Aku menunggu reaksi Na Mi saat kuceritakan kisah memalukan karena sampai berani melupakannya. Entah apa anak enam tahun ini mengerti setiap perkataanku. Tidak hanya aku yang menunggu, cerita kali ini, kulakukan di depan tiga kakak Hana, Lana, beserta istri-istri Joong Gi dan Seoga hyeong sementara Yi Eon bermain bersama Kyung Won.
Terpaksa aku menceritakan hal ini di acara ulang tahun Kyung Won–keponakanku dari Joong Gi hyeong–yang ke enam karena Na Mi menuntut aku cerita setelah berkali-kali mangkir dari kewajibanku padanya.
"Appa,"
"Eo?"
Na Mi memperhatikan setiap wajah yang sedang menunggu responnya. Ia memang masih terlihat bingung untuk mencerna semua perkataanku tapi kami tetap menanti pertanyaan apa yang berada di kepalanya.
"Kalau besar nanti aku jadi tidak mirip eomma bagaimana?"
Sejujurnya aku sudah mempersiapkan diri kalau Na Mi mengeluarkan pertanyaan macam-macam tapi satu pertanyaan ini membuat kami semua tertawa geli mendengarnya. Aku menawarkan diri agar Na Mi mau duduk di atas pangkuanku.
"Jadi kau lebih memilih mirip dengan eommamu daripada appamu?" Hei, lihat siapa yang semakin hari semakin mirip dengan Lee Dong Kook. Aku mendelik pada Lana, sifat menyindirnya dari dulu memang ada tapi sekarang semakin kelewatan dan putriku seperti mendukung. Ia mengangguk penuh semangat menyebabkan yang lain jadi menertawakan pilihan Na Mi.
"Jinjja? Kau tidak mau sedikit pun mirip dengan Appa?"
Benar-benar anak ini. Untuk pertanyaan sederhana seperti itu saja, Na Mi berpikir keras sampai dahinya berkerut.
"Tapi aku sayang Appa." Ia memelukku erat seperti ingin memenangkan hatiku lagi. Kubalas pelukan Na Mi sama eratnya. "Juga keun abeojideul, halmeoni, harabeoji, Chan Young imo, Woojin oppa, bulik Lana, keun eommonideul, Yi Eon, Kyung Won, Shin hae imo, Wooyoung samcheon." Baiklah setelah semua disebutkan olehnya aku hanya bisa meringis dalam diam. Perasaan sayang Na Mi tidak bisa seperti dulu hanya untukku. Kenyataan yang harus kuterima bahwa kelahiran Na Mi dipenuhi duka dan agar anak perempuan ini tidak merasakan kesedihan sejak dini. Banyak sekali tangan membantunya agar tetap bisa hidup seperti anak normal lainnya.
"Na Mi,"
Na Mi mengangkat kepalanya dari dadaku untuk merespon panggilan Joong Gi hyeong. "Ya keun abeoji?"
Joong Gi, laki-laki pertama yang tahu kegilaanku setelah Lana, tersenyum. "Kalau kau bisa bertemu dengan eomma, apa yang ingin kau lakukan?"
Binar mata Na Mi meredup, ia menundukkan kepala. Aku menjamin pasti ia ingin mengutarakan banyak hal tapi terkendala pada pikirannya sendiri. Walaupun aku sering kali mengatakan bahwa Na Mi terlihat lebih dewasa dari umurnya, ia tetap saja anak kecil berusia enam tahun di mana tumbuh kembangnya belum mampu menyamai pikiran sekompleks orang dewasa.
"Aku belum pernah bertemu eomma, di sekolah aku satu-satunya yang tidak pernah dijemput eomma jadi…" Na Mi mengetuk dagunya dengan telunjuk, "aku ingin dijemput eomma saat sekolah selesai."
Diamnya yang lain mungkin karena merasa kasihan pada anakku tetapi aku terdiam karena selalu melihat wajah nelangsa Na Mi saat iri melihat ibu teman-temannya menjemput. Sedangkan ia berusaha ceria di depanku meski keinginannya jauh berbeda dari yang ia dapatkan.
"Siapa yang mau kue?" Seruan istri Joong Gi hyeong memecah keheningan. Ia mengajak Na Mi beserta dua anak kecil lainnya yang bermain tidak jauh dari kami untuk masuk ke dalam rumah. Makanan manis tentu tidak mampu ditolak oleh para anak kecil.
"Hyeong." Sesaat setelah Na Mi tidak berada dalam peredaranku, aku langsung melayangkan protes pada Joong Gi hyeong. Bukankah sudah cukup Na Mi mengalami banyak tekanan selama enam tahun hidupnya. Pertanyaan dasar seperti tadi, membuatku merasa tersinggung.
"Wae?" Joong Gi hyeong menantangku untuk mengatakan protesku padanya. "Sekarang kutanya padamu, pertanyaan yang sama tapi tak pernah kau jawab. Kalau kau bisa membawa Hana kembali dari masa lalu, apa kau rela menukar hidup Na Mi demi egomu?"
