Chereads / One Time (Time Traveler) / Chapter 41 - In Two Between

Chapter 41 - In Two Between

"Appaaaaa!!" Mata Junwoo berkeliaran mencari sumber suara. "Appa!" Sekali lagi Junwoo mengedarkan pandangan saat suara Na Mi bergema di telinganya.

Hana ikut celingak celinguk mengikuti gerakan kepala Junwoo. Entah apa yang membuat laki-laki di sampingnya menoleh kesana kemari seolah mencari sesuatu.

"Na Mi-ya?"

Suara lirih Junwoo menghentikan pergerakan Hana. "Siapa Na Mi? Pacarmu?" Mendadak selera makan Hana lenyap. Ia jadi tidak berminat meneruskan perjalanan ke restoran seafood yang ingin mereka tuju. Kalau Junwoo sudah punya kekasih, buat apa dia diajak berkencan dua hari berturut-turut?

"Anak kita," ujar Junwoo panik karena matanya masih mencari posisi putrinya. Tanpa sadar ia menciptakan ketegangan pada Hana.

"MWOYA?! URI TTAL?(1) " Hana memukul lengan Junwoo kencang agar tersadar dari halusinasinya.

Junwoo meringis mendapati rasa perih efek pukulan Hana. Dia berkilat kesal menatap Hana, mempertanyakan maksud dari pukulannya.

"Anak katamu? Sadarlah Lee Junwoo." Hana tidak segan untuk menyentil dahi laki-laki gila di depannya. "Kita baru kenal dua hari dan kau sudah mengklaim manusia bernama Na Mi itu anak kita? Aish, michesseo."

Junwoo terkesiap, ia tidak sadar saat mengucapkan Na Mi adalah anak mereka di hadapan Hana 2022. "Ani, maksudku bukan begitu," Junwoo meraih tangan Hana berusaha untuk menjelaskan, "ada anak kecil bernama Na Mi, mau mendengarkan ceritanya?" Ia mengusap telapak tangan Hana lembut. Tidak apa-apa hari ini mungkin waktunya ia bercerita tentang Na Mi dibandingkan mementingkan egonya untuk meminta Hana ikut bersamanya ke 2028.

"Benar bukan pacarmu?"

Pertanyaan selidik Hana memang beralasan tapi itu membuat Junwoo sumringah. Hana lucu, andai ia tahu Na Mi adalah putrinya ia tidak akan bereaksi seperti ini. Tidak mungkin ada perasaan cemburu pada putri yang memiliki jelmaan seperti dirinya.

Junwoo menarik Hana pelan menuju sisi pagar, sebuah tempat yang menyajikan pemandangan kota Seoul secara luas. "Usianya dua tahun lebih, anak baik dan pintar. Semua orang menyayanginya, jarang sekali menangis seolah tahu kalau hidupnya di dunia tidak ingin merepotkan banyak orang."

Hana menyimak cerita Junwoo tentang Na Mi, "orang tuanya?"

"Ibunya meninggal saat mau melahirkannya," Junwoo memutar badannya menghadap Hana. Ditatapnya lekat-lekat ibunya Na Mi. Dia pikir semudah itu menceritakan anak mereka di saat seperti ini. Luka masih berbekas, terbuka lebar untuk kembali basah pada kenangan pahit. Tangan Junwoo terulur merapikan rambut panjang Hana. "Bukan salah ibunya, ia pergi karena ayah Na Mi terlalu egois menerobos lampu merah hingga kecelakaan terjadi."

Sekuat hati Junwoo menahan agar tangisannya tidak pecah. Perasaan bersalah karena kecerobohannya masih belum hilang atau memang tidak akan pernah hilang. Semua orang saling memiliki pandangan sendiri atas kelakuannya malam itu tetapi bagi Junwoo satu hal pasti setelah malam tragis, hidupnya penuh penyesalan, dan perlahan ia paham mengapa keluarga Hana memaafkan dirinya meski susah payah menutupi maaf itu dengan tindakan seperti Junwoo adalah manusia paling hina karena menghilangkan nyawa adik mereka. Maaf dari tiga saudara laki-laki itu adalah sinyal bahwa, memaafkan Junwoo lebih mudah daripada terus meratap. Namun, Junwoo sadar maaf mereka hanya menjadi kabar buruk bagi Junwoo yang tidak akan pernah bisa menghilangkan rasa bersalah disertai penyesalan seumur hidup. Dan, itu benar.

