Clara sudah hampir pingsan karena tenaganya di kuras ketika kedua tangannya memeluk lelaki yang tiba-tiba mengamuk karena takut dengan suara pencukur electic.
" tenang ... Bark !!! ayo tenang. " sambil terengah, tubuhnya terpelanting-pelanting mengikuti gerakan brutal lelaki itu.
ia diam, Clara sempat bingung.
" Bark its ok?? ... " ia berbisik dibalik punggung lelaki dan barulah Clara sadar jika lelaki itu sangat kurus, sudah seperti kulit yang membalut tulang.
" Auuuu....wuff...wuff.. " tiba-tiba lelaki itu melolong.
semua yang berada dalam ruangan itu reflek memandangi Clara dan lelaki itu.
James yang terduduk di bangku khusus menunggu pun sontak berdiri.
sungguh lolongan yang keluar dari mulutnya sangat mirip seekor anjing, jika bukan terjadi didepan mata mungkin orang-orang itu akan menyangka bahwa itu adalah suara serigala.
James memukul kepala Clara, " bodoh ! kenapa menyuruh menyalak. " suaranya ditahan.
" kenapa kau memukul ku?... itu nama yang bagus. " Clara tidak mau kalah.
Lelaki itu mengendus-endus, kemudian kembali menyalak pelan.
" maaf, dia memang sedang agak terganggu... lihat saja penampilannya. " James gugup menjelaskan.
" lihat rambutnya, kami kesini hanya ingin merapikan rambutnya lalu pergi. itu saja.. " kali ini nada bicaranya agak kasar.
" kalau memang seperti yang kamu bilang ! dia terkena gangguan jiwa, apa tidak berbahaya membawanya ketempat umum?... "
pertanyaan yang sulit dijawab James.
" tentu saja kami melakukan pertimbangan ini dan itu, dan saat kami menemukan seseorang yang bisa menenangkan dia... " James menunjuk Clara.
" kami membawanya hanya untuk merapikan diri saja, setelahnya kami akan pergi. " James merasakan keringat dingin keluar.
Clara yang gemas melihat James bertele-tele, maju kedepan.
" berapa yang harus kami bayar untuk membuatnya lebih baik." ia buka tas tangannya yang kebetulan menggantung dibahunya dan mengeluarkan sejumlah uang yang lumayan besar jumlahnya.
Secara mendasar dia paham jika tidak semua hal bisa ia beli atau ia miliki dengan mengeluarkan uang, tetapi untuk orang-orang dihadapannya sekarang adalah sebuah pengecualian.
dia sudah hapal ciri orang yang bertele-tele, pada intinya adalah uang.
" ini cukupkan untuk membayar kalian? ... " dengan gaya congkak ia lempar sejumlah uang dalam genggaman itu kedepan muka orang-orang dihadapannya.
dan sepersekian detik benar saja, riak wajah mereka menjadi sumringah dan ramah kepada mereka bertiga bahkan dengan sukarela memberikan pelayanan VVIP.
" ini mudahkan? ... " Clara melirik James dengan segores senyum congkak yang tertinggal.
" hah ... terserah nona saja. " James mengikuti, sejujurnya dia kurang nyaman dengan perilaku nona mudanya yang satu ini, tetapi untuk kejadian kali ini dia memaklumi.
***
Angelica sudah terbiasa melihat ibunya gusar menanti kepulangan adiknya Clara, hanya saja kali ini dia tergelitik untuk bertanya satu hal.
" ibu mengkhawatirkan Clara atau pertunanganku? ... "
nyonya Dominique berhenti dan menatap Angelica, " ada apa? .... mengapa kau bertanya seperti itu, Angel? ... "
" heran saja... ibu tahu kalau Clara sering melakukan hal semacam ini, tapi kenapa ibu masih gusar saja seperti tidak mengenal anak sendiri. " Angelica menatap dirinya kembali dalam cermin.
nyonya Domibique tertawa keras sekali dan itu semakin membuat Angelica mengernyitkan dahi.
" apa anak ibu cemburu?... hmmm. " nyonya Dominique terdiam, dia duduk bersebelahan dengan Angelica kali ini memandangi puteri sulungnya dengan riak yang masih nampak bahagia, ada bekas gurat senyum di bibirnya.
