"Tunggu Jane, kau jangan jalan lebih dulu."
Nakula segera menarik tangan Jane. Dia segera menghambil tangan halus tersebut, sebelum pergi terlalu jauh.
"Apa sih Nakula. Lepaskan!"
Jane menghentak tangan atasannya itu dengan kasar. Dia benar-benar tidak ingin ada yang melihat kebersamaan mereka.
"Nakula ini sudah masuk area kantor. Kau tidak bisa seenaknya seperti ini."
Jane tidak terima dengan perlakuan Nakula padanya. Sepanjang bekerja, Jane akan tidak nyaman. Mungkin karena jabatannya tinggi dan rekomendasi Pak Samuel saja, kariernya masih aman. Tidak terbayang jika Jane hanya sekelas Siska atau yang lainnya.
"Ini memang tujuanku. Agar tidak ada yang berani menggosip tentangmu," ucap Nakula.
Jane mendesah malas. Dia mengangkat tangan ke udara dan berkata cukup. Sudah tidak ada lagi yang perlu mereka bicarakan kali ini.
Dengan tergesa, Jane melangkah terus ke depan. Tidak peduli dengan apa pun yang Nakula katakan di belakang sana.
Sampai di ruangannya, Jane merasa keringatnya cukup berlebih. Dia menyalakan pendingin ruangan. Menyetel dalam suhu paling rendah. Hawa sejuk begitu nikmat menyentuh pemukaan kulit.
Baru beberapa menit menikmati udara ruangan. Julio datang dengan membawa segelas kopi latte dari kedai ternama.
"Pagi Jane Anastasia Zhou. Kau tampak stunning kali ini," ucap Julio.
Pria itu menyeringai lembut ke arah Jane.
"Ini untukmu Jane," ucapnya lagi sambil mendorong segelas kopi yang sudah dia letakan lebih dulu.
"Untukku? Ada rencana apa?" tanya Jane penuh selidik. Julio tidak pernah memperlakukannya seperti ini.
Mereka kenal cukup lama sekitar dua tahun. Tapi setahun belakangan Julio lebih dulu pindah ke Indonesia. Dia sendiri yang meminta mutasi lantaran ibunya sendirian di rumah setelah kepergian sang ayah.
"Kau begitu curiga terhadapku Jane. Aku membelikan khusus untukmu saja. Tidak ada rencana lain," sahut Julio yang kali ini sudah duduk di depan Jane.
Pandangan pria itu menelisik ke arah Jane yang selalu terlihat menawan. Sepanjang di kantor, tidak ada gadis serupa selebritas selain Jane. Paling tidak menurut Julio.
"Iya kah?"
Tentu saja Jane tidak percaya begitu saja. Apa pun yang Julio perbuat pasti ada maksud dan tujuan tertentu. Tidak mungkin tidak.
"Baiklah kalau kau memaksa. Malam ini, temanku mengadakan acara pertunangan. Aku diundang dan harus datang membawa pasangan," ucap Julio jujur.
"Kau ingin aku menemanimu atau mencarikan perempuan untuk kau pamerkan pada khalayak?"
Julio refleks tertawa. Dia benar-benar takjub dengan sikap Jane yang tanggap seperti ini.
"Aku pilih yang pertama. Mau kan?" ucap Julio yang meminta Jane secara langsung.
Jane tampak berpikir. Malam ini dia tidak ada acara. Terntu saja bisa untuk membantu Julio. Yang jadi masalah, kalau orang kantor tahu mereka jalan bersama. Jane tidak ingin ada skandal lagi yang menimpa dirinya.
"Jane kau lama sekali berpikir. Aku ada meeting dengan Bos pagi ini."
Jane tertawa mendengar keluhan Julio. Lantas gadis itu mengangguk setuju.
"Tapi ingat, jangan kenalkan aku sebagai kekasihmu. Juga … tidak ada orang kantor yang akan datang kan?"
Untuk kalimat terakhir Jane sengaja memajukan kepala mendekat ke arah Julio. Suaranya juga berbisik. Seakan takut terdengar orang di luar mereka.
"Tenang saja. Temanku ini asli Australia yang sedang ada bisnis di sini. Jadi aku rasa tidak ada yang akan mengenali."
Jane bernapas lega. Setidaknya, dia aka naman.
