Chereads / One Time (Time Traveler) / Chapter 37 - A Message for You

Chapter 37 - A Message for You

"Oppa, bagaimana jadinya kalau ternyata aku akan mati sendiri tanpa suami dan anak?"

Empat orang laki-laki di sekitar Hana tersedak. Mereka tidak melanjutkan kegiatan makan dan minum karena khawatir akan membuat mereka kembali tersedak. Hana tidak akan sekali mengatakan hal-hal aneh.

"Ya! Aku mengatakan hal sebenarnya, kenapa kalian terkejut?" Hana tidak terima ketika perkataannya seperti omong kosong tiada arti.

Seoga menyugar setiap helai rambutnya gemas, "buat apa menikah buru-buru kalau kau saja tidak bisa mengurus dirimu sendiri."

"Aku bisa mengurus diriku sendiri, kalian saja terlalu berlebihan menjagaku." Hana mengacungkan pisau makannya ke arah empat laki-laki di dekatnya. "Wae? Kenapa kau tertawa? Ada yang lucu?"

Ok Taekwon, sahabat Seoga mengikik tidak kuat menahan segala sindirannya untuk Hana. "Bisa mengurus diri katamu? Makanmu saja meninggalkan noda di baju."

Bukan hanya Hana yang menundukkan kepalanya untuk melihat jejak noda yang telah dibuatnya. Laki-laki yang duduk tidak jauh dari meja makan Hana, mencuri pandang. Ia menggelengkan kepala tidak percaya. Rupanya sifat teledor Hana bukan hal baru. Jauh sebelum ia mengenal perempuan ini, perilakunya tidak jauh berbeda.

"Jadi sudah mengerti kenapa tidak ada laki-laki yang ingin bersamamu?" Astaga, kenapa seorang Lee Dong Kook bisa sangat ramah pada Lana tetapi pada adiknya sendiri, mulut itu tidak pernah mengeluarkan pujian? Junwoo ingin sekali menyumpal mulut kakak Hana yang satu itu tetapi ia tidak bisa juga menahan diri untuk menyindir Hana kalau keadaannya seperti ini.

Andai keempat laki-laki ini tahu perilaku Hana sesungguhnya, bisa habis Hana dicaci maki. Ya walaupun kamar kamasutra terbongkar tetapi itu belum sepenuhnya rahasia Hana terkuak. Entah apa jadinya wujud seorang Park Hana kalau sampai para pawangnya mengetahui aksi liar Hana bersama laki-laki lain sebelum Junwoo.

"Kriteriamu memang seperti apa? Setahuku bukankah dulu Seoga ingin menjodohkanmu dengan Taek?"

Sebentar, apa? Junwoo kehilangan arah pembicaraan karena sempat melamun. Telinganya berusaha menangkap pembicaraan menarik. Dan, ia baru tahu tentang ini, ternyata pernah ada adegan perjodohan antara Taekwon dan Hana.

"Eyyy, Park Hana bukan tipeku. Aku tidak akan pernah sanggup menghadapi sifatnya." Taekwon sesegera mungkin menjauhkan bangkunya dari sisi Hana, sebelum perempuan itu meraih kepalanya untuk melakukan aksi menjambak tanpa belas kasih.

Hana memang tidak berhasil menjambak rambut Taekwon tapi ia berhasil melempar sendok teh tepat ke arah kepala Taekwon.

"Lihat, adik kalian lebih kejam daripada ibu tiri." Taekwon membalas perbuataan Hana dengan melempar kembali sendok teh kepada pemilik semulanya.

"Geumanhae, aku bersyukur kalian tidak berjodoh. Akan jadinya apa keluarga kalian nanti." Seoga menghentikan pertikaian dua manusia yang duduk berseberangan dengannya. "Ngomong-ngomong kau jadi pindah ke apartemen kemarin?" Ia mengalihkan pembicaraan dengan melempar pertanyaan pada Taekwon.

Acara makan siang hari itu tidak terlalu banyak membuka masa lalu Hana. Hanya percakapan biasa diselingi cibiran dan tawa. Junwoo lebih banyak mendengar hal-hal lama yang sudah ia ketahui. Namun, tujuannya memang bukan untuk menguak masa lalu Hana. Ia ingin sedari dini menyelamatkan Hana, empat tahun lebih cepat dari masa berakhirnya seorang Hana ada di dunia.

Memang rasanya beberapa hari terakhir termasuk tingkahnya saat ini seperti penguntit. Junwoo sudah menahan diri untuk tidak menampakkan diri secara terang-terangan di depan Hana langsung. Ia selalu menjaga jarak agar peredarannya tidak terlihat oleh Hana. Ia mengamati saat perempuan yang tidak pernah hilang dari hatinya sedang memilih baju di sebuah toko.

Mudah diprediksi kalau setelah ini akan ada dua perempuan tambahan ikut bergabung pada ajang menghamburkan uang. Tepat seperti dugaannya, Kelana dan Myeong Shin Hae berjalan memasuki toko dan langsung meributkan segala hal pada Hana hanya dalam hitungan detik.