Melihat wujud Hana terlihat begitu nyata di depannya, kepalanya berdenyut nyeri sama seperti sakit pada lukanya. Apa salah seorang Park Hana sampai harus dirinya yang menyebabkan kematian pada perempuan ini? Bagaimana kalau saat menyelamatkan Hana, di kemudian hari, ia mengulang kesalahan seperti malam itu?

Hana termangu melihat perubahan raut wajah Junwoo, disekanya air mata dari pipi Junwoo. Dia tidak tahu menahu persoalan Na Mi tapi sepertinya laki-laki ini sangat mencintai anak perempuan yang menyebabkan ia menangis.

"Tebakanku, orang tua Na Mi sahabat atau kerabatmu ya? Kau pasti menolong ayah Na Mi untuk membesarkan anak itu."

Tidak ada anggukan maupun gelengan. Junwoo menahan tangan Hana agar tetap berada di wajahnya. Merasakan aliran hangat dari istrinya. Merasapi rasa rindu yang sudah lama tidak ia dapatkan. Terakhir kali menggenggam tangan Hana saat ia berulang kali meminta maaf atas kesalahannya, berharap Hana mengucapkan salam perpisahan. Semua itu dingin, sekujur tubuh Hana terasa sangat dingin dan kaku.

"Mau melihat fotonya?" Hana tersenyum setuju. Setelah diberikan ponsel milik Junwoo, Hana tidak berhenti tersenyum sumringah melihat salah satu galeri foto Junwoo penuh anak batita sedang tertawa, merangkak, berjalan, dan oh Hana tergelak saat melihat video anak kecil itu sedang berceloteh dengan gumamnya sambil belajar berjalan. Tubuh berisi Na Mi menambah kegemasan, pipi tembam kemerahan membuat Hana meringis ingin mencubit.

Tanpa sadar Junwoo menepuk dadanya pelan, perasaan lega bercampur sedih menyeruak menembus setiap harapannya. Wajah ini yang ingin Junwoo lihat dari Hana saat melihat putri mereka.

"Apa kau sadar Na Mi mirip seseorang?"

Hana mengangkat wajahnya dari layar ponsel, mencoba menerka maksud pertanyaan Junwoo. Satu detik, dua detik hingga Hana menutup mulutnya sendiri. "Apa aku punya kembaran? Kenapa Na Mi bisa mirip seperti aku kecil?" Hana mengembalikan ponsel Junwoo berganti berselancar pada ponselnya lalu menunjukkan foto masa kecilnya di depan Junwoo sedekat mungkin. "Lihat, tubuh penuh lemakku waktu dulu."

Tak ayal Junwoo meledakkan tawanya, ia menarik Hana masuk ke dalam pelukannya. Dibelainya rambut halus kecoklatan serta membaui aroma sampo dari pucuk kepala Hana. Ya Tuhan kenapa terlalu cepat mengambil Hana kalau kebahagiaan Junwoo ternyata selalu bersumber dari perempuan yang sedang dalam dekapannya.

"Aku ingin punya Na Mi lainnya bersamamu, Hana."

Hana memukul dada bidang Junwoo, mengikik mendengar pernyataan dari laki-laki sinting. "Ini caramu merayu perempuan, huh? Baru 48 jam kita bertemu Lee Junwoo."