Sial, pertanyaan itu lagi setelah sekian lama aku menghindarinya. Mumpung semua ada di sini sekalian saja aku muntahkan pertanyaan yang tidak sempat aku tanyakan pada mereka semua. "Aku kembalikan, kalau kalian berada di posisiku bisa membawa Hana kembali. Apa kalian rela menukar hidup kalian demi Hana?" Benar kan sesuai prediksiku, mereka diam tak berkutik karena aku tahu seberapa besarnya kasih sayang mereka pada Hana lalu diberikan pilihan, menyerah pada takdir atau merelakan kehidupan saat ini?
"Ayo, kalau kalian mencela dan menekanku terus menerus antara menghidupkan kembali istriku atau memilih anakku sendiri, kenapa tidak bisa menjawab pertanyaan dariku? Apa pilihan kalian? Membawa kembali adik dan sahabat atau rela menukar kehidupan kalian sekarang?"
Sumpah, aku menikmati membalas semua celaan mereka saat tahu aku nekat melakukan perjalanan waktu melawan takdir hanya demi Hana. Aku tahu sikapku terlihat konyol dan kekanakan, tapi di sini yang aku perjuangkan adalah Hana, istriku, bahagiaku. Bukan aku tidak memikirkan Na Mi, putriku juga penting. Mereka juga tahu seberapa kerasnya aku berjuang demi menjadi ayah yang baik untuk Na Mi.
Namun, harapanku untuk mempertemukan Na Mi dan ibunya menjadi tujuanku lainnya selain meraih kembali mimpi untuk hidup cukup lama bersama Hana. Setiap aku bertanya di mana letak kesalahanku, semuanya kompak menjawab aku laki-laki sinting.
"Ara, kalau aku di posisimu, aku akan mengembalikan Hana." Dong Kook hyeong menjadi orang pertama menjawab, "aku belum memiliki kehidupan seperti kalian semua. Kalau aku punya kesempatan bertindak gila sepertimu, aku memilih Hana."
Aku mengangguk memahami bagaimana ucapan Lee Dong Kook hari ini sangat logis. Dari kami semua, posisinya masih relatif aman. Hubungannya dengan Ryeo Won nuna tidak jelas. Apakah ia akan menikahi perempuan itu atau malah berganti haluan pada sahabat Hana.
"Hana, aku memilih Hana." Sekarang perempuan favorit Dong Kook hyeong berbicara, "tidak perlu merasa senang seolah aku memihakmu Lee Junwoo. Aku memilih Hana berarti aku bisa mengembalikan sahabat egoisku dan suamiku secara bersamaan. Kalau mereka kembali hal pertama yang akan aku lakukan adalah memaki mereka berdua karena berani-beraninya menyembunyikan penyakit. Setidaknya di kesempatan kedua, aku bisa merawat Ok Taekwon lebih lama seperti mauku." Aku mulai tertarik, jawaban Lana sangat masuk akal.
Dua orang yang hilang dalam grup ini bisa dikembalikan secara bersamaan dan menurutku itu bukan ide buruk. Jadi, sekarang aku tinggal menunggu dua kakak Hana dan satu kakak ipar Hana untuk berbicara.
"Mian, aku tidak bisa memberikan jawaban. Selama Hana hidup pun aku jarang bertemu dengannya karena masih studi di luar negeri. Setelah menikah, aku lebih mengenal Na Mi daripada Hana. Tapi ya aku paham bagaimana posisimu. Secara logika bukankah anak ada karena adanya hubungan sepasang laki-laki dan perempuan? Na Mi kuyakin hasil percintaanmu dan Hana yang dilandasi rasa satu sama lain, kan? Dan itu bukan ranahku untuk mengutak atik perasaanmu." Jawaban seorang orang jenius memang beda. Aku tidak akan membantah ucapan Min Young nuna karena kenyataannya memang seperti yang ia katakan.
Perasaan, hal sensitif tapi tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Aku sebelum bertemu Hana adalah manusia paling malas membahas hal tentang cinta dan perempuan pada siapa pun. Menurutku membuang waktu setelah kisah romansaku kandas terbentur perbedaan prinsip dan hinaan keluarga mantan pacarku tentang aku yang akan selalu hidup enak karena didukung oleh keluarga bermateri. Berbeda dengan mereka yang menganggap untuk sampai di posisi sukses perlu kerja keras. Rupanya barang pemberianku dulu adalah sebuah hinaan bagi mereka, aku dianggap sebagai laki-laki kasar karena secara tidak langsung menyindir mereka miskin. Padahal aku hanya bersikap sewajarnya untuk menghormati kedua orang tua mantanku.
