Senandung bahagia terlantun dari bibir Junwoo. Setelah semalam menghabiskan banyak waktu bersama Hana sampai mengantarkannya persis di depan gerbang rumah Seoga, hari ini mereka kembali berjanji untuk bertemu saat jam makan siang.
"Naeil jeonyeok siganisseo?(1)"
Sebelum membuka pintu taksi, Hana tampak berpikir. Mencoba mengingat apakah ada agenda besok malam. "Humm eobseo, besok malam aku berencana untuk menampilkan mahakarya presentasiku di depan tiga kakakku. Wae?"
"Aniya, aku ingin mengajakmu makan malam tapi kalau kau tidak bisa tidak apa."
"Bagaimana kalau makan siang di dekat kantorku? Nanti kuberikan alamatnya." Tawaran Hana tentu disambut baik oleh Junwoo. Jam berapa pun asal bersama istrinya, Junwoo tidak masalah. "See you tomorrow Mr. Lee."
Tepukan di lengannya menyadarkan Junwoo dari lamunannya tentang semalam. "Masih siang hari Lee Junwoo, melamun tidak akan mengenyangkan perutmu."
Siapa bilang sifat Hana tidak menurun dari seorang Lee Dong Kook, jelas sekali cibirannya hampir menyerupai kakaknya. "Dasar tukang makan," Junwoo melihat baki makanan yang sudah dibawa oleh Hana, "kapan kau memesannya?"
"Nah," Hana meletakkan baki makannya lalu melanjutkan sindiran sembari menarik bangku di seberang Junwoo, "kau lebih banyak melamun sampai tidak sadar aku terlambat 20 menit dari waktu janjian kita."
Junwoo melihat jam tangannya, benar menit pada jarum jam sudah berubah lebih dari waktu yang mereka tentukan semalam. "Maja, lalu bagaimana persiapaan presentasimu?"
Dengusan kesal terdengar, pertanda buruk. Rencana yang sudah disusun Hana berantakan karena Dong Kook lagi-lagi berkelit tidak bisa hadir malam ini karena ada acara bersama, "LANA! Aku benar-benar tidak habis pikir. Mereka bekerja apa berkencan?"
"Siapa tahu mereka memang berjodoh, kau kan tidak tahu rencana Tuhan." Ya, termasuk empat tahun kemudian perempuan di depannya akan pergi selamanya kalau dia tidak menyelamatkan Hana sekarang.
"No, no, no." Hana menggeleng kuat, menolak rencana Tuhan kalau kakaknya berjodoh dengan sahabatnya sendiri. Lebih baik Lana bersama Taekwon yang sudah jelas-jelas menginginkan perempuan itu.
Makan siang kali ini masih sama seperti sehari sebelumnya. Berbeda pada topik pembicaraan, Hana mulai terbuka tentang dirinya begitu pun sebaliknya. Tidak hanya Junwoo merasakan kembali kisah mereka dulu, Hana mulai merasa nyaman. Rasa canggung itu ia tepiskan dan menunjukkan sisi seorang Park Hana sebenarnya. Sayang di kala mereka sedang bercerita seru, panggilan dari Seoga membuat raut wajah Hana berubah tidak senang.
Hana terpaksa mengakhiri makan siang kali ini dan mengajak Junwoo kembali bertemu nanti malam. Tawaran menarik tanpa usaha, tentu diterima Junwoo tanpa perlu berpikir panjang. Ada waktu cukup lama bagi Junwoo memikirkan bagaimana menyelamatkan Hana secepat yang ia bisa. Mempertemukan kembali Hana dengan Na Mi, putri mereka.
Nampaknya Junwoo harus melarikan diri sejenak ke daerah luar Seoul sebelum malam ini ia mengutarakan segalanya pada Hana. Mencari tahu seberapa besar kesempatannya untuk membawa Hana pulang.
Bermodalkan nekat, Junwoo mampir ke rumahnya untuk 'meminjam' mobil dari Junwoo pada tahun 2022. Ia masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan campur aduk. Ada rindu melihat rumah tempat ia tumbuh, harum kopi yang tidak pernah hilang meski siang sudah beranjak sore.
