Hana tidak konsentrasi melihat apa lagi mendengar perkataan Seoga yang sedang berbicara pada Tuan Lee. Gerak tubuh serta raut wajah Junwoo seperti mengkhawatirkan sesuatu. Jarak duduk berseberangan seperti ini membuat Hana tidak mampu melakukan apa-apa.
Dong Kook berulang kali menyenggol Hana agar segera menjawab pertanyaan Tuan Lee. "Maaf, bagaimana Tuan Lee?"
"Waa apa kau benar-benar cinta mati pada Junwoo? Kenapa tidak bisa berhenti menatapnya?" Chan Young menyindir Hana karena sedari tadi ia memperhatikan perempuan yang sering dibicarakan ayahnya lebih menarik daripada sekedar dongeng belaka.
Hana bersemu kedua pipinya menghangat. Saat semua orang di ruang tamu rumah Seoga mengira Hana sudah mulai tunduk pada cinta, berbeda dengan pikiran Hana. Ia terlihat malu-malu karena kembali teringat malam panas bersama Junwoo tiga hari lalu. Entah kenapa hari itu, dirinya terlalu sering menggoda Junwoo hingga laki-laki itu menyerah dan menuruti kemauan Hana untuk mencoba berbagai macam alat permainan di dalam kamar kamasutra.
"Kalau sudah begini, kenapa tidak menyegerakan pernikahan mereka saja?" Tuan Lee tertawa kecil. Ia memandang ketiga kakak Hana agar segera memberikan jawaban.
Seoga bermain mata dengan Dong Kook dan Joong Gi. Keputusan Hana tiba-tiba seperti ini memenuhi pertanyaan di benak Seoga, dia mau mengonfirmasi satu hal pada adiknya. Ia meminta izin untuk berbicara sejenak bersama keluarganya. Dan, Hana sudah tahu akan mengarah ke mana ketika melihat wajah geram Seoga.
"Kalau aku belikan alat tes kehamilan dan hasilnya dua garis, jangan harap aku akan memberimu izin menikah dengannya." Ancaman Seoga meledakkan tawa Hana. Jelas-jelas ia baru menyerahkan keperawanannya tiga hari yang lalu dan berangkat dari pengalaman Junwoo di masa ia sebelumnya. Laki-laki itu tidak berani membuat Hana mengandung anaknya secepat mungkin.
"Apanya yang lucu? Kami memang dekat dengan Tuan Lee tetapi bukan berarti kami sudah mengenal anak lelakinya. Kau tidak pernah mengatakan pada kami kalau sudah tiga tahun berhubungan dengan anak ingusan itu." Dong Kook menjitak kepala Hana, seharusnya Hana lebih paham bahwa pernikahan bukan permainan. Mengetahui semua mimpi adiknya, Dong Kook merasa tersentil untuk mengetahui alasan di balik keputusan Hana.
Joong Gi memicingkan mata, mencoba menebak apakah dugaannya benar atau salah. "Kau iri karena dua sahabatmu sudah menikah dan bertunangan?"
"Antara iya dan tidak. Bukankah lebih baik aku menikah dulu sebelum adanya anak? Ayolah kita semua sudah mengenal Tuan Lee lebih dari lima tahun. Kalau Junwoo macam-macam, kita bisa meminta pertanggungjawaban ayahnya."
"Kau mencintainya huh?" Dong Kook sangsi akan perasaan Hana saat ini. Adiknya bersikap impulsif seperti ini pasti ada alasannya tetapi apakah itu benar cinta?
Hana sejujurnya belum memahami perasaannya pada Junwoo seperti apa. Apakah ia benar-benar mencintainya atau tidak. Hana hanya merasakan rasa nyaman saat bersama Junwoo, baru kali ini merasa dihargai. Semua laki-laki yang pernah datang dalam hidupnya dulu selalu memanfaatkan Hana untuk sebuah nama. Menggunakan Hana agar akses kehidupan mereka terpandang.
Bersama Junwoo, ia bisa melakukan apa yang ia mau tanpa dipandang sebelah mata meski baru sebentar mereka saling mengenal. Hana tidak perlu membawa embel-embel tentang keluarga, ia bebas mengekspresikan dirinya sendiri.
"Ne, kalau kalian sayang padaku, seharusnya kalian menghargai keputusanku, kan?" Hana terlihat serius menatap ketiga kakaknya bergantian.
Junwoo menelan ludahnya saat berpuluh-puluh pesan masuk ke dalam ponselnya. Bukan masalah pada siapa pengirimnya, tetapi bagaimana semua orang di tahun 2028 bisa menghubunginya? Enam orang di tahun 2028, yang saat ini posisinya berada di dekatnya sedang mengirimkan banyak pesan padanya. Junho meminta izin untuk pergi ke salah satu kamar tamu dengan alasan ada urusan yang harus ia selesaikan. Ia tidak peduli ditatap aneh oleh keluarganya karena bagaimana bisa mengetahui tata letak rumah Seoga.
