnya ia ingin memesan lewat

online, tapi ia tidak ada paket data untuk

membuka aplikasi. Sungguh sial hari ini.