Chereads / I'm (NOT) Yours [Indonesia] / Chapter 16 - Sergapan Tak Terduga

Chapter 16 - Sergapan Tak Terduga

Pagi ini, Giavana berencana untuk beraktivitas jogging di GOR dekat kompleks perumahannya. Dia memakai celana pendek kolor dari bahan fleece yang sedang menjadi tren belakangan ini, dipadu atasan kaos katun pas badan sepinggang. Dia terlihat manis dan memikat.

Celana warna merah marun dipadu kaos hitam polos tanpa lengan, sungguh kontras menonjolkan kehalusan kulit cerah Giavana.

Tak pelak, ketika Bu Jena melihatnya langsung mengerutkan dahinya. "Hendak ke mana, Va? Tumben pagi begini sudah bangun."

Menoleh ke ibunya, Giavana menjawab, "Ohh, hanya jogging biasa, kok Ma. Di GOR dekat sini." Ia sambil memakai sepatu kets warna merah yang terlihat serasi dengan celana pendeknya.

"Dengan celana gemas dan kaos ketat begitu?" Sang ibu masih mengerutkan dahi ditambah wajah kurang berkenan.

"Celana apa, Ma?" Giavana sampai harus bertanya, takut salah dengar.

"Celana gemas."

"Kok celana gemas, sih Ma?"

"Iya, itu sebutan celana yang kamu pakai. Celana yang katanya bikin gemas hati cowok-cowok."

Mulut Giavana ternganga sekejap sebelum akhirnya tertawa geli. "Ahahaha! Celana gemas? Membuat gemas hati cowok? Pfftt! Ada-ada saja orang jaman kini kalo kasi sebutan, tsk!"

"Maka dari itu, mending kamu ganti saja dengan celana lainnya yang tidak sependek itu." Bu Jena sebenarnya hanya khawatir saja, takut putri bungsunya kenapa-kenapa di luar. Namanya juga seorang ibu ke anak perempuannya yang masih lajang.

"Begini saja ah, Ma. Enak pakai yang begini untuk jogging, nggak menghalangi gerakan kaki. Kaosku ini juga nyaman untuk dipakai jogging. Aku sering begini kalau jogging di Aussie, Ma. Tenang saja." Giavana menepuk lembut lengan ibunya, berusaha menenangkan hati Bu Jena.

"Nanti kamu diserang orang asing, bagaimana? Kadang orang-orang itu sering menyalahkan pakaian perempuan kalau ada tindakan asusila." Bu Jena masih khawatir karena maraknya pelecehan perempuan di luar rumah.

"Memangnya ada yang begitu di sini, Ma? Menyalahkan baju perempuan kalau ada tindakan asusila?" Agak terkejut juga Giavana. Selama dia di Australia, dia tak pernah menemukan pelecehan apapun terlepas seperti apa pakaian yang dia kenakan di luar.

"Ishh, kau ini kurang baca sosmed, yah?" Bu Jena mencubit pelan lengan putrinya.

"Tenang saja, Ma. Aku ini kan latihan taekwondo. Kalau ada yang nekat macam-macam, aku tonjok bijinya ntar!" Setelah itu, Giavana tak mau dihambat lebih lama oleh ibunya dan lekas mengecup pipi Bu Jena sebelum berlari ke pintu utama. Tak lupa dia menyambar sepeda yang ada di garasi. Jarak antara GOR dan rumahnya terbilang sangat dekat, tak perlu sampai mengeluarkan motor ataupun mobil bekas ayahnya dulu. Terlalu memakan waktu. Dia tak ingin kehilangan sinar hangat pagi hari.

Karena ini hari Minggu, ada banyak orang yang memenuhi jalanan kompleks menggunakan sepeda beserta kostum olahraga. Banyak yang satu tujuan dengan Giavana.

Karena penampilan Giavana, banyak mata tertuju padanya, ada yang berpandangan nakal, ada juga yang seperti iri melihat begitu serasinya kostum Giavana. Tentu yang terakhir itu adalah pandangan para ibu-ibu yang tubuhnya mulai melar kurang berbentuk lagi sejak melahirkan. Mereka khawatir mata suami mereka akan mencuri pandang ke Giavana.

Tak sampai 20 menit, sepeda Giavana sudah tiba di GOR. Tempat itu masih seramai yang dulu dia tahu.

Setelah memarkirkan sepeda di tempat yang diharuskan, Giavana mulai berjalan cepat menuju area jogging. GOR ini merupakan bangunan cukup luas yang bisa dipakai untuk beberapa kegiatan olahraga, dari track sepeda, track untuk jogging, senam dan untuk sepatu roda di bagian luar. Sedangkan di gedung dalam, bisa dipakai untuk voli, basket, ataupun futsal.

