"Eunggh." Claris berhasil menjauhkan Javier. Cukup menggelitik sedikit, Javier bergerak mengaruk bagian tubuh. Kesempatan itu Claris pakai menjauhkan diri.
Bruk.
Clari mengusap bokong indah dan cantiknya mendarat di lantai. Umpatan mulus keluar. Claris mengusap bokong.
"Aish."
Claris menatap penuh benci ke Javier. "Awas, aku sumpahin kamu jatuh lebih buruk dariku." Tangan Claris terangkat seolah mumukul Javier. Hanya saja cuma tertahan di udara.
"Aku harus melakukan sesuatu," ucap Claris.
"Oke." Bersamaan dengan ucapan, Claris bangkit setelahnya merenggangkan tubuh.
Ekor mata Claris menatap Javier. "Aku gak bisa masak. Buat dia keracunan pasti seru," celutuk Cla.
"Toh ini rumah Daddy," lanjut Claris.
Tanpa rasa malu, Claris membuka kenop pintu. Terkunci. Anak kunci bergantung di situ, lebih mudah Claris melanjutkan niat.
Langkah demi langkah Claris ayunkan.
"Ehem."
Claris berbalik. Sekali berbalik, matanya bertemu pandang dengan milik Yanuar.
Muncul sebuah pertanyaan besar di otak Claris. Bagaimana bisa Yanuar di rumah family Yunan!?
***
"Jadi begitulah."
"Aku tidak percaya," pungkas Cla. Mata menatap awas Yanuar dari atas sampai bawah. Bukan hanya kebohongan yang Cla cari, akan tetapi lebih. Sekalian Cla menelisik penampilan Yanuar.
"Penampilanmu mengatakan segalanya. Tidak ada satu pun orang punya hubungan dekat dengan seseorang sampai terlihat seperti anak angkat."
Yanuar terkekeh. Games ingin menggoda Cla lebih lanjut. "Maksudmu Javier?"
Urat leher Cla mencuat, ia tak suka ada orang asing menghina Javier. Saat harga diri Javier disentil, sama artinya harga diri Cla diinjak-injak.
Tak ingin memperpanjang, Cla mengangkat bahu acuh. "Minggir aku mau buat sarapan."
"Ku dengar kau tidak bisa memasak. Oh, satu lagi. Kau tidak seharusnya di sini."
Abai, cuek bebek, dan acuh. Cla tak anggap keberadaan Yanuar, tangan Cla telaten menyiapkan barang untuk masak.
"Ingatanku kuat, pernah sesekali aku lihat video memasak. Aku ingin mencobanya."
Terdengar suara kekehan. "Kau tidak 'bermain' aneh dengan Javier, kan?"
Begini nih yang namanya privasi diserang. Claris tak akan biar orang lain ikut campur terlalu jauh. Jangankan orang lain, Mrs Clo pun sudah mulai Claris batasi.
"Bukan urusanmu," ucap Cla cuek.
Sret. Yanuar cepat menghindar, salah bergerak sedikit, ia harus rela salah satu bagian tubuh tertusuk pisau.
Yanuar mendekat ke Claris tiba-tiba. Gerakan Claris murni ingin melindungi diri.
"Shit." Claris mengumpat.
Claris tak berniat membunuh. Menjaga diri pun tak harus sekuat itu. Claris serba salah, secepat yang ia mampu, cepat-cepat membantu Yanuar.
Tangan Yanuar terluka. Sekedar goresan. Sekecil apapun itu tetap saja Claris merasa bersalah.
"Idoit, camkan ini baik-baik. Jangan mengangguku saat aku memegang benda tajam. Apalagi kalau aku sedang waspada."
Tanpa dosa, Yanuar terkekeh. "Kalau begini tanggung jawab. Lenganku terluka."
"Claris."
Tugh. Kepala Yanuar kepentok meja. Dengan sangat tidak berperasaan Claris memaksakan Yanuar sembunyi di meja.
"Awas kau, akan aku balas," tekad Yanuar dalam hati. Tangan mengusap kepala pelan.
Baru ingin melancarkan niat buruk, Claris nyelonong pergi. Tinggallah Yanuar menatap kosong. Tangan menggantung di udara berniat menjahili Cla. Tidak kesampaian.
"Sial, aku persis orang idoit," desis Yanuar lirih takut ketahuan. Tangan mengepal kuat membentuk tinju.
Claris mendekat ke Javier. Sempat kaget Claris tiba-tiba meniup perlahan telinga, Javier justru menikmati.
"Ada sepupumu di sini. Hubungannya dan Daddy baik."
"Ha?"
Otak Javier masih berproses. Ketika sadar, Claris sudah menjauh. Tindakan Claris tadi murni hanya ingin menggoda Javier.
"What do you mean?"
"Yanuar Parklim. Keluar kamu." Bagi Claris lebih baik bertindak. Ia menatap ke meja pantry tempat Yanuar ia sembunyikan dengan sangat tidak terhormat.