Di dalam kamar, Junwoo memberanikan diri membuka semua pesan dari keluarga Hana dan keluarganya. Bahkan semua sahabatnya dan sahabat Hana mengirimkan pesan beruntun dengan isi yang sama. Putrinya, Na Mi menghilang dan mereka mencurigai Junwoo membawa Na Mi entah ke mana tanpa memberikan kabar.
Degup jantung Junwoo mulai berdebar tak beraturan. Berita Na Mi tidak baik-baik saja di waktu berbeda membuat Junwoo kalang kabut mencoba menghubungi Tuan Jung dan Robert. Kalau orang-orang ini bisa menghubungi dirinya, pasti dia bisa mengontak dua ilmuwan yang mampu menjelaskan masalahnya sekarang.
Dering demi dering tak ada satu pun yang diangkat oleh para ilmuwan itu. Gelisah, Junwoo berkeinginan untuk kembali pada masa sesungguhnya. Ia masih tidak habis pikir, bagaimana anak berusia dua tahun lebih itu bisa menghilang tanpa satu pun keluarga dan kerabat mengetahui keberadaan putrinya. Junwoo tidak akan menyalahkan siapa pun. Seharusnya ia yang menjaga Na Mi, bukan bermain-main di sini bersama masa lalunya.
Ketukan di pintu menolehkan kepala Junwoo sesaat dari ponselnya. Mungkin karena di semesta lain mereka pernah menjadi satu, Hana menyembulkan kepala dengan wajah khawatir menatap Junwoo.
"Boleh aku masuk?"
Junwoo mengangguk, isi kepalanya sedang berkeliaran ke mana-mana. Saat tangan Hana meraih jemarinya, senyuman dari Hana adalah pertanda keadaan bisa berubah dari bahagia menjadi ketakutan. Ketakutan Junwoo sekarang berlipat ganda. Dihadapkan pada kenyataan, ia harus memilih mencari putrinya atau tetap di sini bersama istrinya?
"Aku akan bilang pada ketiga kakakku kalau kita membatalkan rencana pernikahan. Aku tidak tahu apa yang mengganggumu sejak tadi tapi kalau memang rencana gila ini membuatmu ingin mundur, aku tidak apa-apa. Mungkin memang kita terlalu bergerak buru-buru. Waktumu juga bukan di sini bersamaku."
"Kalau aku pergi dan tidak kembali, apa kau akan marah padaku?"
Gelengan kepala Hana menumpahkan beberapa tetes cairan bening dari mata almondnya. Ia mencoba mengerti, memahami kalau ada sesuatu terjadi pada Junwoo. Ditampar pada kenyataan memang menyakitkan, tetapi memaksakan keadaan bukan menjadi solusi untuknya dan Junwoo. Sejak awal seharusnya Hana sadar, ia juga sedang memainkan takdir.
"Kalau Na Mi muncul dalam keadaan berbeda apa kau tidak masalah?"
"Bukankah Na Mi tetap menjadi anak kita?"
Ponsel Junwoo berdering berkali-kali, berpendar bergantian dua ilmuwan yang berusaha menghubungi Junwoo. Namun, ketika akal sehat Junwoo dikalahkan oleh mimpi dan harapannya, sambungan dari Tuan Jung dan Robert masuk ke dalam pesan suara yang mungkin tidak akan pernah didengar Junwoo setelah ini.
Melepaskan pagutannya dari bibir Hana, Junwoo menarik perempuan itu keluar kamar menuju ruang tamu tempat dua keluarga berkumpul. "Aku tahu tempat pernikahan yang cocok untuk kami. Kalau semuanya aku siapkan, apakah kalian mengizinkan aku menikahi Hana dua minggu dari sekarang?"
***
Dong Kook menendang bangku taman berkali-kali hingga bangku nahas itu berubah menjadi patahan tak berbentuk. "Begini rupanya si berengsek mengucapkan terima kasih."
Baik Seoga dan Joong Gi diam melihat tingkah saudaranya. Mereka tidak berniat untuk menghentikan, pikiran mereka sedang mencoba merunut kejadian di hari Na Mi menghilang. Seingat mereka balita itu berada di rumah orang tua Junwoo, tapi dari pihak sana pun merasa tidak menerima kedatangan Na Mi sejak tiga minggu lalu.
"Kau yakin tidak di apartemen Lana dan Taekwon?" Seoga bersikeras kalau anak kecil itu pasti dititipkan di salah satu dari mereka.
Dong Kook mengumpat sebelum meledakkan amarahnya ke arah Seoga dan Joong Gi. "Sudah kukatakan berkali-kali Na Mi tidak berada di apartemen mereka. Bukankah kalian seharusnya curiga dengan keluarga Junwoo, hah? Bisa saja mereka membohongi kita semua dengan menutupi keberadaan anak mereka."
"Ya, kau tahu Tuan Lee seperti apa, tidak mungkin ia berbohong. Kalau ada yang salah, jelas itu salah Junwoo bukan ayahnya." Seoga berdecak kesal. Selama delapan tahun ia mengenal pria paruh baya itu, tidak pernah sekalipun Tuan Lee menempatkan keluarganya lebih rendah dibandingkan dirinya.