Sesampainya di track jogging, Giavana mulai berlari-lari kecil dulu sambil melakukan peregangan sebagai pemanasan. Sejak dulu dia menyukai kegiatan jogging dan akan melakukannya kapanpun ada waktu luang di akhir pekan.

Setelah satu putaran berlari kecil, dia memulai lari agak cepat di putaran kedua.

Track jogging di GOR ini sebenarnya memutari gedung besar.

Dengan wajah penuh semangat, Giavana mulai berlari dengan giat meski tidak ingin terburu-buru melakukan sprint. Dia lebih suka lari secara konstan dan stabil saja.

Putaran demi putaran mulai dijalani hingga tiba di putaran keenam, tubuhnya mulai hangat dari sinar mentari pagi dan panas tubuhnya sendiri yang mulai berkeringat.

Rambut kunci kuda tinggi Giavana bergoyang-goyang ke kanan dan kiri ketika dia berlari. Ia terlihat menarik meski keringat kian meleleh di sepanjang tulang wajahnya.

Ketika dia sedang berlari di area cukup sepi di belakang gedung, mendadak saja ada lelaki yang berlari menjajarinya.

Giavana terkejut, terlebih-lebih ketika mengetahui bahwa lelaki itu adalah Ren. Ia segera saja menghentikan laju kakinya untuk menatap kaget ke sang mantan. "Kamu! Ngapain kamu sampai ke sini? Menguntit, heh?" Dia jadi teringat kelakuan Ren di Aussie dulu usai diputuskan, Ren menjadi seorang penguntit yang meresahkan. Kenapa Giavana tidak mengantisipasi ini! Tapi sudah terlambat.

Ren ikut berhenti di samping Giavana dan menjawab, "Aku kebetulan sedang lari di sini juga."

"Apa kamu nggak pernah upgrade skill bohongmu? Receh nian alasanmu." Giavana memutar bola matanya dengan pandangan kesal. Dia hendak berlari meninggalkan Ren. Tak ada manfaat baik jika terlalu lama berduaan saja dengan lelaki itu.

Namun, baru saja Giavana hendak melanjutkan larinya, tangan Ren sudah menangkap lengan ramping Giavana, menyebabkan gadis itu tertahan.

"Jangan pergi dulu." Ren berucap.

Mata sinis Giavana menatap tangan Ren di lengannya. "Ada hak apa kamu pegang-pegang aku?" Segera setelah ucapan sengit itu keluar, Giavana menghentakkan lengannya sehingga terbebas dari cengkeraman Ren.

"Va, pakaian kamu terlalu pendek dan provokatif." Ren seakan mengabaikan ucapan pedas Giavana dan justru berbelok mengenai outfit yang dikenakan Giavana.

"Apa hak kamu mengomentari pakaian aku? Kamu sama sekali udah nggak punya hak, jadi tolong posisikan statusmu yang benar dan tepat." Giavana sedikit mendelik tajam untuk menunjukkan pada Ren bahwa dia tidak bisa ditindas lelaki itu. Meski dia sebenarnya gemetaran, tapi Ren tak boleh tahu.

Tak ingin bercengkerama dengan si mantan yang sesungguhnya membuat dia gentar, Giavana melanjutkan larinya.

Namun, belum sampai langkah kesekian, lengannya sudah ditarik lagi dan kini malah tubuhnya diseret masuk ke pelukan Ren. Mana mungkin dia tidak memberontak? "Heh! Lepas! Lepas!"

Ren justru menjawab, "Va, aku kangen kamu. Aku sungguh kangen kamu. Udah lama banget aku ingin begini lagi ama kamu." Kalimat tak tahu malu Ren meluncur mulus dari mulutnya sembari dia tetap mempertahankan tubuh ramping Giavana di pelukannya.

Giavana tak sudi diperlakukan demikian meski seindah apapun ucapan Ren barusan. Jikalau itu sebelum putus, mungkin Giavana akan terbuai dan menentramkan dirinya dalam pelukan Ren, namun sekarang semua sudah berbeda! "Lepasin aku, sialan! Lepas! Gak sudi! Gak perlu kangen aku!"

Ren makin gemas akan berontakan Giavana dan dia malah mencengkeram pipi gadis itu, hendak memaksakan ciumannya.

Bu Jena mengkhawatirkan putrinya diapa-apakan orang asing di luar sana? Dia kini justru sedang dilecehkan orang yang Beliau kenal!