"Hey, aku pun juga punya. Aku mempersiapkan diri tak kalah baik darimu. Bedanya, aku buat usaha terkait hoby, bukan jaga-jaga."
Claris memutar mata malas. "Terus, usaha itu atas nama Yunan atau tidak?"
"Tidak. Hobi dan tugas negara terkait keluarga beda. Aku punya beberapa hal yang harus aku lakukan."
"Oke." Claris bosan berdebat.
"Jadi, kapan kita mulai?"
"Dua hari lagi. Kau bersiaplah," pungkas Javier. Tersisalah Claris bingung harus melakukan hal seperti apa. Ia bingung.
***
Hari yang ditunggu-tunggu namun menebarkan datang. Claris bingung, berbagai pikiran buruk menghantui pikirannya.
Baik-baik Claris jaga hati dan pikiran agar tidak stress.
"Jangan gugup." Javier memegangi tangan Cla. Tak lama kemudian Cla tersenyum. Usaha Javier ia hargai walau tak memberi efek perubahan berarti.
Cla menelan ludah sulit, tepat di depannya pintu rumah Yunan. Pintu kokoh nan megah. Lebih mirip neraka ketimbang rumah tempat berpulang.
"Hey, dia benar daddymu. Kalian sedarah. Ingat hasil cek DNA kemarin?"
Cla mengangguk. Bekal Claris mau menginjakkan kaki di rumah Yunan sebab ia benar anak kandung Mr Jake. Diam-diam Javier menggambil rambut ayahnya untuk dicocokkan dengan milik Claris dan ibunya. Hasilnya Claris memang benar anak kandung Jake dan Clo.
Claris meremat kuat tangan Javier. Ia bingung.
"Dad."
Mr Yunan menoleh. Ia lihat Javier tengah menatap lurus padanya. Baru ingin bicara, Mr Yunan lihat Claris berada tepat di belakang Javier.
"Keluar," ucap Mr Yunan. Ia kesal, tidak ia biarkan Claris sekedar melihatnya.
"No Dad, kami ingin bicara."
"Bawa dia pergi atau Dad melakukan hal yang tak pernah kamu pikirkan."
"Daddy."
Tiba-tiba Claris berucap. Ia melihat Jake tepat di matanya. "Apapun yang terjadi pada Mom and Dad di masa lalu. Haruskah aku yang menanggung beban? Dad, aku mengambil kesimpulan Kakak meninggal. Apa Dad tidak terpikir ingin dapat garis keturunan dari darah Dad sendiri? Walau bagaimanapun, aku adalah anak Dad satu-satunya."
"Diam!"
Mr Jake bangkit. Ia berjalan menghampiri Claris dan Javier. Javier bertindak cepat, ia sembunyikan Claris dibalik tubuhnya.
"Kalian ingin bicara, duduklah."
Perubahan emosi Mr Yunan terlalu cepat. Claris sampai bingung. Ia dipenuhi ketakutan.
"Trust me, alu berada di sampingmu. Ayo."
Claris mengangguk patah-patah. Matanya menatap awas Mr Yunan. Ketakutan menyergap Claris sampai ke sum-sum tulang.
"Jadi apa?"
"Kami Ingin menikah, Dad," ucap Javier gamblang.
"Bodoh! Kalian saudara, tidak mungkin menikah."
Emosi Claris di ubun-ubun. Tanpa sadar ia tertawa penuh kebencian. Tawa yang dipaksakan.
"Bukan, kami sudah tes DNA. Hasilnya aku dan Javier bukan saudara."
Urat leher Mr Yunan mencuat, mengatakan betapa orang tua tersebut marah.
"Cih, bagus kalian terpikir sampai ke sana. Tak sia-sia kalian sekolah sampai ke perguruan tinggi hingga menjadi CEO. Kalian pantas berada di posisi itu."
"So Dad, tolong berikan kami restu."
"Kau tak ingin tahu keluarga kandungmu, Javier?"
Bisa Claris rasakan tangan Javier menggengam erat miliknya. Ucapan selanjutnya Mr Yunan tak kalah mengejutkan Javier dan Claris.
"Aku tahu pasangan seks kalian. Sebuah kebohongan besar kalian buat. Sebenarnya Kalian tidak melakukan seks. Lalu kamu Javier." Mr Yunan menunjuk Javier tepat tepat di wajah. "Dad tahu kebiasaan burukmu bermain jalang. Cih, betapa bodohnya kamu Claris masih mau menikah dengan Javier."
"Daddy!"
Cukup, Javier tahu ia salah. Kebiasaan buruknya adalah hal paling menjijikkan yang pernah ia lakukan. Meski begitu, Javier tak tinggal diam. Apapun yang terjadi ia tak mau direndahkan seperti itu. Bagi Javier, cara Mr Yunan salah dalam menasehatinya.
"I know, aku salah. Terlepas dari apapun Dad, tolong jangan sudutkan aku dengan cara buruk. Dad tolong restui hubungan aku dan Claris. Kami saling mencintai, Dad."
