Chereads / My Ex Billionaire / Chapter 7 - Membicarakan Jane

Chapter 7 - Membicarakan Jane

Selepas kepergian Jane, Nakula hanya bisa tersenyum. Dia memandang kertas yang ditinggalkan Jane begitu saja. Rasanya hangat. Sentuhan Jane masih begitu terasa.

"Dasar Rabbit kecil. Bisa-bisanya kita bertemu lagi di saat yang kurang tepat."

Nakula melepaskan dua kancing bagian atasnya. Dia menatap nyalang ke arah kertas di hadapan mata. Rasanya ada yang menggebu di dalam dada.

Saat ini Jane mengatur aliran uang dalam perusahaannya. Sesuai bayangan Nakula, jika nanti dia yang mengatur keuangan di keluarganya kelak.

"Pak."

Sedang asyik membayangkan masa depan. Anta masuk dan dengan pelan menepuk pundak Nakula.

"Ya kenapa?" tanya Nakula yang merasa diganggu.

"Pak Samuel sudah datang. Saya minta tunggu di ruangan anda."

Nakula mengangguk, hari ini memang jadwal Samuel Tan untuk datang ke perusahaan di Jakarta. Ada beberapa hal yang perlu dibahas juga dengan pria bermata sipit tersebut.

"Halo Tuan Samuel. Silakan duduk."

Nakula langsung menjabat erat tangan Samuel di depannya. Mereka lantas sama-sama duduk di sofa yang ada di ruangan Nakula.

"Bagaimana bekerja di sini? Betah?" tanya Samuel untuk mengawali perbincangan mereka.

"Betah Pak. Saya masih beradaptasi. Tapi saya merasa bisa untuk mengembangkan perusahaan di sini," ucap Nakula.

Samuel mengangguk-anggukkan kepala. Merasa senang dengan pencapaian Nakula. Sejak Bara menyodorkan pemuda ini padanya, dia sudah jatuh hati dengan ketangkasan darinya.

"Kau mau membuang yang di Indonesia? Aku pikir jual saja pada salah satu adik angkatku. Dia sudah berlatih selama enam tahun denganku. Pasti bisa menjadikan perusahaan itu nomor satu lagi."

Samuel yang awalnya ragu, begitu melihat Nakula mempresentasikan suatu produk baru untuk perusahaan Bara menjadi terpukau. Tidak berpikir lama, dia memberikan perusahaan yang saat ini dia duduki untuk dikelola Nakula. Tentunya lewat jalur yang sah. Kedudukan mereka setara. Perusahaan yang ada Singapura dan Indonesia berdiri di kaki sendiri. Meski keduanya terhubung.

Untuk membantu Nakula mengelola perusahaan, Samuel sampai mengutus Jane untuk terbang ke Indonesia membantu Nakula. Dia juga berpikir, orang seperti Jane begitu diperlukan.

"Oh ya, terkait di bagian keuangan. Saya mengutus Jane Anastasia Zhou untuk membantu Pak Nakula. Apa sudah bertemu?" tanya Samuel.

Mendengar nama mantan kekasihnya di sebut, tentu saja Nakula berbinar cerah. Berlian itu memang begitu disayang Pak Samuel rupanya. Mana mungkin Nakula akan melepaskannya.

"Ah Bu Jane sudah beberapa kali bertemu. Bahkan tadi saya meminta pendapat beliau untuk menentukan apa bisa untung dengan purchase order sekian, dan beliau menghitung cepat," sahut Nakula bangga.

Samuel Tan tertawa. Dia sudah menyangka Jane akan selalu bisa diandalkan. Dia seperti ingin menertawakan kebodohan temannya. Putri kecilnya sudah lebih bermartabat dari sebelum dia memungutnya.

"Iya kan? Anda bisa libatkan Jane dalam kesempatan apa pun. Dia begitu lihai mengurus ini dan itu. Bahkan untuk hal yang anda tidak paham akannya. Yang lebih penting, dia masih single loh Pak Nakula."

Sebelah mata Samuel berkedip pada Nakula. Dia terlihat sekali menyodorkan Jane pada Nakula. Tentu untuk orang yang masih sama-sama muda, tentu saja mereka begitu cocok. Apa lagi prestasi antara keduanya tidak perlu diragukan lagi.

"Iya saya juga tahu Pak."

"Ah anda tahu harus gerak cepat. Kalau tidak keburu kecantol orang lain loh. Saya kenal dengan Papanya, kalau mau bisa saya antarkan."

Nakula tersenyum canggung mendengar penuturan Smauel. Dia sendiri saja sudah begitu mengenal Papa Jane. Orang yang begitu dingin itu lah menjadi salah satu penyebab putusnya hubungan mereka.