"Junwoo-ya, kenapa kembali?"
Panggilan ibunya membuat Junwoo sedikit tersentak, ia pikir semua orang di rumah ini pergi dengan urusannya masing-masing. Ia jadi memutar otak untuk memberikan alasan masuk akal.
"Mau tukar mobil."
"Mobil? Bukankah Genesismu sedang di bengkel, makanya kau hari ini menggunakan taksi ke kantor?"
Sial, kenapa tadi dia tidak mengecek garasi dulu sebelum masuk ke dalam rumah. "Ah benar juga, maksudku melihat apakah ada mobil appa yang bisa kugunakan. Aku mau ke Incheon sebentar."
Ibunya mengekeh, "appa sudah menawarkan tadi pagi tapi kau menolak dengan alasan malas mendengar ceramahnya."
"Siapa yang tahan mendengar ocehan appa?"
"Aku."
Junwoo melengos menuju arah dapur, malas mendebat ibunya sendiri. Ia memilih menghindari ibunya dan mengambil segelas cangkir di atas rak piring. Menuangkan kopi yang ia berikan satu sendok teh creamer tanpa gula. Menikmati kopi sambil terus memikirkan kata-kata pas agar Hana mempercayainya.
"Someone got Junho's effect, who's she?"
"Mwo?"
"Keotjimal, mungkin salah satu alasan kau pulang adalah karena sedang berdebat pada perasaanmu tentang seseorang. Jadi, perempuan mana yang berhasil mengambil hatimu?"
Junwoo tidak paham dan tidak mau mengerti saat melakukan perjalanan waktu ini. Apakah bersinggungan langsung dengan keluarganya ada resiko juga? Apa ibunya mau mendengarkan cerita konyol darinya bahwa putra yang sedang berdiri di hadapannya adalah putranya dari tahun 2028?
"Eomma, apa kau percaya pada takdir?"
"Takdir?" Ibunya tampak berpikir sejenak sebelum memberikan jawaban. Ia menarik salah satu bangku dekat meja dapur, "seperti Eomma dipertemukan dengan appa?"
"Bisa dibilang begitu," Junwoo meletakkan cangkirnya di atas meja marmer dapur, mengeluarkan dompetnya untuk menunjukkan sesuatu pada ibunya. "Kenal perempuan ini?"
Nyonya Lee menatap sebuah foto, perempuan berambut panjang kecoklatan tersenyum memperlihatkan mata almondnya. Ia merasa pernah melihat perempuan di dalam foto tersebut, mencoba mengingat ia mulai menebak. "Bukankah ia salah satu dari keluarga Park-Lee?"
Junwoo mengangguk, tidak mungkin ibunya tidak tahu tentang Hana. Suaminya sendiri sudah lama bekerja sama pada keluarga Hana. "Ia bukan perempuan seperti yang kau harapkan, tapi aku mencintainya. Bukan hanya aku tapi appa, nuna bahkan Eomma menyukai Park Hana."
"Aku tidak mengenalnya, Chan Young belum bertemu dengannya. Bagaimana kau bisa mengatakan kalau kami menyukai perempuan ini? Memang appa-mu sering bercerita tentang adik perempuan dari keluarga Park-Lee, memujinya sampai membuatku penasaran tapi kami belum pernah dipertemukan. Jadi aku tidak bisa menilai perempuan yang kau cintai ini, Junwoo-ya."
Putranya tersenyum, ide gila terlintas dalam otaknya. "Kalau aku membawanya kesini, apa Eomma berjanji untuk tidak mengeluarkan kata-kata sinismu?"
Nyonya Lee terlihat bingung, baru kali ini putranya seperti memaksa. Biasanya topik seorang perempuan akan menjadi bahan pembicaraan yang paling Junwoo hindari. "Eomma punya dua pertanyaan untukmu. Pertama, ada apa dengan asal usulnya? Kedua, apa yang membuatmu sangat menginginkan perempuan ini?"
