Javier mengusap kepala gusar. Ia tengah menikmati masa-masa galau sendiri, tahu-tahu ada seseorang memanggil. Otomatis Javier melihat ke sumber suara.
"Seperti ada yang memanggilku, tapi siapa?" Javier bertanya-tanya. Tak paham yang terjadi. Bulu kuduk Javier meremang lengkap dengan udara malam dan suasana horor.
Javier takut.
"Jav."
Kepala Javier sakit kena lemparan kerikil. Mata Javier membulat saat mendapati Claris tengah tersenyum lebar padanya. Tangan melambai-lambai agar Javier dapat terfokus.
"Jangan-jangan hantu. Aku harus pergi nih."
Javier hendak ngacir, naas sebelum itu terjadi perempuan mirip Claris berteriak. Javier sudah berlari, ketajaman pendengaran Javier membuat ia kembali melihat ke belakang. Takut besar, namun masih besar rasa penasaran sehingga Javier terpikir melihat dulu. Refleks Javier mengambil alih. Ketika Javier lihat, seorang perempuan terjatuh. Suara ringisan terdengar.
"Hantu pasti gak bakal jatuh, mereka melayang." Sadar terhadap yang ia pikir, cepat-cepat Javier mengahmpiri sosok perempuan tersebut.
Cla mendongrak. "Ya Tuhan, kuntilanak," heboh Javier.
"Javier sakit." Claris tak masalah ia merengek. Kakinya terkilir, belum cukup, banyak bagian tubuh Claris juga sakit. Bersikap bodoh tak masalah, yang Cla tahu tubuhnya sakit semua.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Aku tak pernah lihat kamu bersikap bodoh Cla. Kamu mabuk?"
Bukannya menolong, yang ada Javier malah bertanya. Claris dongkol, ia sudah tak sanggup berdiam diri, harus ada yang Claris lakukan.
Mata Cla berkilat marah.
"Dasar bodoh, aku kabur dari rumah. Mom memaksaku menikah dengan Yanuar, kalau gak mau, aku harus menikah dengan David."
"What?"
Bak tersambar petir di siang bolong, cepat-cepat Javier mengangkat Claris. Ucapan Claris membangkitkan sesuatu dalam diri Javier. Javier harus mempertahankan miliknya. Javier tak tega melihat Claris terluka. Hampir di sekujur tubuh perempuan itu penuh goresan.
"Ya Tuhan Cla, gak bisa kamu kabur dengan persiapan?"
"Aku gak habis pikir dengan kamu." Javier menceramahi Claris, yang diceramahi sibuk menenggelamkan wajah di dada bidang Javier. Seluruh tubuh Cla sakit.
"Untung kamu punya tempat kabur," lanjut Javier seperti tak mau berhenti. Lama-lama dengar ocehan Javier, Claris kesal. Alhasil dia memukul dada bidang lelaki itu.
"Cukup, aku gak mau dengar kamu ngoceh. Kepala aku sakit," ujar Cla. Seumur hidup Claris tak pernah berujar penuh kebencian pada siapapun, pengecualian pada situasi dan keadaan tertentu. Saat itu terjadi, Cla jadi terlihat aneh. Ia pun juga dapat merasakan perubahan tersebut.
"Maaf, aku gak akan ngomong lagi." Javier kicep, ia tak mau buat Cla marah besar. Javier sangat menghindari kemarahan Cla.
Pelan-pelan Javier meletakkan Claris di tempat tidurnya, "Hiks, kalau aku hamil bagaimana, Vier."
"Coba kamu ingat-ingat lagi deh Cla. Masa subur itu pas sesudah mens."
Tangan Claris spontan memukul lengan Javier yang berada di dahinya. Saat itu Javier tengah mengecak suhu tubuh Cla. Memeriksa apakah Cla deman atau tidak. Javier tak mau bertanya perjuangan Cla kabur dari rumah lalu menelusup masuk sampai dikira hantu oleh Javier, yang jelas pastilah sangat keras. Javier bahkan meringis lihat kondisi Cla.
Walau Cla memukul Javier, otaknya mulai berproses. "Hey, kalau sudah rezeki, bayi walau tidak dalam masa subur pun bisa jadi tahu."
"Oke, kalau begitu kita lakukan."
"Apa?"
Claris menolak tahu isi pikiran Javier, kalau bisa ia sangat ingin menolak hal tersebut. Cla tahu, isi otak Javier tak jauh-jauh dengan yang namanya selangkangan. "Awas ya kamu macam-macam, aku tendang pusaka kamu. Gak lihat aku lagi sakit?"
