"Itu kenyataan," ujar Mr Jake kejam sembari menoyor kepala Javier. Setelahnya Mr Jake melipat tangan di dada. "Kau cukup pandai menutupi sikapmu yang sebenarnya. Sifat dan kebiasaan burukmu tidak sesuai, Vier."
Javier membuang wajah khas anak kecil merajuk. Demi Tuhan, rasanya Claris ingin mendorong Javier dari kursi. Lihat Javier terjungkal pasti seru.
"Terserahku dong. Dad setuju tidak menyinggung kebiasaan burukku. Sekarang depan Cla, calon istriku, Dad mengatakan semua kekuranganku."
"Daripada setelah menikah kalian menyesal, bukankah begitu?" Javier mungkin akan mendengus. Kekurangannya terlalu banyak. Setelah itu Claris ilfeel.
Hah, Javier pasrah kalau sudah dibuka semua kartu As. Yang tukang buka ayah sendiri. Sedikit kesempatan berkutik.
Mr Jake fokus ke Claris. "Jujurlah pada semua orang." Mr Jake melihat Javier. "Lagipula, mungkin ini cara Tuhan menyampaikan pada kalian, bahwasanya kalian tidak berjodoh."
Brak. Sepiring makanan terjatuh, niat awal Javier ingin marah tak terjadi. Gagal marah. "Aish, mau marah aja susah." Javier menggerutu, rasanya ia ingin mengamuk. Tapi tak kesampaian, alhasil hanya bisa marah-marah tak jelas.
"Oke." Javier kembali fokus ke dua orang di hadapannya. "Sorry Dad, katakan sisi burukku kalau memnag benar-benar merugikan. Aku masih termasuk jajaran orang bisa dipercaya,." javier mendengus "Lalu, Dad bukan Dewi Amor yang menentukan keseluruhan cinta. Belum tentu pemikiran Dad benar," lanjut Javier. Wajah menatap datar bercampur kesal. Sedikit imut, akan tetapi tidak cocok. Wajah Javier terlalu manly untuk bertingkah imut mirip anak kecil.
Claris baru lihat sisi letoy bin lebay Javier, kalau cerewet dan bicara tak tentu arah sudah biasa.
Seperti biasa Javier bersikap aneh dan Claris sudah paham benar. Tapi kalau begitu, rasanya justru Claris yang ingin mengamuk. Sudah cukup, lebih baik tidak dilanjutkan.
"Veir, duduk."
Claris melihat ke segala arah, ia lihat orang-orang mulai menatap penuh rasa ingin tahu. Bahkan ada yang terang-terangan memotret. Dengan sangat terpaksa Claris menarik tangan sang Javier, jangan sampai lelaki itu mengamuk.
Claris mendekat ke Javier. Membisikkan sesuatu pada lelaki tersebut.
"Wajahmu sering tampil di media bertajuk presdir berjaya, kau mau mengganti tajuk berita?"
Javier menggeleng polos, ia tak terpikir sampai ke situ. Mata Javier sempat mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya diam. Emosi Javier sudah terkontrol. "Tenang, tarik napas dan buang perlahan."
Mr Jake menatap datar dua orang berbeda jenis di hadapannya. Sekali lihat dapat Mr Jake ambil kesimpulan kalau Claris dapat mengendalikan Javier. Saat dilihat-lihat pun, agaknya kedua orang itu cocok.
"Oke, kalian berdua kelihatan cocok. Jaga chemistry ini baik-baik. Pertimbangkan untuk jujur. Aku tahu kalian belum sempenuhnya jujur. Setelah ini pikirkan lagi, mana yang harus serta tidak kalian lalukan. Cobalah untuk tidak memikirkan perasaan sangat kuat."
Claris tertohok luar dan dalam. Kebingungan melanda Claris. Antara jujur dan tidak.
"Wait, dari mana Dad tahu?"
"Bukan hal sulit Javier." Mr Jake tersenyum misterius. Senyum menyebalkan yang tak terbendung. Claris kesal.
"Antara David dan Lily. Benar, hanya mereka."
Di bawah meja tangan Claris mengepal kuat.
Javier menatap Claris berharap perempuan itu menolak, 'jangan dilakukan'. Begitulah arti tatapan Javier.
***
Saat itu Javier dan Claris tengah makan malam. Sejak memutuskan ingin menikah, Javier dan Claris sering bersama. Ibarat pasangan tengah bucin dan manis-manisnya. Claris makan kue, seperti biasa Claris anggun. Cara memegang sendok pun mirip puteri kerajaan.
