Chereads / One Time (Time Traveler) / Chapter 34 - Found The Scientist

Chapter 34 - Found The Scientist

Aku memandang keluar ke arah jendela kantor. Tidak ada yang berubah, Seoul masih sama sibuknya. Orang berlalu lalang mengejar setoran untuk membayar tagihan. Resiko setiap manusia yang tinggal di ibukota, biaya mahal menjadi santapan sehari-hari.

Aku merogoh ponsel dari saku jas, berpendar nama Joong Gi hyeong. Aku menggeser ikon hijau.

"Aku hanya ingin meminta izinmu." Aku berdeham tanda mengerti. Joong Gi hyeong pasti ingin Na Mi tetap menginap di rumahnya beberapa hari lagi. Putriku sebentar lagi akan berusia satu tahun.

Sudah hampir satu tahun Hana pergi meninggalkanku. Rasa kehilangan itu tidak juga mereda. Aku nyaris menggila karena menghadapi tekanan begitu besar, dampak dari masa berkabung yang tak kunjung usai. Selalu ada waktu aku menangisi Hana di malam-malam sunyi. Hubunganku dengan ketiga kakak Hana juga tidak kunjung membaik. Mereka menghubungiku karena Na Mi, bukan untukku.

Keluargaku menyuruh aku dan Na Mi pergi berlibur bersama tapi aku tahu, kekosongan hati ini tidak akan sembuh hanya karena aku pergi berlibur. Sejauh apa pun aku melangkah untuk bekerja, berpindah dari satu daerah ke daerah lain, dari satu pesawat ke pesawat lain, pikiranku selalu berhenti di Hana. Tentang dirinya, tentang kematiannya, dan tentang bagaimana kehidupannya setelah kematian. Apakah ia jauh lebih bahagia di atas sana?

Satu hal yang pasti, aku ingin menyelamatkan Hana andai bisa kuputar waktu. Aku akan mendengarkan ucapannya. Membuatnya tetap berada di sisiku dan Na Mi lebih lama.

Beberapa bulan lalu ide gila terlintas di kepalaku. Aku teringat dengan Tuan Jung. Tentang kisah dan teori-teori seputar mesin waktu. Aku menghubungi Tuan Jung beberapa kali, menanyakan apakah mungkin aku bisa mengembalikan waktu di hari kematian Hana.

"Kau tahu ada suatu takdir yang tidak bisa diubah? Kematian adalah hal mutlak Junwoo-ssi."

"Ara, tapi aku hanya mencari kesempatan, membuat sebuah celah agar bisa menyelamatkan istriku."

"Hal itu memang mungkin tapi apakah kau ingin bermain-main dengan takdir Tuhan?"

"Aniyo, aku…" Entahlah apalagi yang bisa kuucapkan saat itu. Aku tahu ini gila, bermain pada semesta yang sudah menentukan takdir setiap umatnya. Namun, aku merasa ini layak kuperjuangkan, sekecil apa pun kesempatannya. Aku ingin mencoba untuk mengembalikan Hana.

Tuan Jung terdengar menghela napas di seberang sana, "arasseo, aku akan mencoba mencari tahu tapi tidak bisa menjanjikanmu apa-apa."

Cukup satu kalimat yang diucapkan Tuan Jung itu sudah membuatku lega. Maka, bertepatan ulang tahun Na Mi kesatu. Aku banyak memberikan pelukan dan ciuman, meminta dukungannya agar keinginanku untuk membawa ibunya pulang dapat terwujud. Setelah ia tertawa melihat lilin angka satu bersinar, ada harapan yang kubawa serta tentang Hana.

Aku tidak berhenti untuk merapalkan keinginanku berkali-kali dalam setiap diamku. Tidak ada yang mengetahui niatku. Kusimpan rapat-rapat dan banyak menitipkan Na Mi pada keluarga Hana, keluargaku, dan tentu saja pada tetangga seberangku. Lana dan Taekwon selalu membuka tangan untuk membantuku menjaga Na Mi. Semakin sering aku bertemu dengan Tuan Jung, semakin rutin pula aku menitipkan Na Mi. Aku tahu ini terdengar konyol dan gila, tapi aku berusaha membuka peluang untuk mengubah hidup dan mati Hana.

Hingga 16 September 2027, ponselku berdering berkali-kali saat aku sedang melakukan pertemuan kolega bisnis di Singapura. Tuan Jung mengabarkan ia menemukan seorang ilmuwan yang sedang membuat mesin waktu di Amerika. Tuan Jung mengatakan akan menemaniku dan bertemu di sana. Tidak pikir panjang, aku menghubungi semua orang di Seoul untuk menitipkan Na Mi beberapa hari. Beralasan ada urusan mendadak di Seattle.