"Memang kau sudah mengecek langsung ke rumahnya?" Dong Kook, meski mengenal Tuan Lee, masih tetap tidak percaya pada perkataannya yang tidak mengetahui Na Mi dan Junwoo di mana.
Dehaman terdengar dari pintu dekat taman, "Joong Gi sudah ke rumahku. Chan Young dan istriku sudah mencari Na Mi dan Junwoo bersama Joong Gi." Tuan Lee berdiri bersama Nyonya Lee dan putrinya. Guratan kecewa tercetak jelas pada wajah ketiganya. "Kalian menuduh kami, tidak menjadi masalah untuk kami sekeluarga. Tapi meragukan Junwoo, apa kalian tahu putra saya banyak menelan rasa bersalah setelah kematian Hana?"
Joong Gi bangkit dari posisi duduknya, ia menghampiri keluarga Lee dan membungkuk mewakili keluarganya. Meminta maaf atas segala hal yang didengar oleh keluarga Lee. Ia tahu semua cerita Junwoo dari keluarganya. Junwoo yang dikenalnya setelah kematian Hana selalu terlihat baik-baik saja bahkan terlalu tegar, tetapi lain kisah dari keluarga Lee.
Laki-laki itu pernah jatuh sakit karena memilih untuk mengurung diri di kamar tanpa menyentuh makanan yang diberikan. Beberapa kali pekerjaan kantor harus diserahkan kepada asisten dan bawahannya karena bos mereka seolah tidak punya gairah untuk bekerja. Namun, Joong Gi merasa bersalah setelah mendengar cerita dari Nyonya Lee dan Chan Young.
Betapa pun putus asanya seorang Lee Junwoo, ketika menyangkut Na Mi, laki-laki itu tetap menunjukkan bahwa dunia ini baik dan adil untuk Na Mi. Tidak menunjukkan dukanya di depan Na Mi meski sering kali terdengar suaranya bergetar saat menceritakan Hana. Jadi adu urat dan mulut yang terjadi di antara dua saudaranya tidak membuat Joong Gi ikut andil untuk mencurigai laki-laki itu.
"Oppa, boleh aku berbicara sebentar denganmu?" Chan Young memaksakan senyum, ada hal darurat yang perlu disampaikan pada Joong Gi.
Joong Gi mengangguk dan meninggalkan kedua saudaranya mematung di depan keluarga Lee. Joong Gi memang berpesan pada Chan Young, kalau ada sesuatu menyangkut Junwoo dan Na Mi tolong segera disampaikan padanya.
"Oppa," Chan Young memastikan sekitar, setelah yakin tidak ada lagi mata melihat dan telinga mendengar. Chan Young mengeluarkan ponselnya, mencari pesan suara di dalam tumpukan panggilan tak terjawab. Ia memutar pesan suara aneh di seberang sana. Pada awalnya hanya terdengar suara riuh beriringan dengan suara deburan ombak.
"Nuna, aku hanya bisa mengatakan ini padamu. Jadi tolong rahasiakan dari siapa pun termasuk eomma dan appa." Sesaat ada jeda sebelum tawa pelan terdengar. "Aku menikahi Hana untuk kedua kalinya. Panjang ceritanya hingga aku berani melakukan perjalanan waktu. Nuna, mimpi dan bahagiaku ada di sini bersamaku. Hana-ku hidup kembali, ia masih tetap seperti Hana yang aku dan kalian kenal. Maaf karena aku pergi tanpa sempat berpamitan. Semua ini di luar rencanaku. Masalah Na Mi, tidak perlu khawatir. Putriku akan segera berkumpul bersama ibu dan keluarganya di sini. Sampaikan maafku pada eomma dan appa, tolong katakan tidak perlu mengkhawatirkan apa pun karena aku baik-baik saja." Tak lama setelah mengucapkan pesan suara panjangnya, Junwoo menyahut panggilan seorang perempuan yang memanggilnya 'Jagiya' dan pesan suara itu berhenti.
Joong Gi diam membisu mendengar kalimat demi kalimat dari pesan suara di ponsel Chan Young. Ia bisa menjamin kalau suara itu adalah suara Junwoo dan perempuan yang berteriak memanggil Junwoo adalah adik perempuannya. Adik tersayangnya yang sudah dinyatakan meninggal dua tahun lalu.
Tidak cukup sampai di situ, keterkejutan Joong Gi ditambahkan oleh Chan Young saat memutarkan pesan suara lainnya.
"Annyeonghaseyo, benarkah ini nomor Lee Chan Young? Perkenalkan saya Jung Won, salah satu peneliti dari Bareum Hange Company. Bisakah kita bertemu? Aku ingin membicarakan adikmu Lee Junwoo. Kalau ia tiba-tiba menghilang dan tak dapat ditemukan kemungkinan karena saat ini ia sedang berada di tahun 2025."
______________________________________