" kalian sama-sama anak ibu, jika salah satu dari kalian menghilang tentu ibu juga akan cemas. "
" tapi, adik mu ini berbeda... apa kamu lupa? " Nyonya Dominique terdiam sebentar, memikirkan kata yang pas agar sulungnya tidak semakin cemburu.
" setiap dia kembali dari bermain atau berkunjung ke suatu tempat, dia akan membawa luka di badan atau dia akan melakukan hal gila diluar sana?.. "
Angelica memikirkan kata ibunya, benar juga memang adiknya selalu saja ada hal-hal aneh yang terjadi padanya.
membuat seisi rumah gaduh bahkan sampai berlarut-larut.
Akhirnya, Angelica tersenyum sendiri membayangkan kehebohan yang dilakukan Clara.
bagaimana Clara pulang dengan pakaian penuh lumpur, ternyata ia habis tercebur kubangan lumpur usai mengejar buruannya, seekor kelinci di taman belakang.
dan yang paling di repotkan dengan kejadian itu tentu saja James.
pria dewasa yang selalu mengekor kemana pun Clara pergi.
kadang ia kasihan tetapi sepertinya James dan Clara menikmati petualangan mereka.
***
Lelaki kurus itu menatap lekat Clara yang sedang dipotong rambutnya.
akhirnya, setelah perdebatan yang hampir terjadi keributan antara James dan Clara siapa yang akan di potong ramutnya, sebagai contoh kepada lelaki itu bahwa potong rambut tidak akan menyakiti.
***
" mau seberapa pendek lagi rambut yang mau di pangkas? .... " James tidak mau mengikuti peemintaan Clara walau ia kalah taruhan suit.
dimana jika kalah harus potong rambut sebagai contoh untuk lelaki kurus gimbal yang mereka bawa ke salon hari ini.
" oke .... " Clara malu juga jadi bahan tontonan dan memilih mengalah untuk memangkas rambut.
" tolong potong rambut ku seperti ini. " Clara menunjukan sebuah foto lama yang ia selalu simpan dalam saku kemana pun pergi.
sebuah foto wanita yang memangkas rambutnya menjadi pendek ala demi moore saat bermain film gohst.
James tidak mau banyak berdebat sebelun nona mudanya berubah pikiran.
***
Dan setelah melakukan kekacauan di sejumlah tempat, disinilah mereka bertiga menghabiskan sore.
berjalan beriringan dengan penampilan baru, Clara tak berhenti bersenandung sambil menggandeng lelaki kurus itu, dia puas dengan potongan rambutnya.
di salah satu pedagang makanan, pria itu tercenung memandangi dengan tatapan bernafsu sekaligus sedih.
" kamu lapar?! .... " Clara bertanya, dan lelaki itu hanya diam menatap ke Clara.
" ayo James! belikan kami makanan, kami belum makan dari siang. " Clara menatap dengan tatapan memelas.
" apa harus uang ku?.... "
" ayolah, traktir kami. uang ku habis untuk pangkas rambut. "
" baiklah .... "
Clara mendengar persetujuan langsung berlari ke salah satu pedagang kaki lima yang menjajakan makanan.
dan Clara memilih pedagang yang menjual makanan utama dan tanpa sungkan langsung membeli dengan lauk yang beraneka ragam.
ikan goreng, ayam goreng, tahu, tempe serta sambal dan memesan dengan semangkuk sop bening yang berisi beraneka sayur serta ceker ayam.
" kamu harus cicipi ini ... di tempat mu, kamu biasa makan apa? ... " Clara memulai pembicaraan.
James sudah mengambil tempat untuk mereka bertiga, sebuah tempat beralaskan tikar ditemani cahaya rembulan dan kelap-kelip lampu kota.
" woah ... bagus kan !! " Clara menunjuk deretan lampu pencakar langit yang berdiri saling mengapit.
sudah bukan hal asing jika kota berpenduduk padat seperti ini akan menjadi terang benderang dimana lampu saling menyorot.
Dan hal itu sangatlah luar biasa bagi lelaki yang terbiasa beraembunyi di hutan berteman cahaya rembulan dan bintang.
sejak pagi tadi, ini adalah kali pertama dia menghabiskan malam di tempat seramai ini dan tanpa diliputi ketakutan.
***