"Aku tahu sejak awal kau kekanakan. Tidak ada pembenaran terhadap tindakanmu tadi Jav."
Javier mengendus. Ia tak punya sesosok ibu cerewet yang memarahi alias menesehati saat berbuat salah. Lalu tindakan Claris tepat mirip seperti orangtua. Emak-emak marah pada anak.
Dasarnya tengil, Javier mengangaruk kepala yang terasa tidak gatal. "Sorry Cla. So, bagaimana kalau kita jalan-jalan. Lupakan soal Yanuar."
Cla menghela napas. Sikap Javier menunjukkan tidak tahu apa-apa soal pembicaraan ia dan Yanuar. Untuk beberapa alasan Claris senang. Masalah itu cukup ia simpan sendiri. Cukup antara ia dan Yanuar. Javier tidak boleh tahu. Kalau bisa jangan sampai.
Claris mengangguk.
"Oke. Mumpung tanggal merah kita pergi ke wahana bermain. Aku sangat ingin pergi ke situ."
Terbersit niat ingin tahu pembicaraan Javier dan Parklim family, agar tak menyinggung perasaan Javier, Claris putuskan bertanya pelan-pelan. Tidak langsung to the point.
Keduanya sampai di tempat tujuan. Wajah Claris berbinar. Hati libur seperti itu tempat hiburan padat pengunjung. Hal seperti itu yang Claris cari.
Javier senyum lihat senyum Claris. Agaknya perempuan itu senang.
"Kita beli bando kelinci," ucap Claris. Belum sempat Javier berucap apapun, Claris sudah lebih menarik tangannya. Semangat perempuan itu menggebu-gebu.
"Ice cream, kembang gula, lollipop. Aku ingin beli semuanya," pungkas Claris mirip ibuk-ibuk membaca daftar barang belanjaan. Javier gemas. Claris menunjukkan sisi darinya yang lain.
Claris membawa Javier ke tempat penjualan bando. Asyik memilih, mata Claris langsung tertuju ke sebuah bando harimau, oke Claris sudah menentukan pilihan.
"Aku kau yang ini," ucap Claris. "Dan ini." Jari Claris menujuk sebuah bando kelinci. Tangan mungil namun terbiasa bekerja keras Claris mengambil bando kelinci.
Javier pikir ia akan pakai bando singa dan Claris kelinci. Ternyata pikiran Javier salah total.
"Eeh?"
Javier seperti anak orang hilang saat bando tersebut tepat disematkan di kepala. Soal cara memasang mirip pelantikan king, tapi mahkotanya berganti.
"Cla?"
Mata Claris berbinar. "Wah, kau imut. Cute parah. Memang sih tipikal wajahmu kurang pas, tapi ini terlihat cantik. You're so beautiful, Vier." Claris terlihat sangat excited. Seumur-umur Javier tak pernah lihat Claris tersenyum selebar saat itu.
Javier sudah biasa dengan panggilan Claris yang terus berubah-ubah. Antara Jav dan Vier. Yang penting Claris cukup realistis memanggil Javier tidak aneh-aneh, maksudnya masih dengan nama asli, bukan nama julukan menjijikkan.
Javier memggeleng tegas. Bisa hancur jati diri Javier pakai bando kelinci.
"Cla, aku malu. Masa sih kamu tega. Sini bando singa untukku."
Dalam hati Javier be like: 'Sebenarnya pakai bando pun aku gak mau.'
Javier hendak merebut bando singa. Perbedaan postur tubuh sangat memudahkan Javier merealisasikan hal yang ia pikirkan, sayang sekali Claris memakai otak.
Perempuan itu mengecoh Javier.
"Halo Yanuar."
Secara alamiah fokus Javier teralihkan. Ia melihat ke belakang. "Yanuar? Shit."
"Jackpot, stupid. Ayo kita cari ice cream. Kau menukar bando, siap-siap aku pelintir lehermu," ucap Claris meninggalkan Javier.
Sontak Javier menelan ludah sulit. Ancaman Claris tak main-main. Perempuan itu tak ikut kelas beladiri. Masalahnya soal kekuatan di luar batas wajar. Claris punya tingkat kemampuan beda dari perempuan kebanyakan.
Javier pasrah. "Aish, mungkin aku akan jadi tipe suami takut istri," celutuk Javier. Ia takut.
Keduanya sampai di tempat tujuan. "Paman ada rasa cocolat mint dan chololat rose?"
"Ada Nona."
Javier mencuri-curi pandang, ia lihat senyum manis kembali nangkring indah di wajah Claris.
Javier masih senyum saat Claris turut melihat padanya. "Javier, kau ingin rasa apa?"
"Aku?" Javier terlihat berpikir. "Chocolat biasa. Selaramu terlalu keras. Tapi aku ingin mencobanya nanti."
"Oke." Claris membuat sign setuju. Javier makin gemas.
