Chereads / One Time (Time Traveler) / Chapter 32 - Lost Control

Chapter 32 - Lost Control

Hana merapikan pakaian bayi yang banyak didominasi oleh warna pastel. "Kenapa anak perempuan identik sama warna pink? Memang biru atau coklat tidak terlihat menggemaskan saat Na Mi mengenakannya?" ujar Hana 24 jam yang lalu.

Cukup 24 jam untuk membuat Junwoo merasakan arti rasa sakit sesungguhnya.

Cukup 24 jam untuk menyadarkan Junwoo ini bukan mimpi.

Cukup 24 jam untuk Junwoo bisa melihat tatapan semua orang tertuju untuknya, seolah merasakan apa yang menjadi rasa kehilangannya.

Cukup 24 jam untuk Junwoo pahami, kematian ternyata terasa sangat nyata, menyakitkan, dan bisa terjadi pada siapa pun.

24 jam berlalu, di sini dalam keadaan bekas jahitan di kepala, tangan terbalut gips, nyeri pada beberapa bagian tubuhnya. Melihat untuk terakhir kali wajah istrinya, Hana-nya.

Hebat sekali Tuhan membiarkan ia hanya mendapatkan luka tidak seberapa ini dan mengambil satu-satunya perempuan yang sudah menjadi bagian dalam raga dan jiwanya.

"Until death do us apart," ucapan janji pernikahan ini sekarang jadi terdengar menyebalkan. Andai enam bulan lalu ia dan Hana tidak mengucapkan sumpah itu mungkin sekarang ia akan melihat pemandangan impiannya selama ini. Hana mendekap bayi perempuan mereka, tersenyum dan menangis secara bersamaan. Mulutnya mungkin akan mengeluarkan perkataan semacam, "membuat Na Mi enak tapi mengeluarkannya sungguh menyakitkan. Jadi, jangan memintaku untuk menambah bayi dalam waktu dekat." Celotehan konyol diiringi derai tawa untuk menutupi rasa harunya.

Kenyataannya, itu hanya angan-angan menggapai angin tak tersentuh. Kepala Junwoo sedang memproyeksikan semua kenangan yang bahkan jauh dari kata cukup untuk ia kumpulkan tentang Hana. Baru satu tahun setengah ia mengecap rasa cinta berlebih yang tidak pernah ia rasakan.

Junwoo tersenyum geli melihat istrinya pukul dua pagi masih sibuk menata kamar calon bayi mereka. Tidak ada lagi kamar kamasutra, tempat ini berubah menjadi kamar bayi. Warna merah yang mendominasi kamar ini sebelum mereka menikah, berubah menjadi mauve. Ranjang panas tempat mereka dulu bercinta sudah diganti dengan box bayi besar. Lemari tempat penyimpanan barang-barang aneh nan ajaib Hana, berganti menjadi perlengkapan bayi. Oh, ralat, perlengkapan Na Mi sampai berusia lima tahun.

Entah apa yang dipikirkan oleh Hana sampai ia harus menyiapkan baju, celana, sepatu, tas, dan segala macam pernak pernik anak perempuan sampai begitu lengkapnya. Anak mereka saat ini bahkan masih berproses untuk keluar dari tubuh ibunya.

"Hana-ya, swigeoya (1). Kau tidak merasakan sakit sama sekali?" Junwoo mengelus punggung Hana sesaat setelah melihat Hana mengatur napasnya. 38 minggu ternyata membuat anak mereka sudah tidak betah berlama-lama di perut ibunya.

Sudah sejak kemarin malam kontraksi rutin menyerang tubuh Hana. Namun, belum cukup intens untuk dibawa ke rumah sakit. Mereka sepakat menunggu di apartemen mewah Hana yang akhirnya dibelikan oleh ketiga kakak Hana sebagai hadiah pernikahan.

"Pegal, tapi kalau tidak banyak bergerak semakin lama aku merasakan kontraksi ini. Aish, kenapa tidak ada yang pernah mengatakan padaku, kalau proses melahirkan ternyata bisa sangat lama dan menyakitkan." Junwoo tergelak mendengar protes Hana. Di saat seperti ini mulut ceplas ceplos itu tidak bisa berhenti.

Junwoo meraih tangan Hana, mengajaknya duduk di sofa berwarna marun dengan tumpukan baju-baju bayi. "Bergerak Hana, bukan membereskan kamar sebesar ini. Kemarikan kakimu." Sukarela Hana meletakkan kedua kakinya ke atas paha Junwoo dan merebahkan tubuhnya di atas tumpukan bantal sofa, mengurangi tekanan pada perut dan pinggangnya.

"Mungkin kita harus ke rumah sakit sekarang, perutku semakin keras setiap kontraksi datang," ujar Hana dengan prediksi asalnya.

"Ajik (2), masih satu sampai dua jam sekali datangnya." Tangan Junwoo mulai memijat kaki mulus Hana.

"Sok pintar, memang kau menghitungnya?"