Jadi, aku tidak pernah menganggap cinta adalah sebuah hal penting dalam hidup. Kalau bisa bermain-main kenapa menggunakan perasaan? Tapi itu tidak berlaku saat aku bertemu Hana. Meski selama tiga tahun menatapnya dari kejauhan, Hana memiliki sinarnya sendiri. Berbicara padanya seperti tidak pernah cukup, menyenangkan untuk mendengarnya berceloteh. Selalu berbicara apa adanya tanpa perlu menutupi segala hal–kecuali penyakitnya dan Taekwon–termasuk kalau ada sesuatu yang tidak ia suka. Perkataan Min Young nuna benar, perasaan tidak bisa diganggu oleh siapa pun, bagi setiap orang ada porsinya masing-masing.
"Hana."
"Kehidupanku sekarang."
Bersamaan Seoga dan Joong Gi hyeong berujar. Cukup mengejutkan bagiku karena kupikir kakak yang paling mengerti Hana akan memilih adiknya tetapi seorang Joong Gi hyeong akan lebih mudah menerima takdir daripada mengubah.
Seoga hyeong menghela napas sangat panjang sampai aku takut pasokan oksigen di tubuhnya habis. Ia mengelus pundak istrinya, menunjukkan kata maaf tanpa kata. "Meskipun adikku memang menyebalkan, sering membuat tekanan darahku tinggi tapi Hana," Ia melihat istrinya dengan perasaan tidak enak. Min Young nuna tersenyum mengerti, ia mengangguk agar Seoga hyeong meneruskan penjelasannya.
"Hana tempatku bercerita, hidup berdua dengannya, menyadarkanku bahwa tempatku untuk berbagi adalah dirinya. Ia tidak hanya mendengar tetapi menyimak setiap perkataanku. Hana selalu memasang telinga meski sering kuganggu tidur nyenyaknya, selalu menurut meski diiringi kekesalan. Kau tahu Lee Junwoo, kenapa dulu aku selalu menentang hubungan Hana dengan laki-laki termasuk dirimu?"
Aku jelas menggeleng, setahuku tidak hanya Seoga hyeong yang membatasi hubungan Hana dengan laki-laki tetapi kedua kakaknya pun juga sama.
"Karena ketika Hana serius, ia pasti akan meninggalkanku. Membagi perhatian pada cintanya. Aku terpaksa merelakannya tinggal di apartemen karena kupikir dengan begitu Hana akan lebih sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup daripada mencari laki-laki."
"Kalau begitu kau egois, Hyeong. Hana juga punya kebutuhan dalam hidupnya." Aku tidak mendukung pemikiran Seoga hyeong. Ternyata dibalik sikap overprotektifnya, dia punya agenda lain.
"Ck, kau belum pernah lihat Hana menangis seharian, tidak keluar kamar hanya karena dihina dan dimanfaatkan oleh seorang laki-laki, kan? Aku menjaga supaya tidak ada yang menyakitinya. Sebesar itu rasa sayangku pada Hana dan ketika kau menikahinya walaupun berat, aku sudah tidak bisa melarangnya untuk melakukan hal yang ingin ia lakukan dari dulu. Aku tahu salah satu mimpinya adalah memiliki keluarga sendiri tapi saat kau menyebabkan kecelakaan itu. Aku bukan hanya marah pada kelalaianmu tapi aku juga marah pada diriku sendiri karena gagal menjaga adikku."
Penjelasan panjang lebar penuh semangat menggebu-gebu dari Seoga hyeong membuatku tidak bisa mendebatnya lagi. Sampai kapan pun, memang salahku karena menghilangkan nyawa Hana. Aku sudah berjanji akan menjaganya, tetapi di tanganku juga, Hana pergi untuk selamanya.
"Kamar Hana tidak pernah mampu kuubah karena akan selalu menjadi kamar yang kuingat tentang adikku. Aku tidak lagi menyalahkanmu, mungkin Hana sudah menukarkan hidupnya untuk Na Mi. Jadi meski aku memilih Hana kembali, Na Mi sudah menjadi bagian dari hidupku dan aku tidak mau kau menghilangkannya juga."
"Kematian adalah hal pasti, itu kan yang selalu kau ucapkan ketika aku tanya. Jadi, kalau memang umur Hana memang sedikit di dunia ini, kenapa harus repot-repot mengubahnya?" Joong Gi hyeong tidak membiarkan jeda bisu dalam pembicaraan kali ini. "Aku bukan tidak sayang pada Hana tetapi aku sudah punya hidup bahagiaku di sini, masa depanku bersama Yea Jin dan Kyung Won."
Aku baru ingin menyindir ucapan Joong Gi hyeong tetapi ia sudah membaca pikiranku terlebih dulu. "Iya memang tidak bisa dibandingkan denganmu. Istri dan anakku masih di sini bersamaku tapi Hana adikku, lebih dari setengah hidupku, aku pernah hanya menyayangi Hana. Tapi coba kau pikirkan lagi, mengapa Tuhan mematikan istrimu dan membiarkan anakmu hidup? Padahal waktu kecelakaan mereka masih berada dalam satu tubuh yang sama."
______________________________________