Sesuai dugaan Junwoo, pertanyaan retorik dari ibunya sudah biasa ia dapatkan dulu sebelum memperkenalkan Hana pada semua keluarganya. "Dia bukan keturunan Korea asli, campuran berdarah Indonesia dari pihak ayahnya. Dan, dia masa depanku. Suatu saat nanti ia akan memberikanku seorang putri lucu, cucumu."
Gelak tawa terdengar jelas menggema di sudut dapur. Nyonya Lee masih tidak percaya pada putranya yang bisa membicarakan tentang cinta segamblang ini. Terlalu positif sampai ia menjadi penasaran pada sosok Park Hana. Suami dan putranya seperti terkena ilmu hitam, padahal ia tahu seberapa keras kepala dan tidak romantisnya dua laki-laki ini.
"Kau bahagia saat bersamanya?"
"Wanjeon, sungguh aku rela membayar sangat mahal untuk proyek mesin waktu demi dirinya." Secara tidak sadar Junwoo mengeluarkan fakta tentang dirinya saat ini.
"Mesin waktu?"
Buru-buru Junwoo melarat perkataannya, "maksudku kalau suatu saat nanti ada apa-apa dengan Hana, aku rela membuat mesin waktu agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan."
"Eomma tidak bisa melarangmu," Nyonya Lee menarik kedua tangan anaknya, "Eomma tidak pernah mempermasalahkan pilihan hidup kedua anak Eomma asal kalian bahagia. Kalau Hana ini menjadi tujuan akhirmu, aku menerimanya dengan tangan terbuka. Kenalkan pada kami, Eomma semakin penasaran pada Park Hana."
Mungkin ini adalah salah satu cara agar bisa menyelamatkan Hana. Mungkin keluarganya bisa menjadi alternatif untuk menolongnya untuk membawa Hana ke tahun 2028. Membawa istrinya kembali pada lingkungan sebenarnya. Dengan restu dari ibunya pada tahun 2022, Junwoo mantap melangkahkan kakinya untuk berpamitan sekaligus meminjam mobil ayahnya untuk mengajak Hana ke tempat dia dulu melamar istrinya.
Baru beberapa menit Junwoo meninggalkan rumahnya, Nyonya Lee yang sedang menaiki tangga menuju kamarnya kembali dibuat bingung akan kehadiran putra bungsunya.
"Ada apalagi?"
Terburu-buru Junwoo berlari pergi mengarah ke kamarnya, tidak menghiraukan pertanyaan Nyonya Lee.
"YA!!!"
"Wae? Wae?" Junho mendongakkan kepala, melihat ibunya kebingungan.
"Ck, kenapa kau kembali lagi?"
Junwoo mengernyit atas pertanyaan ibunya, "kembali lagi? Aku baru pulang, ada dokumen tertinggal. Appa memajukan rapat hari ini."
Bergantian Nyonya Lee heran dengan perkataan dan sikap Junwoo. Sangat berkebalikan dari beberapa menit yang lalu. "Kau bukannya menemui perempuanmu?"
"Perempuanku? Nuguseo?"
"Hana, Park Hana." Nyonya Lee jadi gemas, sikap putranya hari ini membuat ia kesal sendiri.
Junwoo tidak punya waktu berdebat dengan ibunya, waktunya akan terbuang percuma kalau tidak segera bergegas pergi. "Siapa Hana? Aish, sudahlah Eomma, aku sedang buru-buru, taksiku menunggu di depan." Secepat mungkin setelah mengambil dokumen tertinggal di kamarnya. Junwoo berpamitan tanpa menoleh lagi pada Nyonya Lee.
"MWOYA?! KAU BUKANNYA PERGI MEMBAWA MOBIL APPA BARUSAN?" Teriakan Nyonya Lee seperti angin lalu. Ia hanya mampu misuh-misuh sendiri menghadapi kelakuan Junwoo yang tidak menggubrisnya. "Jamkkan," Nyonya Lee baru menyadari satu hal. Bukankah anaknya tadi sudah berganti pakaian sebelum pergi menemui Hana? Kenapa tadi menggunakan setelan yang sama seperti tadi pagi?
_______________________________
1. Besok malam apa kau ada waktu?