Mobil BMW merah itu berhenti di depan rumah megah Ayu yang tak lain rumah Alan.
"Silahkan masuk, sudah di tunggu nyonya." sapa perempuan paruh baya yang tak lain adalah bi Sumi.
"Assalamualaikum." Sapa Aditama.
"Waalaikumsalam, ini Aluna May?" Tanya Ayu sambil memegang lengan Aluna.
"Iya Yu. Mana Alan?" Mata Maya menyapu seluruh ruangan melihat kehadiran Alan, anak Ayu.
"Lagi di kamarnya. Bi tolong panggilkan Alan yah" Perintah Ayu pada bi Sumi.
"Baik nyonya." Bi Sumi langsung naik tangga menuju kamar Alan.
"Silahkan duduk dulu."
"Eh itu Alan" Aditama menunjuk Alan sedang berjalan ke ruang tamu.
Kemudian Alan menyalami Aditama dan Maya, ia tidak berbicara apapun. Hanya tersenyum tipis.
"Alan ajak Aluna pergi ya, terserahh kamu kemana. Masa iya dia sendirian, kita mau ngobrol-ngobrol. Mamah mau kangen-kangenan sama Tante Maya." Ujar Ayu sambil melihat wajah putranya itu.
"Aluna ikut Alan dulu ya." Ayu tersenyum pada Aluna.
"Bun." Aluna melihat Maya, ia tidak mau ikut dengan si bisu itu.
"Sudah sana kamu ikut Alan. Bunda sama ayah mau ngobrol masa kamu ikut-ikutan nanti jadi kaya ibu-ibu." Maya mengusap rambut Aluna.
Kemudian Aluna bangkit dari duduknya dan mengikuti Alan.
"May kita jadi untuk rencana waktu itu?" Tanya Ayu ketika Aluna dan Alan sudah tidak berada di situ lagi.
"Aku si setuju-setuju aja. Lagian mereka satu tahun lagi lulus kan, nah habis lulus kita Adain pernikahannya." Jelas Maya.
"Tapi untuk sementara waktu kita jangan bilang dulu ke mereka, takutnya mereka menolak atau gimana. Kita deketin dulu aja." Kata Aditama.
***
Aluna menyenderkan kepalanya menghadap ke arah jendela. Melihat Kendaraan berlalu lalang. Tidak ada yang membuka suara, mereka saling diam dan fokus pada pandangannya masing-masing.
"Alan." Tiba-tiba Aluna membuka suara.
"Hm." Hanya itu jawaban Alan.
"Kita mau kemana?" Tanya Aluna.
"Ngga tau." Alan benar-benar tidak bisa mengeluarkan kata lebih dari 5. Itu pikir Aluna.
"Gue gabut nih." kesal Aluna karena dari tadi tidak sampai-sampai ke tempat tujuan.
"Kok berhenti" Tiba-tiba Alan memberhentikan mobilnya di depan rumah makan sederhana.
"Gue laper." Setelah mengucap itu Alan langsung turun tanpa menunggu jawaban dari Aluna.
"Kebiasaan gue ditinggal mulu!" Gerutu Aluna.
Mereka kemudian masuk. Menu makanan di tempat itu semua makanan Indonesia. Setelah pesanan datang, mereka memakannya dengan keheningan. Sampai makanan habis pun tidak ada yang membuka suara.
Drtdrtdrtdrt.
"Halo?"
"Iya Bun kenapa?"
"Kamu lagi dimana?" Tanya Maya.
"Ini lagi makan Bun." Balas Aluna sambil melirik Alan.
"Bunda sudah pulang, kamu diantar Alan aja ya." ujar Maya.
"Yah kok gitu sih." Aluna benar-benar malas jika harus bersama Alan terus menerus.
"Udah nggapapa, hati-hati sayang."
Kemudian sambungan terputus.
"Anterin gue pulang." ketus aluna,ia kesal sangat kesal. Ia sudah bersikap baik pada Alan namun Alan masih saja acuh padanya.
***
Alan sudah berada di warung mbok Ijah, warung yang biasa dijadikan tempat berkumpul bersama teman-temannya.
"Kamu sendirian Lan?" Tanya mbok Ijah dengan nada medoknya sambil membawa kopi hitam pesanan Alan.
"Iya mbok, nanti yang lain juga dateng." Balas Alan sambil menyalakan rokoknya.
Deru motor teman-temannya terdengar oleh Alan, mereka memarkirkan motornya di depan warung mbok Ijah.
"Widih sendirian aja nih." Lio duduk di kursi kayu sebelah Alan.
"Mbok kopi biasa." ujar Gibran yang sudah duduk di depan Alan.