"Ya, pergerakanmu dari tadi terbaca olehku anak manja. Lagipula aku selalu membaca buku panduan kehamilan, mendengar setiap perkataan dokter Cho. Di saat kau lebih sibuk 'akan berbelanja apalagi setelah ini?', maja (3)?" Junwoo menunjukkan sikap tinggi hatinya yang berakhir terkena lemparan beberapa helai baju bayi. Junwoo hanya bisa mengekeh.

Selama dua jam lebih, mereka berbicara dan melontarkan berbagai macam khayalan tentang Na Mi nanti setelah lahir. Hana tetap sibuk membereskan kamar yang sudah rapi jadi semakin rapi. Junwoo mondar mandir membuatkan minuman atau camilan manis yang diminta Hana, memastikan isi tas untuk dibawa ke rumah sakit sudah lengkap, menemani Hana untuk bergerak di atas birth ball, dan mengelus punggung Hana ketika kontraksinya muncul.

"Jagiya, aku rasa memang sudah harus ke rumah sakit. Kontraksimu sudah maju 25 menit sekali." Junwoo melihat ke arah jam dinding. Memastikan perhitungannya benar.

"Ara, aku ganti baju setelah itu kita berangkat." Baru Hana ingin berdiri dari birth ball. Sesuatu terasa meletus dari dalam perutnya, mengalirkan cairan bening hangat di antara kedua pahanya. "Jagi…"

Junwoo juga melihat apa yang barusan terjadi. Tanpa banyak bertanya, ia mengajak Hana berjalan ke arah kamar mandi. Menyuruh istrinya untuk membersihkan diri, sementara ia mengambil baju ganti dari kamar mereka.

Erangan kesakitan meluncur dari mulut Hana. Rasa sakit dari gelombang cinta yang datang terasa lebih menyakitkan dari sebelumnya.

"Kau bisa berjalan, kan? Atau aku perlu meminta bantuan Lana dan Taekwon untuk membantu?" Junwoo memastikan Hana dalam kondisi yang bisa diajak kerjasama untuk berjalan sampai ke lobi apartemen.

"Aniya, kau lupa mereka sedang menginap di rumah keluarga Taekwon oppa? Gwaenchana, aku masih bisa berlari." Hana memukul pelan lengan Junwoo sebelum mengikik dan berjalan santai keluar dari unit apartemen.

"Aigoo, aku berdoa semoga Na Mi tidak punya bakat sombong sepertimu." Junwoo menggelengkan kepala tidak percaya atas kelakuan Hana tadi.

Sepanjang perjalanan Junwoo terlihat was-was ketika suara dan napas Hana menahan rasa sakit dari kontraksi yang datang. Tangannya terulur untuk mengelus punggung Hana. Berbeda dengan suaminya, ketika gelombang cinta itu hilang. Hana kembali sibuk mengabari keluarga dan dua sahabatnya dengan wajah santai.

Hingga 10 menit sebelum sampai di rumah sakit, pertanyaan Hana membuat Junwoo membelalakan mata sipitnya.

"Jagiya, apakah aneh kalau aku merasa ingin mengejan?" Posisi duduk Hana mulai tidak nyaman. Tangan kanan memegang perut besarnya, sedangkan tangan kirinya mulai meremas kuat bahu Junwoo.

"MWO?! Jamkkan! 10 menit lagi sampai." Junwoo sudah tidak bisa berbicara apa pun saat ini. Pikirannya tertuju pada keselamatan istri dan anaknya. Tidak mungkin perhitungannya salah, pembukaan Hana tidak mungkin secepat itu. Dia selalu memprediksi segala kemungkinan, berjaga kalau waktu seperti ini tiba. Rute perjalanan yang sudah ia pelajari selama enam bulan ini juga sudah tepat. Apa yang salah? Junwoo juga sudah memperhitungkan jarak dari apartemen ke rumah sakit.

Segala macam pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya, membuat Junwoo lupa diri dalam menginjak pedal gas mobil.

"Junwoo-ya, cheonchoni (4)." Perkataan peringatan Hana menguap begitu saja. Lampu hijau yang mendadak berubah menjadi kuning lalu merah. Diterabas kilat oleh Junwoo, tidak menyadari mobil dari arah sisi kanan turut melaju cepat.

Sepersekian detik kemudian, bunyi tabrakan dan gesekan dua besi mobil terdengar begitu nyaring di saat orang lain sedang menikmati keheningan malam. Setir mobil yang sedang berada dalam kendali Junwoo memaksa pengemudinya untuk menahan putaran mobil akibat tabrakan spontan.

Sayang bukan tertahan, refleks saraf di setiap tangan Junwoo membawa mobil itu mengarah ke pembatas jalan tengah. Menabrakkan sekali lagi mobil yang dikendarainya dengan kekuataan kencang. Antisipasi. Itu yang Junwoo lupakan. Air bag yang menggembung keluar setelah tabrakan bahkan tidak mampu menolong Hana dari pecahan kaca serta tekanan badan mobil yang menekan tubuh Hana dari luar ke dalam dan menghentikan setiap pendarahan yang keluar dari tubuh istrinya.

"Jagiya…" Cukup satu kata yang mampu Junwoo ucapkan sebelum gelap menghampiri.

____________________________________________________________________

1. Hana, beristirahatlah.

2. Belum.

3. Benar, kan?

4. Junho, pelan-pelan.