"Kau nyaman begitu?"
Gerakan Claris menyuap kue terhenti. Dua kali dalam sehari Claris tertohok. "Maksudmu anggun?"
"Iya." Javier mengambil wisky. Dalam sekejap isi dalam botol berpindah ke gelas. Detik berikutnya Javier bawa gelas yang telah berisi wisky ke mulut. Sekali teguk air memabukkan tandas.
Tak mau kalah Claris mengambil botol selanjutnya. Hampir sama persis seperti Javier, minuman beralhokol tinggi tersebut habis. Bedanya Cla minum berangsur-angsur, selain itu gelas tak sampai terisi penuh.
Pengalaman buruk satu malam menghancurkan seluruh hidup Cla. One night stand bukanlah hal baik, Cla tak mau terjebak dua kali.
"Begini maksudnya menikmati hidup Cla, sedangkan yang kamu lakukan ikut aturan rinci. Sekali lagi aku tanya, kau nyaman bertingkah anggun? Sudah mirip puteri kerjaan saja." Javier memutar mata malas. Salah satu alasan Javier mengajak Claris ke club malam itu tak suka minat Claris menjalani hidup lurus. Sehingga muncullah ide laknat membawa Claris menyimpang.
"Memangnya apa yang salah?" Cla hendak mengisi satu gelas lagi, meski lagi-lagi tidak penuh, akan tetapi ditahan Javier.
Tatapan keduanya bertemu.
***
Hari kerja super sibuk. Saat itu Claris tengah berpikir soal ucapan Javier dan Mr Jake. Perasaan Cla bercampur aduk. Antara sakit dan bingung. Cla tak merasa salah, dirinya tahu yang ia pikirkan. Apapun yang terjadi, Cla bukan perempuan lemah.
Jatuh ke lubang, jika masih ada celah bertaha maka Claris memanfaatkan celah tersebut sebaik mungkin.
"Aku harus melakukan apa?"
Cla mengambil berkas, sembari berpikir dan menimbang-nimbng, Claris mix mengerjakan tugas kantor dan berpikir. Sebagai atasan yang baik, Cla tak punya banyak waktu berleha-leha. Banyak hal yang harus ia lakukan.
Pekerjaan menumpuk.
"Aish ya Tuhan apakah sejak awal engkau menciptakan aku sebegitu bodoh?"
"Aku tidak pura-pura pintar, engkau menitipkan otak brilian pada orang pantas. Bukankah aku adalah salah satunya?"
Puas bicara dengan diri sendiri, Cla mengacak-ngacak berkas di hadapannya. Tak lama kemudian ia pun tersnyum miris.
"Javier banyak kekurangan, begitu juga denganku. Aku mungkin harus memperbaiki diri agar bisa mampu memperbaiki dirinya juga."
Dahi Cla mengerut lihat postingan di salah satu media sosial, kalimat itu berbunyi, 'perempuan pintar tidak lagi pintar kalau tak bisa masak.'
"Tingkat keseksikan berkurang saat tak bisa masak?"
Tangan lentik Cla mengetik beberapa kalimat untuk dikirim ke Javier. Selesai mengirim pesan, Claris mengibas rambut. "Presdir bukan budak kerja, dia pasti punya waktu luang menyangkut ini. Aku tak mau membiarkan dia main-main," ucap Claris pelan.
"Ok, selesai. Waktu berangkat kerja," ucap Cla sembari mengangguk. Ia sudah siap sedari tadi, yang harus ia lakukan hanyalah tinggal berangkat kerja.
"Cla."
"Morning Mom, why?"
Mrs Clo memberi isyarat pada Claris melihat ke samping, saat Claris lihat sudah ada dua orang menunggu dirinya. Kepala Claris memiring, tak pernah terpikirkan olehnya akan dijemput dua orang sekaligus.
Javier dan Yanuar.
Cla menunduk. Dalam hati ia bersyukur Yanuar sudah duda. Andai kata lelaki itu bujangan, mungkin momnya akan condong ke presdir tersebut. Seburuk apapun Yanuar, setidaknya posisi cukup berpihak pada lelaki itu. Bukan seperti Javier.
Cerita masa lalu kelurga menjadi kesan buruk.
"Morning Cla," ucap Yanuar.
"Cla, morning. Kau ingin berangkat dengan siapa?" Javier bertanya. Tatapan Javier penuh intimidasi. Menekankan Cla memilih.
*****