Aku tidak bisa menutupi rasa gugup yang sudah menyerang sejak berita itu sampai di telingaku. Otakku terus bekerja memikirkan perkataan apa yang cocok kukatakan saat bertemu dengan ilmuwan itu.

"Kau tahu kan, tindakanmu adalah penyalahan…"

"Aturan kausalitas. Aku paham Tuan Jung, sudah berapa kali kita membicarakan masalah ini?" ucapku penuh penegasan. Aturan sebab-akibat alam semesta yang tidak bisa dilanggar karena akan memiliki dampak buruk bagi alam semesta ini, sudah berkali-kali diucapkan Tuan Jung padaku. Menyelamatkan Hana berarti aku mengganggu aturan alam semesta dengan resiko mengubah kejadian masa depanku. Entahlah, aku hanya meyakini bahwa kehadiran Hana masih dibutuhkan oleh alam semesta. Kebutuhan Na Mi untuk bersama ibunya, misalnya. Itu kan bukan pelanggaran berat.

Aku dan Tuan Jung menunggu dengan sangat sabar di salah satu gedung penelitian di Seattle. Kedua kakiku tidak berhenti bergerak gelisah. Kalau sampai ilmuwan ini bisa mengabulkan semua doa-doaku selama ini, sungguh apa pun yang dimintanya akan kuturuti, asal Hana-ku kembali.

"Mr. Lee and Mr. Jung?"

Spontan aku berdiri setelah melihat seorang perempuan berjas lab putih berwajah campuran memanggil namaku dan Tuan Jung.

"Alicia. English or Korean? I can do both," ucapannya membuatku mengerti darimana wajah campurannya.

"Same conditions like you do." Aku tersenyum untuk membalas jabat tangannya.

"Follow me then." Aku dan Tuan Jung mengikuti langkah Alicia menuju suatu ruangan, awalnya kupikir ia akan mengajak kami ke laboratorium, nyatanya ruangan penuh berbagai macam kertas bertebaran menjadi tempat pertemuanku dengan seorang pria paruh baya berkacamata baca. "Sir," panggilan Alicia membuat laki-laki itu mengangkat kepalanya dari tumpukan kertas di atas meja.

"Kalian orang-orang dari Korea itu?"

Aku terkesiap mendengar laki-laki asing ini sangat fasih berbicara bahasa Korea. Dia tersenyum lalu menyuruh aku dan Tuan Jung untuk duduk di sofa. Ia berbicara sebentar pada Alicia sedangkan aku terlalu sibuk menyingkirkan tumpukan kertas yang berserakan di atas sofa. Apakah semua ilmuwan segila ini?

"Aku sedang tidak ingin berbasa-basi. Jadi, kedatangan kalian tentang rencana mesin waktu yang kubuat?"

"Bukankah kau sudah membuatnya?" Tuan Jung membalas pertanyaan laki-laki yang bahkan aku tidak tahu siapa namanya. Mungkin Tuan Jung mengatakannya, hanya saja aku tidak pernah benar-benar mendengar ucapannya sejak keberangkatanku dari bandara Changi.

Laki-laki itu tertawa, "aku hanya mendengar suaramu melalui sambungan telepon dan ternyata benar, kau ilmuwan jenius Tuan Jung. Jadi laki-laki ini yang terkena dampak dari percobaanku?" Pria ini sekarang menatapku penuh rasa penasaran.

"Salah satunya, hanya laki-laki ini yang mencari dan melapor padaku tentang kejadian aneh yang terjadi padanya tahun 2025 lalu. Sekarang ia berlari seperti orang kesetanan kesini karena ingin bertemu denganmu." Tuan Jung masih mendominasi pembicaraan dengan laki-laki di hadapanku.

"Robert." Pria itu akhirnya mengulurkan tangan memperkenalkan dirinya padaku.

"Junwoo." Kusambut uluran tangannya untuk berjabat tangan. "Jadi, kau penyebab kekacauanku?"

"Tuan Jung pasti sudah menjelaskan alasan kenapa kau terdampar ke tahun 2022, dua tahun yang lalu." Aku mengangguk, tentu saja aku ingat ceramah panjang lebar Tuan Jung mengenai teori relativitas umum Einstein. "Aku tidak ingin menjelaskan panjang lebar karena aku yakin kau tidak memiliki kapasitas sampai sana. Jadi, aku hanya ingin menanyakan keyakinanmu untuk menentang aturan kausalitas. Kau sudah yakin?"

Aku tertawa pelan, bukan karena ketidakpahamanku terhadap teori-teori ilmiah menyebalkan itu tetapi aku sudah mengerti arah pembicaraan ini. "Kau ingin aku berinvestasi pada proyek mesin waktumu? Tentu Tuan Jung sudah mengatakan bisnis keluargaku bergerak dibidang apa, bukan?"