Junwoo berjalan mendekat, jarak dua rak dari tempat tiga perempuan sedang berceloteh seru, membahas tentang sebuah pesta. Ia pura-pura memilih barang-barang di dekatnya agar tidak terlihat mencurigakan.

"Sumpah pesta kali ini ya, gue maunya hura-hura gak pake ditelepon sama kakak gue. Jadi, ayo dong gue diizinin nginep di tempat lo atau si Shin Hae."

Lana menggeleng cepat, "dih, apartemen gue kecil! Lagian kamar cuma satu, segala lu pengen nyempil ikut tidur. Nggak ada, ah! Shin Hae noh, suruh nampung!"

"Gak ada! Ujang mo nginep. Lagian orang kaya, tinggal gesek kartu di hotel kan, susah bener. Daripada ngerepotin orang banyak."

Mendengar penolakan dari dua sahabatnya, Hana menoyor masing-masing kepala Lana dan Shin Hae secara bersamaan. "Heran ya gue, punya sahabat gak ada rasa empatinya sama sekali. Awas ya lu pada kalo minta tolong gak bakal gue bantuin."

Junwoo sengaja terbatuk untuk menahan pecah tawanya. Demi apa pun, ia merindukan keributan tiga perempuan ini. Ada saja yang mereka bahas tanpa mengenal waktu dan tempat. Perasaannya menghangat mendengar suara-suara ini sampai seorang pelayan mengganggu momennya.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Junwoo tidak langsung menjawab, ia memilih untuk mengamati sebuah gaun. Tangannya terulur mengambil gaun tersebut lalu ia berikan pada pelayan yang masih setia berdiri di sampingnya.

"Gaun ini, bisa kau berikan pada perempuan itu?" Junwoo menunjuk tepat ke arah Hana.

Pelayan itu mengikuti arah tunjuk Junwoo, "yang berambut panjang kecoklatan?" Junwoo mengangguk. Gaun berwarna fuschia berbahan sutra, sangat cocok dikenakan oleh Hana. Entah pesta apa yang akan dihadiri oleh trio rusuh, tetapi Hana akan terlihat sangat cantik menggunakan gaun pilihannya.

Selalu menjadi tempat untuk menanyakan hal ini dan itu saat Hana sedang berdandan dulu, membuat Junho hafal cara berpakaian Hana seperti apa. Tidak ingin membuang waktu, ia secepat mungkin memberikan gaun di tangannya kepada pelayan dan beranjak membayar ke kasir.

"Bisa aku meminta sebuah kertas dan pulpen?"

Sang kasir mengangguk, ia berikan secarik kertas khusus beserta pena. Junwoo menuliskan beberapa rangkaian kata pada kertas tersebut kemudian ia titipkan pada perempuan di meja kasir, agar disampaikan pada perempuan berambut coklat yang sedang kebingungan melihat gaun di hadapannya.

Junwoo tidak menoleh meski ia ingin melihat ekspresi Hana. Bukan hari ini kalau ia ingin bertingkah gegabah. Langkahnya terlalu cepat meninggalkan toko hingga membuat Hana hanya sempat melihat seorang laki-laki bermantel hitam berjalan terburu-buru keluar dari toko.

"Kelen sadar nggak sih, dari tadi ada yang nguntit Hana?" Lana sudah menyadari kehadiran pemberi hadiah dadakan pada Hana sejak ia pertama kali masuk ke dalam toko.

"Hah? Nguntit gimana?"

Shin Hae tidak tahan untuk menyentil telinga Hana, "bego dipiara ya nih anak. Dari gue sama Lana masuk juga keliatan, itu laki ngeliatin lo sampe gak ngedip, onyon."

Hana mengusap telinganya, ia mencoba mengingat. Tidak ada satu pun ingatan mengenai laki-laki yang disebut oleh dua sahabatnya. Sejujurnya, sampai saat ini belum ada laki-laki manapun yang berani mengikutinya secara diam-diam. Hana terlalu peka kalau ada sesuatu yang aneh di sekitarnya.

Belum habis rasa penasarannya, perempuan penjaga kasir memberikan sebuah catatan kepada Hana. Dipenuhi rasa ingin tahu tentang orang tadi, Hana membaca diikuti dua kepala secara bersamaan mendekat karena ingin tahu tentang manusia ajaib yang tidak angin dan hujan memberikan sebuah gaun dengan harga fantastis.

Kau akan sangat cantik mengenakan gaun itu di acara pesta nanti. Tolong berhati-hati di mana pun kau berada, segala kemungkinan buruk bisa terjadi padamu, Park Hana.

-LJ

Tidak hanya Hana yang bergidik ngeri, baik Lana dan Shin Hae pun mengusap bulu-bulu halus di tangan mereka. Kenapa pesannya seperti sebuah peringatan? Kalau bukan penguntit, dia siapa? Bagaimana bisa sejelas itu menuliskan pesan, lengkap menggunakan nama. Seolah laki-laki itu sudah mengenal Hana sangat lama.

"LJ siapa, anjir? Sumpah lu dikuntit dari kapan tau Han. Noh dia sampe tahu nama lu."

Hana tidak bisa membantah ucapan Shin Hae. Ia sama takutnya setelah membaca pesan dari laki-laki yang tidak pernah ada dalam ingatannya.

___________________________________________