Yanuar memutar mata malas. Persis tak terjadi apapun, Yanuar melakukan ucapan Claris. Khas lelaki penurut. Tangan Yanuar melambai.
"Morning, causin."
Javier hendak menghampiri Yanuar, wajah Javier tegang. Apapun soal Yanuar, Javier selalu tidak bisa biasa.
Apapun menyangkut Yanuar selalu buat kesal.
"Jangan," ucap Cla. Pagi-pagi tak ingin ada keributan.
Tatapan datar Javier berubah memelas. Ia tak dapat memarahi Javier. Tak akan mungkin.
"Huh, menyebalkan."
Yanuar terkekeh. Baginya sifat Javier mirip anak kecil. Tipe suami takut istri ya memang begitulah. Friendly, Yanuar menghampiri Javier. Sikap khas orang sangat-sangat berusaha bersahabat, tidak tahu kalau di kepala Javier keluar asap permusuhan. Sampai di tempat tujuan, dapat Yanuar lihat tatapan kejam Cla. Memberikan isyarat telak jangan buat keributan.
Yanuar acuh. Perempuan merepotkan, tapi Cla adalah pengecualian. Ia bukan orang berkepribadian begitu.
"Awas kalian bertengkar. Bersikap dewasa. Ingin bersaing pun, bersainglah secara sehat."
Tangan Javier mengepal. Ia tak suka dikendalikan baik itu oleh siapapun. Javier menatap Yanuar tajam, menghunus seperti pisau dapur yang melukai lengan Yanuar. Ekspresi lelaki itu datar.
"Kau dekat dengan Dad?"
"Begitulah," ucap Yanuar sembari tangan dimasukkan di saku. Ia abaikan lengan yang sedikit mengeluarkan darah. Javier meneliti penampilan Yanuar dari atas sampai bawah. Sudah terlihat rapi.
Mata Javier membulat, oh, mereka harus kerja.
"Lenganmu luka, tapi aku tidak peduli."
"Oh, sejak kapan?"
Yanuar acuh. Mau Javier peduli atau tidak, lengannya akan tetap sakit.
Javier dan Yanuar sama-sama anak tunggal, terbersit sedikit ketertarikan Javier ingin dekat dengan Yanuar. Meneliti hidup Yanuar dari yang baik maupun buruk. Menyeluruh.
Sekalian Javier menyelidiki benar Yanuar tidak terlibat dengan pembunuhan orangtuanya.
"Kami pernah terlibat pada beberapa proyek. Mr Jake tidak serta merta santai setelah menyerahkan kekuasaan padamu, kesibukannya berkurang bukan tidak ada."
Muncul beberapa pikiran di otak Javier. Dadddynya tahu keluarga kandung Javier, lalu ternyata dekat dengan Yanuar. Otak pintar Javier langsung berpikir kalau ada sesuatu yang tak beres.
"Dia sexy."
Javier mengikuti arah pandang Yanuar. Deg. Claris. Objek pandangan Yanuar adalah calon istri Javier.
"Kalian belum official, kan? Aku masih punya kesempatan."
"Sial," desis Javier. Ia tak akan membiarkan Yanuar mencuri start diam-diam. Apapun itu bentuknya.
Cukup sudah. Javier teringat ucapan Claris. Seolah acuh, Javier memposisikan tangan di dada. Bergaya santai.
"Semalam aku dan Cla melakukannya."
"Aku tahu," ucap Yanuar. Ekspresi datar.
Mata Javier bergerak tak tentu. Sakit di hati menyertai. Sikap Yanuar terlalu santai. Bukan itu yang Javier harapkan dari orang itu. Tidak, Javier ingin reaksi yang lebih heboh.
"Tak masalah, aku yang pertama. Saat aku tak punya celah, aku akan cari perempuan lain. Tapi, aku mau rekomendasi dari Cla. Aku percaya pada pilihannya."
"Hey, kau tak punya malu? Kau minta Cla mencari pasangan hidup untukmu?" Javier hampir akan tertawa ngakak. Tak paham isi pikiran Yanuar. Otak Yanuar pintar, akan tetapi suka aneh. Begitulah yang namanya terpelajar yang weird.
Yanuar angkat kedua bahu acuh. Terserah Javier mau tertawa, Yanuar tak masalah. Mata Yanuar fokus menatap Claris.
"Oh ya, jaga dia dengan baik. Setelah ku pikirkan lagi, kau masih harus memperjuangkannya, tanpa aku diantara kalian pun, belum tentu keadaaan yang bagimu sudah official akan lanjut ke pelaminan."
"Jaga mulutmu," Javier mulai tak terkontrol emosinya. Diam bukan pilihan tepat. Kesal Javier tak terkira. Yanuar bermain-main dengan Javier dan Javier tak akan membiarkan hal tersebut.
*****