"Mungkin nanti saya akan butuh anda untuk menyakinkan orang tua dari Ibu Jane, Pak," ujar Nakula menimpali candaan Samuel.

"Tentu, kapan pun anda siap Pak Nakula. Meski galak dia orang tua yang baik. Anda harus meyakinkan Jane dahulu. Karena beberapa kali berbicara padanya, Jane seperti tidak ingin menikah. Mungkin karena perceraian kedua orang tuanya. Perempuan biasanya lebih banyak menyimpan luka."

Mata Samuel menerawang ke depan. Bisa terlihat dia begitu menyayangi Jane. Putri dari sahabatnya itu seperti anak sendiri baginya. Dia menginginkan laki-laki seperti Nakula yang bertanggung jawab untuk hidup bersamanya.

"Saya paham. Ditinggal orangtua, mau itu perceraian atau apa pun, pasti akan timbul luka," sambung Nakula.

"Yah benar. Ah maaf pembicaraan kita menjadi berat seperti ini."

Samuel merasa tidak enak. Dia segera memutus pembicaraan mengenai Jane. Kalau pun Nakula mau bersama perempuan tersebut, sudah seharusnya dia akan berjuang lebih keras lagi. Itu yang Samuel harapkan.

"Tidak masalah Pak. Membicarkan hal lain selain pekerjaan bukankah suatu hal yang bisa mengeratkan hubungan kita," ujar Nakula yang ingin membuat Samuel selalu nyaman.

"Ya kau benar sekali."

"Anda ingin bertemu Ibu Jane. Akan saya panggilkan."

"Boleh Pak, kalau tidak keberatan."

"Tentu saja. Oh ya, karena saya juga seumur Ibu Jane, panggil nama saya saja Pak. Saya pikir akan jauh lebih hangat dipanggil Nakula saja oleh Bapak."

Samuel tertawa, baginya mau muda atau tua untuk menghormati orang lain boleh panggil dengan embel-embel Pak atau Bu. Kalau dengan Jane karena dia kenal pribadi, maka dengan nama saja cukup.

"Baiklah kalau itu keputusan anda, Nakula," sahut Samuel setelahnya.

Nakula mengangguk, dia lantas memanggil Anta untuk dipanggilkan Jane ke ruangannya.

"Sebentar ya Pak. Silakan hidangannya diminum terlebih dahulu."

Samuel mengangguk. Dia lantas mengambil kopi yang asapnya masih sedikit mengepul. Sudah hangat tidak sepanas yang tadi saat baru pertama kali disajikan.

"Kopi tubruk khas Indonesia tidak ada lawan ya, Nakula. Kau bisa carikan saya untuk oleh-oleh kembali ke Singapura?"

Samuel yang menikmati lagi kopi tubruk kesukaannya itu, tidak pernah gagal dibuat kagum. Jika ada kesempatan, dia akan mencari produsen kopi dan dia investasikan produknya.

"Boleh Pak. Dengan senang hati."

Pintu ruangan Nakula diketuk. Muncullah sosok yang sejak tadi menjadi bahan perbincangan mereka.

"Jane, apa kabar?"

Samuel langsung berdiri menyambut kehadiran Jane. Gadis itu lebih mirip putrinya. Dengan tanpa ragu, Jane membalas pelukan dari Samuel Tan.

"Kabar baik Paman. Bagaimana dengan Paman? Dengan Bibi, dengan Edgar?" tanya Jane beruntun.

"Ah, satu-satu kalau bertanya. Kita semua baik. Justru kau yang seorang diri di sini, bagaimana? Sudah betah. Bos baru tidak cerewet bukan?" tanya Samuel lagi. Kali ini sambil melirik ke arah Nakula yang melihat interaksi keduanya.

"Baik Paman. Saya dan Pak Nakula juga sedang menyesuaikan pekerjaan masing-masing. Jadi tidak perlu risau."

Jane berkata dengan begitu lembut. Beda sekali dengan Nakula yang penuh otot. Apa lagi saat mereka hanya berdua saja. Sudah seperti kucing dan anjing saja.

"Syukurlah. Paman lega mendengarnya."

"Permisi Tuan. Meeting dengan Mister Gandum, satu jam lagi dan kita harus berangkat sekarang. Ditakutkan macet untuk jalan ke sana."

Asisten Samuel mengabarkan jadwal aktivitasnya setelah ini. Memang selain mengunjungi Nakula, Samuel ada projek lain dengan perusahaan lain.

"Baik, ayo pergi sekarang."

Samuel berpamitan dengan Nakula dan juga Jane. Yang mana mereka jadi hanya mereka berdua di dalam ruangan.

"Jadi, siapa yang tadi menolak dengan tegas praktek KKN?" ucap Nakula setengah mengejek.

***