"Saling cinta?"
Tatapan Mr Yunan beralih ke Claris, seolah-olah semua hal dilimpahkan pada perempuan itu. Semuanya!
Javier turut melihat Claris. Ia merutuki dalam hati. Kenapa tidak terpikir menanyakan perasaan Claris dulu sebelum berucap?
Oke, Javier akui, ia bodoh. Saat itu Javier siap menerima ia dijatuhkan serendah-rendahnya.
Tak tersirat keraguan sedikitpun, Claris berucap. Suara Claris lantang.
"Aku mencintai Javier. Soal perempuan yang tidur dengan Javier, dia sudah setuju menikah dengan orang lain. Semua hal sudah kami urus."
"Termasuk yang tidur denganmu?"
Claris gelagapan. Ia bingung harus mengatakan hal seperti apa. "Soal itu... aku putuskan untuk tidak mencarinya."
"Oke, kalau kalian saling mencintai, terserah kalian. Aku tak akan melakukan apapun."
Sontak saat itu juga Javier dan Claris saling berpandangan. Senyum terlihat. Javier senang, namun yang ia tahu, dirinya menatap datar. Selain senang, Javier tersinggung.
"Siapa nama keluargaku? Apakah Ayah dan Ibuku masih hidup?"
***
"Sial!"
Claris memejamkan mata, tepat di hadapannya Javier mengamuk. Claris berpikir ingin memberi ruang untuk Javier, namun saat ia lihat Javier hendak melempar barang, cepat-cepat Claris menghentikan lelaki itu.
Tangan Claris tergores, ia menatap Javier tepat di matanya. Cara itu hampir selalu ampuh mengatasi kegilaan Javier.
"Tolong jangan begini. Mengamuk tak akan menyelesaikan masalah. Ayo kita pikirkan baik-baik cara mengatasinya."
"Tidak semua hal bisa diselesaikan dengan akal sehat Claris. Perasaanku kacau. Mom and Dad meninggal dibunuh orang. Aku yakin. Dasar keluarga laknat, aku tak akan membiarkan mereka hidup tenang."
"Kamu duduk dulu," ajak Claris. Berdiri terlalu lama bukan pilihan baik. Javier yang mengamuk, Claris yang pusing.
Claris bawa Javier duduk di tepi ranjang. Banyak hal yang Javier pikirkan saat itu.
"Ayo cari tahu sama-sama. Siapa yang harus kita salahkan atas kecelakaan orangtuamu. Ayah, anak atau keduanya." Claris mengela napas, berharap dengan begitu nasib buruk hilang berikut napas yang ia keluarkan.
"Kakekmu masih ada. Kau tertarik menemui dia lebih dulu?"
Claris mengigit bibir. "Mungkin ada sesuatu yang bisa kita dapat."
"Kau benar," ucap Javier. Selama duduk kesadarannya perlahan kembali. "Aku mau kita bergerak lagi, tapi aku tidak sempat. Pekerjaanku menumpuk."
Klepak. Claris memukul kepala Javier. Suara gaduh ringisan pun terdengar.
"Kau pikir hanya kamu yang sibuk? Aku juga. Ayo selesaikan bersama."
Claris tak habis pikir dengan Javier. Rasanya ia ingin memukul kepala Javier sampai puas. Buat sebal.
"Ayo kerja, biar nanti kita punya waktu melakukan misi."
"Nasib sekali sih aku mencintai orang kaku sepertimu, Cla."
"Diam."
Javier menatap datar.
***
"Javier, kau Javier cucuku?"
Javier serba salah. Dulu-dulu ia tak merasakan apapun saat namanya disebut. Kali itu sensasinya berbeda. Javier dipanggil kakek kandung yang sudah lama terpisah.
"Benar Kek, ini aku Javier. Aku punya kalung keluarga Parklim. Kakek bisa percaya padaku."
Parklim adalah marga keluarga kandung Javier. Sepupu Javier bernama Yanuar yang memimpin perusahaan Parklim.
"Jadi nak, apa yang ingin kau lakukan setelah ini?"
"Pertama-tama aku ingin bertemu dengan Yanuar. Tapi sebelum itu aku ingin bertanya dulu, Kek."
"Sebelum datang ke sini aku sudah memikirkan baik-baik. Bawahan juga sudah aku kirim. Hasilnya baru aku dapat, sebelum itu, aku ingin memastikan. Siapa yang bertanggung jawab atas pembunuhan Mom and Dad?"
Mr Parklim old menggeleng, tak ada yang ia katakan. Tangan Javier spontan mengepal. Mata claris bergerak gelisah. Dirinya penuh ketakutan.
"Berdasar yang aku tahu Kek, dari hasil penyelidikanku. Paman yang salah."
"Siapa katamu?"
Seluruh pasang mata melihat ke seseorang. Mata claris dan seseorang di hadapannya bertemu. Sekilas, dapat Claris lihat kalau orang itu tersenyum remeh kemudian berganti menyeringai.
*****