Tujuan selanjutnya adalah paman penjual kembang gula. Sedari awal masuk tempat hiburan semangat Claris tak luntur. Justru perempuan itu makin berkali-kali lipat bertambah semangatnya setiap kali mendapat benda yang ia inginkan.
"Sudah. So know bersenang-senang yang sesungguhnya."
Javier menangkap sinyal buruk. Claris mungkin bisa membuat hal yang lebih menakutkan lagi.
"Please jangan yang aneh-aneh Cla. Aku gak sanggup kamu minta naik rollercoaster. Bahaya, aku bisa mati."
"Gak bakal mati Jav. Nanti aku kasih kamu apapun yang kamu mau."
Untuk sejenak Javier berpikir. Tawaran Cla menarik. Sebelah alis Javier terangkat. "Apapun tanpa terkecuali?"
Alis Cla terangkat. Menyebalkan sekali, jangan disangka Claris tak tahu isi pikiran Javier. Otak lelaki tersebut tak jauh-jauh dari pikiran kotor.
"Apapun selain skinsip. Aku gak mau kalau yang kayak begitu."
"No." Javier menggeleng tegas. Ia hanya mau hal yang seperti Cla pikirkan. Terserah permintaan itu tidak menguntungkan dari segi Cla. Javier akan memperjuangkan hal yang ia inginkan.
"Aku hanya minta cium di bibir."
"On lips? You crazy?" Cla mendelik, ia sangat ingin menempeleng kepala Javier yang isinya hal buruk semua.
"Menyebalkan, aku bukan orang bodoh," ucap Javier. "Kesempatan ini gak datang dua kali. Permintaanku setara. Aku akan mabuk dan sebagai gantinya minta ciuman. Tidak sebanding. Pikir, Cla."
Eeh?
Cla menatap datar. Javier memang suka buat kepala Cla pusing. Berdebat hanya buang-buang air liur.
"Ya sudah, cium sekilas."
Javier mendelik.
"Ya terserah aku dong. C'mon Cla, aku gak minta aneh-aneh. Gak macam-macam, cuma semacam. Kamu mau tanggung jawab aku mabuk hari? Besok aku ada rapat, Cla."
Tangan Cla melipat kesal. Matanya bergantian melihat rollercoaster. Sudah lama Cla ingin naik rollercoaster, pasti menyenangkan. Mumpung ada waktu, Cla harus memanfaatkan waktu tersebut dengan baik.
"Huh, menyebalkan. Ayo. Aku gak mau ketinggalan."
Setelah melewati prosedur pemeriksaan, Claris dan Javier masuk ke salah satu tempat duduk. Keringat dingin menyeruak di seluruh tubuh Javier.
"Kamu hanya takut kan, gak phobia."
Javier mendelik. "Takut dan phobia sama, Claris Yunan Arsen."
Beda sensasi saat Javier menyebut marga Claris. Bukan salah tingkah, yang ada Cla merasa ia anak dianggap. Anak yang tak diinginkan.
"Hey?"
"Maaf, aku tidak bermaksud," ucap Javier tak enak. Ia mengusap perlahan bahu Cla.
"Em. Oh bagaimana soal pembicara kamu dan Parklim family?"
"Aku tidak ambil Parklim Corp. Yunan pun sudah buat kepalaku sakit."
"Hua!!!"
Baru terdengar suara intruksi rollercoaster akan berjalan, Javier langsung heboh. Reaksi Claris pas seperti bestie ngejulid. Menatap datar orang heboh. Ada kedan jijik. Bagi Claris, Javier terlalu heboh.
"Ya Tuhan Vier. Santai. Kita bukan pergi ke neraka."
Klepak. Jika biasanya Claris yang kelepasan memukul, saat itu terjadi canged position. Javier yang memukul Cla. Mulut Claris terlalu comel. Padahal biasanya tidak.
"Hus, jaga mulutmu."
Tidak tersinggung, Cla malah tertekeh gemas.
"Nih kamu makan ice cream." Ice cream di katung milik Cla ia sodorkan ke Javier.
"Gak bisa, ya Tuhan, kamu menyebalkan sekali." Javier hampir kelepasan teriak.
"Oh shit, ice creamku cair."
"Stupid."
Huh menyebalkan, Claris menatap Javier malas. Ya Tuhan orang itu lebih menyebalkan lebih dari apapun. Mulut comel Claris tertular oleh Javier. Yang salah tentulah Javier.
***
"Hah..."
Claris memijat tengkuk Javier. Kasihan orang itu, Claris tak tega. "Sudah mendingan?"
Pertanyaan Claris dijawab Javier, tapi dengan sesuatu yang lain.
"Hoek."
Mata Claris terpejam. "Minum nih," ucap Claris. Ia memberikan sebotol air mineral untuk Javier. Cepat-cepat Javier mengambil air tersebut. Berkumur-kumur sebentar, setelahnya air dibuang keluar. Javier jijik, tak pernah terbayang olehnya akan muntah.
*****