"Smart Man!" Robert bertepuk tangan semangat mendengar ucapanku sama persis seperti ucapannya sebelumnya. "Sayang sekali aku baru menemukanmu sekarang." Kalimat-kalimat sinting yang dikeluarkan Robert berikutnya tidak memancing minatku untuk menyimak percakapannya dengan Tuan Jung. Teori-teori sialan itu bahkan membuat dua laki-laki paruh baya ini tertawa kencang. Aku mendengus karena merasa kepentinganku menjadi ajang candaan mereka.

15 menit mereka berbincang sampai akhirnya Robert mengajakku dan Tuan Jung pergi ke ruangan lain. Sungguh, ketika pintu lapisan baja terbuka, mulutku benar-benar terbuka lebar melihat rakitan besi, listrik, dan banyaknya orang hilir mudik di sekitar ruangan membangun sebuah portal waktu.

"Sekelompok ilmuwan di University of Queensland, Australia sudah melakukan penelitian mengenai perjalanan masa lalu. Mereka mensimulasikan dua foton menggunakan teori kuantum. Anggapan mereka dengan sifat foton yang tidak stabil dapat membuat seseorang melakukan perjalanan waktu dan menghindari orang itu bergerak pada waktu yang tidak konsisten." Tangan Robert terangkat untuk menahan segala bantahanku, "namun, di tempat yang sama seorang ilmuwan tidak mempercayai teori relativitas umum dan mekanika umum. Menurutnya teori kuantum hanya cukup untuk partikel kecil, dan belum menjelaskan bagaimana partikel lebih besar seperti atom misalnya, dapat melakukan perjalanan waktu dengan kecepatan sebesar cahaya."

"Intinya?"

Robert menepuk bahuku berkali-kali, "kau akan mempercayai teori yang mana? Kau sadar mesin di depanmu akan menjadikanmu kelinci percobaan?"

Helaan napas panjang ku keluarkan perlahan, "aku tahu resikonya. Tujuanku hanya ingin mengembalikan istriku kembali. Mempertemukannya dengan anak kami."

Sebuah tangan besar dan kasar menepuk pipiku pelan, "anak muda dengarkan ini. Meskipun aku sangat menginginkan investasimu pada proyek ini, aku ingin mengatakan padamu bahwa akan ada banyak teori. Pro dan kontra selalu bersuara ketika mesin waktu menjadi sebuah pembahasan di kalangan ilmuwan. Ada sebuah paradoks, dan paradoks terbesar dari semua hal ini adalah semakin baik peralatan serta instrumen mesin, semakin jauh melihat dan mendengar. Paradoks itu bukan pada masa depan atau pada masa lalu yang kejadian cahayanya bahkan belum sampai pada kita." Aku berkonsentrasi mencoba memahami setiap perkataan Robert.

"Kau mempunyai anak bukan? Kau tahu resiko terbesar saat kau melakukan perjalanan waktu itu adalah pengorbananmu untuk meninggalkan waktu tumbuh kembang anakmu. Kalaupun kau berhasil membawa kembali istrimu, kau rela mengubah masa depan anakmu yang mungkin tidak akan lagi sama?"

Aku terdiam mendengar resiko besar yang dijabarkan Robert. Hal ini tidak terpikirkan olehku. Aku meminta waktu, memilih mengundurkan diri dari pertemuan ini. Kalau dalam 24 jam segala hal kebahagiaanku dengan Hana berakhir dengan kematian. Kali ini aku membutuhkan waktu 24 jam di negara asing untuk memikirkan sebuah pilihan.

Sial, sial kepalaku berdenyut nyeri. Kukira semua ini akan berjalan baik-baik saja tetapi pilihan antara Hana dan Na Mi berubah menjadi ancaman bagiku. Kenapa alam semesta ini bergerak mengungkung dalam kemelut tiada akhir? Diriku akan menjadi hal terakhir yang kupikirkan ketika itu menyakut soal Hana dan Na Mi. Mereka selalu menjadi prioritasku.

Aku tidak masalah mengeluarkan banyak uang untuk proyek mesin waktu ini tetapi apakah sebanding pada resiko saat aku menjalankannya? Pilihan untuk mempertahankan masa depan Na Mi bersamaku atau mengembalikan Hana dalam hidupku dan Na Mi menjadi sambitan boomerang yang menghantamku berulang kali malam ini.

Memenangkan egoku atau menjalankan aturan kausalitas sesuai pada garisnya? Cahaya, kecepatan cahaya. Tanganku mengetuk panggilan, "jalankan. Resiko apa pun untuk Hana dan Na Mi akan kuhadapi. Berapa lama lagi untuk membangun mesin waktu itu?"

___________________________________________________