"Ralat Park Hana, nyaris 38 bulan kita sudah bertemu," batin Junwoo berbicara fakta. Selama itu waktu yang Junwoo punya untuk memiliki Hana setelah selama tiga tahun hanya berani menatap dari kejauhan. Junwoo sedikit memundurkan tubuhnya untuk menangkup wajah Hana, ia meraih dagu istrinya untuk memudahkannya menemukan rumahnya kembali. Bibir lembut merah kesukaannya kini benar-benar dalam jamahnya. Tidak ada rasa tergesa dan nafsu, menikmati tanpa ada penolakan dari Hana.

Beberapa menit, bibir mereka saling menemukan kenyamanan. Bergerak memagut dalam perasaan berbeda. Tidak peduli ini baru kencan kedua mereka tetapi rasa saling membutuhkan mengalahkan akal sehat Junwoo, kalau seharusnya ini sudah menjadi area terlarang.

"Appa,"

Junwoo kembali mendengar suara Na Mi tapi ia memilih tidak mengacuhkan. Mungkin ini efek rindu setelah beberapa hari tidak bertemu. Ia masih sibuk mengecap bibir Hana.

"Appa gajima!"

Junwoo mulai risih, bayangan Na Mi berubah. Ini bukan Na Mi yang ia kenal.

"Appa, apa kau akan meninggalkanku seperti eomma?"

Matanya kali ini terbuka lebar, terkejut pada bayangannya sendiri. Sosok anak perempuan semakin tumbuh besar dan ia tidak tahu apakah itu Na Mi-nya atau bukan.

"Appa akan kembali, kan? Menjemputku setelah pulang sekolah nanti?"

Tubuhnya terpaksa bereaksi untuk menghentikan kegiatannya bersama Hana. Junwoo tersentak mundur penuh ketakutan. Wajahnya pucat pasi melihat dan mendengar seseorang yang mengaku putrinya tapi tidak terlihat seperti anaknya sendiri.

"Hana, aku minta maaf. Aku lupa ada urusan, aku antarkan pulang sekarang." Junwoo tergesa-gesa menarik Hana menuju parkiran mobil dan beberapa kali terdengar suara protes Hana karena tidak suka cara Junwoo. Hana nyaris jatuh terjungkal kalau tidak menjaga keseimbangannya sendiri. Hana sudah menyentak tangannya dari Junwoo tapi kalah kuat dari pegangan kencang Junwoo.

Berada dalam gejolak bimbang dan ketakutan. Junwoo bersikap seolah tidak acuh pada Hana. Meskipun sudah duduk berdampingan di dalam mobil, Hana tetap menunjukkan gestur ketidaksukaan pada sikap Junwoo.

"Kau ingin mempermainkanku? Maksudmu apa sih?"

Tidak ada jawaban, Junwoo melajukan mobilnya seperti orang kesetanan menuju rumah Seoga. Ia panik, kalau resiko dari menjelajah waktu ini akan membuatnya kehilangan Na Mi. Namun, hal itu tidak dimengerti Hana sehingga yang terlihat pada perempuan itu adalah Junwoo sedang berusaha menghindarinya dengan cara seperti ini.

"Gila, tahu gini gue gak bakal kejebak sama bujuk rayu setannya. Bajingan ternyata, beres dapet yang dia mau, gue dibuang sekarang."

Junwoo berdecak mendengar amarah Hana, "berhentilah mengumpat, aku tahu apa yang kau katakan." Ia sempat melirik sekilas ke arah Hana. "Aku tidak sedang mempermainkanmu, aku betul-betul ada urusan dan ini darurat Hana."

Hana terkejut karena laki-laki di sampingnya mengerti bahasa Indonesia. Tidak sempat ia bertanya, Junwoo sudah terlanjur membukakan pintu, menyuruh Hana agar segera keluar dari mobil. Sebelum Hana melarikan diri karena malas meladeni tingkah konyol Junwoo. Laki-laki yang sedang berada dalam kebimbangan pilihan menahan lengan Hana.

"Mianhae, sungguh aku tidak berharap hari ini menjadi hal menyebalkan bagimu. Ada urusan yang harus segera aku selesaikan. Aku berjanji akan menghubungi dan menemuimu lagi."