"Mbok Ini cabenya nggak ada. Nggak enaklah makan bakwan ngga pake cabe." Kata Lio tidak enak namun ia tetap melahapnya seperti orang kelaparan.
"Ini mas, tadi mbok baru beli." Mbok Ijah menyodorkan mangkuk berisi cabe rawit.
"Pantes omongan lo suka pedes" Celetuk Gibran sambil menyeruput kopi yang sudah di buatkan oleh mbok Ijah.
"Gue laper. Mbok pesen mie rebus kasih telur mata ayam." Teriak Lio karena mbok Ijah sedang berada di belakang.
"Mata sapi anjir bukan mata ayam." Gibran menoyor Lio. Memang sahabatnya ini sedikit tidak waras.
"Sapi itu melahirkan bukan bertelur." Balas Lio sambil melirik Gibran sinis.
"Semerdeka lo." Balas Gibran.
"Rai mana kok nggak ke sini?" Tanya mbok Ijah sambil membawa pesanan Lio.
Mereka memang sudah terbiasa kumpul-kumpul di sini, jadi mbok Ijah sudah tahu betul mereka.
"Itu mbok biasa anak muda" Lio mengaduk mie pesanannya.
"Lagi tidur apanya yang anak muda. Semua orang juga tidur kali!" Ujar Gibran sinis.
Mbok Ijah dan Alan hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan 2 cowok itu.
***
"Yah kalo ulang tahun Aluna nggak usah di rayain nggak papa deh." Ujar Aluna yang duduk di sebelah Maya di ruang keluarga.
"Dirayain aja,bareng sama Alan." balas Aditama sambil menyeruput teh panasnya. Mata Aluna membulat sempurna, mimpi apa semalam jika ia harus merayakan ulang tahunnya bersama manusia bisu itu.
"Nggak Yah. Aluna nggak mau masa sama si
bisu!" Protes Aluna.
"Ngga baik panggil orang kaya gitu namanya itu Alan, nanti kalo Tante Ayu denger kamu bisa di marahin lho."
"Alan sama kamu kan ulang tahunnya di tanggal yang sama,jadi ya kalo di barengi nggak masalah." Jelas Maya sambil mengusap rambut Aluna.
"Bunda sama Tante Ayu udah siapin semuanya, jadi kamu tinggal terima beres aja." ujarnya lagi.
"Aluna ke kamar dulu" wajah Aluna murung, ia bangkit dari tempat duduknya dan menaiki tangga menuju kamar tidurnya.
"Masa iya gue harus sama manusia bisu itu. Idih ogah banget mimpi apa ya semalem."
Aluna sudah membayangkan jika pestanya nanti tidak menyenangkan, dunia memang sempit. Ia berfikir jika Alan teman kecilnya itu adalah laki-laki yang humoris seperti Burhan namun siapa sangka dia adalah Alan si bisu yang sudah terkenal di
sekolahnya.
Abang Burhan is calling...
"Hai Lun." suara di seberang sana.
"Iya." balas Aluna sambil berjalan menuju balkon.
"2 hari lagi kamu ulang tahun kan, Abang udah siapin kado spesial. Udah Abang kirim ya."
"Widih abangkuuuu makasiiihhhh baik banget deh." Lebay Aluna, memang Burhan bisa membuat mood Aluna kembali.
"Lebay lo"
"Eh iya ngadain pesta nggak nih?" Tanya Burhan serius.
"Iya bang katanya, tapi lo tau ngga? Pestanya di barengi sama si manusia bisu itu bang. Gue ogah banget tau, gue ngga kebayang deh kalo nanti pestanya ngga semeriah tahun lalu. Aduh gue
malu banget sama temen-temen, apa lagi temen-temen basket pasti mereka dateng.
Gue yakin mereka bakal ngira yang enggak-enggak." ucap Aluna panjang lebar.
"Adek gue yang tersayang, gak papa lagi kalo
di barengi. Nih ya siapa tau jodohkan? Nanti kan jadi satu sekolah bisa dateng semua. Jadi rame tau." Burhan berusaha menenangkan adiknya itu.
"Tau ah lo mah gitu. Amit-amit gue punya
laki modelan es batu gitu. Ihh mending gue
jomblo aja deh." ujar Aluna bergidik ngeri.
"Dikasih yang ganteng kaga mau. Awas lo entar di kasih modelan kaya si Boni rasain." Burhan terkekeh geli, adiknya ini sangat lebay dan berfikir terlalu jauh.
"Idih ogah gue mah." Boni adalah laki-laki seumuran Aluna yang tempat tinggalnya berdekatan dengan Aluna.
"Udah ya gue mau ngumpul nih sama temen-temen." Ujar burhan.
"Yaudah." sambungan terputus.