"Terima kasih Jane. Aku akan menjemputmu pukul enam sore. Berdandanlah yang cantik bak bidadari. Siapa tahu di sana kau akan menemukan jodohmu," ucap Julio sambil berjalan ke arah luar.
Tentu saja dia tidak memiliki waktu untuk banyak basa-basi dengan Jane. Jam kantor akan dimulai, agendanya bahkan harus meeting dengan Nakula.
"Dasar laki-laki. Giliran butuh dia mendekat dan beramah-tamah."
Jane mengeluhkan sikap Julio. Yang mana, dia jadi teringat dengan Nakula yang dia tinggalkan begitu saja di area parkir.
Mungkin sekarang pria itu sedang mengumpat dan mendoakan Jane yang tidak-tidak. Awas saja kalau sampai Jane dengar.
Baru menyalakan komputer di mejanya. Pintu ruangan Jane kembali dibuka. Tanpa menoleh lagi Jane sudah lebih dulu berkata, "ada apa Julio? Apa ada yang tertinggal?"
"Julio?"
Menyadari itu bukan suara Julio. Jane langsung saja mendongakkan kepala.
"Nakula."
Jane sontak berdiri. Dia tidak menyangka bosnya ini akan ke ruangannya.
"Maaf maksud saya Pak Nakula," ralat Jane segera. Yang mana tatapan Nakula begitu menusuk. Membuat gelisah.
"Untuk apa Julio ke ruanganmu?" tanya Nakula dengan dingin. Dia melihat ke arah kopi di meja Jane. Seingatnya Jane tidak singgah di kedai tersebut.
"Eh, hanya mengantar kopi Pak," ucap Jane yang mengikuti arah mata Nakula.
"Oh ya? Untuk apa dia membelikan kau kopi," tanya Nakula yang seperti tidak terima dengan hal semacam ini.
"Ya karena saya memintanya. Dia sedang berada di sana dan saya minta dibelikan terlebih dahulu."
Jane merutuki kebodohannya sendiri yang malah susah payah mengarang alasan. Padahal mau ada urusan apa juga bukan termasuk ranah Nakula untuk mencampurinya.
"Dari mana kau tahu dia ada di kedai tersebut?" tanya Nakula lagi.
"Ya dari Julio."
Jane buru-buru menggeleng apa yang baru saja dia sebutkan. "Aduh Nakula tolong deh, perkara kopi saja kau sampai ribut," ucapnya lagi untuk membantah kekeliruannya.
Begini seharusnya bukan? Karena Jane juga bukan siapa-siapa Nakula yang harus panik seperti ini. Dia bukan kekasih Nakula yang baru saja ketahuan selingkuh.
"Sebenarnya kau ada apa datang ke sini?" tanya Jane lagi setelah tidak ada jawaban apa pun dari Nakula.
Bukannya menjawab. Nakula justru mengambil kopi dari atas meja. Dia menyeruput hingga tandas.
"Woi Nakula ini kopiku."
Jane ingin mengambilnya tapi tidak sempat. Nakula sudah membuang bungkusnya ke dalam tong sampah.
"Kau bisa beli denganku. Lagi pula aku memastikan saja, takut dia curang dengan menaburkan racun ke dalam minumanmu."
Ucapan Nakula sungguh tidak masuk akal. Untuk apa juga Nakula sampai melakukan hal tersebut. Padahal Julio yang membutuhkan Jane.
"Tolonglah jangan pikir yang aneh-aneh. Lebih baik kau katakan saja apa tujuanmu ke sini?"
"Kau tidak ingin beli kopi lagi?" tanya Nakula.
Jane langsung saja menggeleng. Mana sempat dia memikirkan hal tersebut. Pekerjaannya saja sudah menumpuk.
"Tidak perlu Nakula. Kau katakan saja ada apa. Pekerjaanku banyak sekali. Belum lagi laporan yang kau minta selalu ada di meja."
Sedikitnya Jane menjadi curhat dengan apa yang dia sampaikan kepada Nakula.
"Ya kalau begitu kau ikut aku sekarang," ucap Nakula kemudian.
"Ke mana?"
"Meeting, aku ada jadwal meeting dengan para sales dan juga temanmu itu."
"Julio maksudmu?" tanya Jane memastikan saja.
"Sudah jangan sebut nama itu. Ayo segera ikut."
Jane hanya bisa pasrah dengan segala tindak-tanduk Nakula.
***