Hana jengah, ia melepaskan pegangan Junwoo dari lengannya, "tidak perlu. Urus masalahmu sampai tuntas sebelum menemuiku lagi." Tanpa menoleh sedikit pun, Hana bergegas masuk ke dalam rumah.

Helaan napas panjang diembuskan Junwoo. Bukan begini kejadian yang ia inginkan saat bertemu Hana. Perpisahan menyakitkan hanya untuk menciptakan jarak seperti mengulang kesalahannya. Ia sempat menendang badan mobil sebelum masuk ke dalam kendaraannya dan secepat mungkin menuju hotel tempat ia menginap.

Di dalam kamar hotel, Junwoo mencari alat pemberian Robert dari saku koper. Tidak pikir panjang ia memencet tombol biru, membawa tubuhnya untuk sementara waktu kembali ke Seoul pada tahun 2028.

***

Junwoo tidak sabar memencet tombol bel rumah Joong Gi setelah tahu dari kakaknya kalau Na Mi sudah dibawa ke rumah Joong Gi dari tiga hari lalu.

"Ya!! Kau bisa bersabar sebentar?" Joong Gi membukakan pintu rumahnya dengan pandangan tidak suka pada adik iparnya. "Ini sudah malam Lee Junwoo, kau mencari apa?"

"Na Mi, Hyeong Na Mi di mana?"

"Ck, di kamarnya. Ini jam sepuluh malam tentu dia sudah tidur. Kembalilah besok pagi, kau membuat bising rumahku."

"Hyeong, boleh aku menemui Na Mi sebentar?" Nada memohon untuk mengecek putrinya dilontarkan dengan suara mengiba.

Joong Gi meski kesal membuka pintu rumahnya lebar-lebar, sedikit mengancam Junwoo agar tidak membuat keributan yang membuat anak dan istrinya terbangun. Joong Gi berjalan mendahului Junwoo menuju salah satu kamar, tempat Hana dulu saat masih tinggal bersamanya.

Perlahan Junwoo membuka pintu kamar, lampu temaram menyinari dari sudut ruangan. Pelan Junwoo mendekati ranjang, ia sudah mulai merasa aneh. Gundukan dalam selimut terlihat asing. Dari ukuran ranjang sudah berbeda, sejak kapan Na Mi tidur di atas ranjang berukuran single sebesar ini?

Ditariknya perlahan selimut yang menutupi tubuh anaknya. Junwoo jatuh terjerembab setelah melihat siapa di balik selimut itu. Keributan karena Junwoo sampai menyenggol ujung nakas hingga terdengar benturan. Membangunkan sosok perempuan dari tidurnya.

"Appa?" Anak perempuan bertubuh lebih besar dari pertemuan terakhir Junwoo mengucek matanya, "kenapa? Bukankah ini masih malam?"

Junwoo memundurkan tubuhnya hingga menempel pada dinding. "Kau siapa?"

Baik Joong Gi dan anak perempuan itu kebingungan mendengar pertanyaan Junwoo. Sudah jelas itu bagi mereka kalau yang dipertanyakan Junwoo adalah Na Mi, putrinya tapi mengapa Junwoo seperti tidak mengenali.

"Kau mabuk? Sudah jelas di depanmu adalah Na Mi, anakmu."

Suara Joong Gi berdenging di telinga Junwoo. Tidak, Na Mi masih dua tahun. Anak perempuan di depannya sudah terlalu besar seperti ukuran anak sekolah dasar. Lagipula ini bukan Na Mi-nya. Putrinya berambut hitam kecoklatan bukan berwarna coklat hazelnut, sorot dan bentuk matanya berbeda tidak seperti Hana. Bukan, ini bukan anaknya, jauh berbeda dari semua tangkapan foto yang selama dua tahun Junwoo ambil.

"Appa, gwaenchana? Appa…"

"Berhenti memanggilku Appa, kau bukan anakku."

________________________________________

1. Apa? Putri kita?