Claris tersenyum miring, sudah ia antisipasi ucapan seperti itu. "Dia memilih menikahiku nona Lily. Katakan alasanmu tidak mau menikah dengan David."
"Jelas sebab dia yang…"
"Selain itu," ucap Claris cepat. Alasan klise seperti itu Claris sudah tahu. "Aku tanya kenapa kau tidak mau menikah dengan David," ujar Claris menekankan pada tiap ucapan. Javier hendak bangkit, sayangnya Claris mengangkat tangan. Memberikan sign pada Javier duduk nyaman di tempat, saat itu jangan ikut campur.
"Nanti dulu Jav. Aku ingin dengar alasan perempun ini."
Lily menghela napas, ia tak pernah menyangka akan terjebak dengan sikap otoriter Claris. Sebelum ke sana, David sudah mengatakan bagaimana kepribadian Claris.
Lily ingin lihat lebih banyak dan secara langsung sikap Claris yang sebenarnya.
"Kau tahu kenapa aku datang cepat, itu sebab David yang mengatarku."
"Nah, Ly. Tolong realistis. Lelaki macam apa yang mau menerima kekurangan orang lain sepenuh hati, sedikit orang yang punya sifat begitu."
Mata Lily berkilat marah.
"Sebab David baik, makanya aku tak mau dia mendapat orang bekas sepertiku. Kau mencancam David, atau yang lain?"
Javier muak diam, ia merasa harsu ikut campur. Javier mengangkat tangan jengah. Tindakan tersebut jelas mengambil alih atensi Lily tak terkecuali Claris. "David tulus, harusnya kau menghargai orang sepertinya."
"Kalian egois," ucap Lily menohok. Tujuannya pun memang ingin menyindir Claris dan Javier, "Terutama kamu, kamu tidak tegas mengambil keputusan."
Javier bangkit, ia memperbaiki jas yang dipakainya. Sembari senyum miring pas nangkring di wajah, Javier menunduk mendekat ke Lily. Claris yang melihat itu hanya memperhatikan, ia ingin lihat tindakan yang diambil Javier. Apakah tepat atau justru memperkeruh suasana. Walau bagaimanapun Javier berada di pihak Claris.
"Aku minta maaf atas accident one nigt stand yang merengut keperawananmu, aku tak bermaksud buruk. Belajarlah bersyukur, ada lelaki tulus yang mencintaimu, kau tega menyakitiki hatinya. Selain itu." Javier melihat ke Claris. "Hanya Claris yang menerimaku apa adanya. Aku suka bermain perempuan. Kau bisa menyebutku fuck jerk bastard. Terserah apapun. Tapi, kalau kamu masih mau bersikeras menikah denganku, mari kita ke hotel. Kita lihat seberapa kau bisa memuaskan aku atau tidak."
Plak!
Cla memejamkan mata, tepat di hadapannya Javier ditampar. Tanpa sadar Claris mengigit bibir. Sudah cukup ia membiarkan, Claris pikir ia harus melibatkan diri. Ia tak bisa hanya diam.
Claris ikut-ikutan.
Javier memainkan lidah dalam mulut. "Bagaimana masih mau menikah denganku?" Javier memegang bekas mendaratnya tamparan Lily. Tak masalah, karma berlaku untuk semua orang.
Tamparan sudah sering Javier dapat, dijambak atau yang lain pun juga sering.
"Aku pergi, nanti akan aku pikirkan lagi," ucap Lily. Melihat sekilas bergantian antara Javier dan Claris, kemudian Lily pun beranjak. Tersirat tatapan penuh benci pada Javier dan Claris. Yang ditatap balas tatapan tersebut tak jauh beda.
Claris mendekati Javier, predir tersebut mengosok bekas tamparan Lily. Yang awal sekedar mengusap berubah menjadi mengusap.
"Kau bersikap gila, aku tak pernah tahu kau bisa sebrengsek ini." Javier mendongkrak, matanya bertemu dengan milik Cla. Terlihat rasa bersalah yang sangat mendalam. Javier tak mau membuat Cla marah.
"Kau tak marah kan. Biar dia kena mental, aku harus bicara seperti tadi."
Claris menggeleng. "Aku yakin David akan meyakinkannya. Aku bisa lihat rasa cinta mendalam dari cara David melihatnya. Kau tak perlu khawatir, dia bukan masalah besar," ucap Cla. Tangan mengusap pipi Javier.