Javier terkekeh gemas. Saking gemasnya ia sampai menarik hidung Cla membuat perempuan itu meringis. "Lepas!"
"Tunggu di sini sebenar, aku akan ambil kotak P3K. Kamu harus diobati."
Clarissa mengangguk patuh. Ia tak ingin merasakan sakit lebih lama. Andai diobati, pasti akan lebih berkurang rasa sakit itu.
Javier kembali dengan kotak P3K. Lelaki itu telaten mengobati Claris. Sembari Javier mengobatinya, Claris menatap Javier tepat di wajah.
"Aku serius Cla, lebih baik kita lakukan. Setelah aku pikirkan lagi, mungkin dengan cara ini aku bisa mendapat restu dari mommymu. Dad tak mau membiarkan aku keluar dari kartu keluarga. Sebagai anak angkat, aku harus tahu diri. Dad masih punya hak paten atasku. Sebagai anak angkat yang diurus sedemkian rupa, kurang etis aku berontak. Dad tidak sangat ribet, justru Dad menyarankan cara lain untukku, Dad bilang cari jalan terbaik untuk mendapatkanmu. Dapat restu mommymu juga."
Jari-jari Claris memegang pipi Javier. "Tapi Jav, kalau kita melakukan ini, bukannya kamu dan aku dapat restu, yang akan makin runyam."
"Setidaknya hanya ini yang aku pikirkan. Aku kehabisan ide, sayang."
Javier balas mengusap pelan pipi Cla. Claris memajamkan mata, ia tak tahu harus melakukan hal seperti apa, dirinya bingung.
"Kau ada rencana lain? Kau yang dekat dengan mommymu."
Mata Claris memejam, ia pun kehabisan ide. Saat kondisi perusahaan genting, mau segenting apapun itu, biasanya, Cla bisa dengan mudah menemukan jalan keluar. Setidaknya otak Cla tidak sangat buntu.
Perlahan Claris mengangguk, manish tersisa banyak keraguan dari cara menatap tersebut.
"Baiklah, ayo kita lakukan. Setelah ini Vier, awas kau mengkhianatiku. Mau sekuat apapun godaan Lily ataupun rintangan menghadang kita, aku tidak mau dikecawakan."
"Kau egois." Javier terkekeh gemas. Alis Claris saling bertautan dapat tatapan seperti itu. "Tapi aku suka perempuan panas sepertimu. Kita cocok. Kalau aku sibuk, kau juga tak kalah sibuk. Hubungan toxic versi kita akan meledak sesuai keinginan kita juga, sayang."
Mata Claris terpejam erat. Keputusan yang ia ambil saat itu tak tahu apakah benar atau tidak. Tapi setidaknya, Claris ingin bergerak. Terjebak menikah paksa sama sekali bukan list hidup Claris. Terjadi pun jangan sampai. Claris ingin dirinya hidup dengan cara sendiri.
***
Pagi harinya Claris terbangun di pelukan Javier. Cla meringis, tak pernah terpikir olehnya akan melakukan hubungan intin dengan Javier. Terlepas dari apapun yang terjadi, itu sudah keputusan. Baik buruknya hal yang terjadi nanti, Claris sudah pikirkan dengan baik.
Ia tak akan main-main.
Claris tak pernah lepas pandangan dari Javier.
"Lelaki ini tidak pantas disebut lelaki. Dia lebih pantas disebut lelaki cantik." Cla gemas, tangan bergerak memencet hidung Javier.
Tidur Javier sedikit terganggu. Tersadar, cepat-cepat Claris menarik tangannya. Mata Claris melihat sekitar.
Memperhatikan seluk-beluk kamar. Satu kalimat menggambarkan keadaan kamar Javier, nyaman.
Pelan-pelan Claris lepas pegangan tangan Javier di pinggangnya.
"Aish." Claris menatap kesal. Bukannya melonggar, yang ada pelukan Javier makin kencang. Tidak bisa dibiarkan, Claris harus melakukan sesuatu.
"Dasar kebo. Heran aku kenapa dia bisa jadi Presdir. Oke, otaknya pintar," Claris berucap sembari melihat kepala Javier.
Ide muncul di kepala Claris. Sembari tersenyum miring, Claris melancarkan rencananya. "Lihat yang aku lakukan, Javier Yunan."
Di kepala Claris muncul berbagai ide jahil nan gila. Sesuatu yang tidak sempat ia lakukan selama hidup.
*****