"Aku tekankan Javier Yunan, saat kita menikah nanti, jangan sampai perempuan mainan kamu menghampiriku, mengganggu hidup dan ketenanganku. Akan ku bunuh mereka saru persatu," ucap Claris tajam. Sumber kebahagiaan Claris adalah ketenangan.
"Oke sayang, kau tak usah khawatir. Sekarang kita harus memperjuangkan restu."
"Oh ya." Javier telihat berpikir. "Aku bisa lihat tatapan benci dari mommymu. Apa yang harus aku lakukan agar bibi tidak membenciku lagi?"
"Keluar dari kartu keluarga Yunan."
Javier bergeming, untuk sejenak otaknya memproses ucapan Claris, banyak hal yang ia pikirkan. Sebab akibat dan dampak.
"Oke, aku akan memikirkan ini."
Cla tak bisa berbuat banyak, memang itulah kenyataannya.
***
"Dad, aku ingin keluar dari kartu keluarga."
"You crazy?"
Javier sudah siap dipukul oleh sang ayah, sayangnya bukan pukulan yang ia dapat, justru hal lain. Javier didekati oleh sang ayah. "Kau sangat mencintai Cla?"
"Begitulah Dad," ucap Javier pelan namun mantap, tak tersirat keraguan barang sedikit. Keputusan Javier besar, ia menunduk dalam, sudah ia pikirkan baik-baik yang ia katakan. Baik buruknya, semuanya sudah Javier perhitungan.
"Jangan main-main Javier, kau ingin mengorbankan segala demi cinta? Akal sehatmu sudah kau buang? Kemana kau membuangnya, ke laut?"
Javier bangkit, ia menatap Mr Jake serius. "Aku serius Dad. Bagi Dad aku idiot. Terserah, aku sudah pikirkan ini baik-baik. Antara harta berlimpah dan kebahagiaan, aku lebih memilih kebahagiaan."
Mr Jake juga menghela napas gusar, jarang Javier melawan. Yang terjadi saat itu pertama kalinya.
Mr Jake menatap Javier dari atas sampai bawah seolah menelisik. "Kau ingin merebut Parklim atas namamu? Kalau iya aku setuju mengeluarkanmu dari kartu keluarga. Jika tidak, tidak cukup modal tulus dan cinta. Javier Yunan, kau hanya akan mengulang cerita lama di mana perempuan bertindak semena-mena tak menghargai pihak lelaki. Cinta semu, Javier, buka matamu lebar-lebar atau Dad memaksamu menikah dengan Lily."
Mr Jake memegang kedua bahu Javier. "Dad berpisah dengan Clo karena perbedaan ideologi. Dad dihina."
Alis Javier mengerut. "Dad tidak berhak memaksaku, aku bahkan ingin mengeluarkan diri."
Dengusan kadar terdengar.
"Aku tidak setuju. Pergilah bekerja, pikirkan cara lain selain keluar dari kartu keluarga. Otak." Mr Jake menunjuk kepala, menekankan pada Javier menggunakan kepala bukan dengkul. "Ada untuk berpikir. Buang jauh-jauh rasa tulus kalau lebih banyak membawa dampak buruk ketimbang baik. Kau." Mr Jake menunjuk Javier. "Aku sekolahkan, jangan menjadi si terpelajar yang idiot. Sana pergi."
Tangan Javier mengepal kuat, disinggung soal otak, tentulah Javier merasa terhohok. Kemampuannya menjadi [presdir serasa diremehkan, seolah Javier kerja akan tetapi tak punya kompetensi.
Apa artinya gelar Javier si presdir berkompeten?
"Dad benar, otak ada untuk berpikir. Aku akan tenang kalau otak dan pikiranmu berpikir, bukan stuck."
Javier meghela napas, sepertinya ucapan dadnya benar, dirinya harus segera bekerja. Ada banyak hal yang harus Javier selesaikan.
***
Javier melihat-lihat taman kamar, ia tertarik menghirup udara malam. Langkah demi langkah Javier ayunkan sampai ia tiba tepat di taman rumah.
"Seandainya Cla yang kemari. Lelaki terus yang harus berjuang mendekati perempuan. Tidakkah akan ada hal lain yang lebih baik? Aku bahkan belum mendapat pentunjuk."
Untuk ke depannya, Javier tak tahu harus melakukan apa. Bingung.
*****