Chereads / One Time (Time Traveler) / Chapter 31 - Last Message from Her

Chapter 31 - Last Message from Her

Aku duduk di taman belakang rumah Joong Gi hyeong. Setelah beberapa hari kepergian Taekwon, aku memang meminta izin pada kakak iparku–iya aku masih harus menganggap mereka kakak iparku meski Hana sudah tidak ada–untuk mengizinkan Na Mi menginap beberapa hari di rumahnya. Alasannya tentu saja untuk memantau tetangga seberangku. Memastikan Lana baik-baik saja setelah Yi Eon kembali ke apartemen.

Tidak jarang aku mendadak memasak untuk mereka berdua meskipun lebih sering diprotes Lana karena masakanku tidak sama dengan Taekwon. Kalau sudah begitu aku hanya melempar senyuman kecut dan mengatakan, "hargai perjuanganku, Kelana. Masakanku hanya bisa diterima oleh Hana dan Na Mi. Lagipula lihat, anakmu makan dengan lahap." Dan, Lana tertawa mendengar celotehanku yang tidak lucu sama sekali. Tidak apa-apa yang penting dia bahagia.

Lana masih suka menangis, sering aku menemukannya sedang melamun. Aku berusaha menghibur walaupun tidak mampu selucu Taekwon. "Jadi menurutmu apakah Ok Taekwon sedang berpesta di atas sana?"

Lana memukul lenganku karena terlalu sering mengganggu lamunannya, "iya berpesta dengan istrimu. Bertahun-tahun tidak bisa minum alkohol, sekarang dia mabuk bersama Hana. Puas?" Berganti aku yang tergelak mendengar jawabannya. Aku terlalu sering menyodorkan minuman manis pada Lana, sepulang dari kantor pasti aku menyempatkan untuk membeli sesuatu untuk Lana dan Yi Eon. Putriku selama menginap di rumah Joong Gi hyeong selalu protes karena aku tidak kunjung menjemputnya. Iri karena melihat aku selalu mampir ke toko makanan dan minuman saat kami melakukan sambungan video.

Aku berusaha menjelaskan padanya bahwa ini untuk mengobati Lana dan Yi Eon. Memberitahunya kalau hal yang kulakukan adalah bentuk terima kasih karena dulu keluarga Ok selalu membantuku dan Na Mi. Di awal-awal putriku akan merengek, mengeluarkan rasa cemburunya tetapi setelah diberi pengertian berkali-kali ia mengangguk setuju walaupun akhirnya mengancam setelah aku menjemputnya, ia harus dibiarkan memakan makanan manis selama seharian penuh.

"Jadi bagaimana rasanya bertingkah seperti pengganti Taekwon?" Sindiran ini tidak keluar dari mulut Joong Gi hyeong tentu saja. Yang berbicara adalah saudaranya, tidak lain dan tidak bukan, bos Lana.

"Aku memenuhi perjanjian setan adik kalian dengan Taekwon, kalau kalian lupa. Bukankah kau juga sedang menjaga Lana, seolah ia siap menggantikan Ryeo Won nuna menjadi calon istrimu, Hyeong?"

Dua saudara Dong Kook hyeong tertawa mendengar cibiranku. Mereka sampai bertepuk tangan karena aku sudah mulai berani melawan seorang Dong Kook.

"Aish, Lana sudah kuanggap seperti adik. Berbeda denganmu, begundal."

"Apa kau sedang cemburu karena jarakku dengan Lana hanya 250 meter?" Aku mengulas senyuman culas. "Apa jangan-jangan benar isu mengenai 'kakak Park Hana memiliki hubungan khusus dengan Kelana' yang sering kudengar dari mulut Shin Hae dan Hana?"

Mati-matian Seoga dan Joong Gi hyeong menahan tawa tapi terlanjur tidak kuat karena wajah Dong Kook hyeong memerah menahan kesalnya padaku.

"Tapi memang harus kuakui, kau bertindak berlebihan saat ada Lana disekitarmu. Hana yang sudah jelas berada satu surat keluarga denganmu saja tidak pernah kau perlakukan selayaknya adik." Joong Gi hyeong menyeka air mata hasil tertawanya yang terlalu kencang. Lihat? Bagaimana berita itu selalu menjadi berita hangat ketika menyangkut Lee Dong Kook dan Kelana. Bukan jadi hal baru kalau kakak Hana yang satu ini kelewat protektif pada Lana.

Selama aku tidak bisa menemui Lana, memang Dong Kook hyeong menjadi satu-satunya orang yang memberikan perhatian lebih pada tetanggaku itu.

Sering kali ketika aku baru pulang bekerja dan hendak menghampiri Lana, aku menemukan Dong Kook hyeong sedang bermain bersama Yi Eon, memasak untuk Lana yang hebatnya sering dipuji oleh Kelana. Oh, dan tanpa sungkan Dong Kook hyeong selalu memberikan kode agar aku pergi ketika ada dirinya.

"Ya, ya tidak begitu. Aku hanya kasihan pada Lana. Dia perempuan, tinggal berdua dengan anaknya. Aku tidak punya tujuan lain." Dong Kook hyeong berkilah dan aku senang akan pikiranku yang memiliki ribuan bahan celaan untuknya.

"Jinjja? Lalu mengapa sering mengusirku kalau aku duduk dekat Lana?"

Dong Kook hyeong mendelik, "kau…aish bukan mengusirmu tapi memberikan Lana ruang."

"Ruang apa? Untuk bermesraan denganmu?" Telak, sindiran Seoga hyeong membuat manusia satu ini tidak bisa berkutik.

"Terserahlah, aku pergi dulu. Awas kalian membicarakanku di belakang." Dong Kook hyeong bergegas pergi tanpa memusingkan tawa kami bertiga.

"Menemui Lana atau Ryeo Won? Hati-hati ketahuan tingkahmu saat mendua." Aku semakin tertawa kencang mendengar luncuran celaan dari mulut Joong Gi hyeong.

Seoga dan Joong Gi hyeong berdeham melihatku tertawa setelah Dong Kook hyeong pergi.

"Jadi bagaimana denganmu? Sudah menemukan pengganti Hana?"

Tawaku berhenti, aku melihat dua kakak Hana bergantian. "Eobseo. Hana tetap Hana tidak ada yang bisa menggantikannya. Na Mi belum menunjukkan ingin ibu baru."

"Junwoo-ya.." Aku bergidik melihat wajah serius Seoga hyeong. Ia bermain mata dengan Joong Gi hyeong. Pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan, aku menunggu. Berita apa yang ingin mereka sampaikan. "Hana mengatakan sesuatu dua minggu sebelum kecelakaan itu."

Aku mendelik, tahun ini aku merasa banyak ditipu oleh istriku sendiri karena menyimpan banyak rahasia. Aku diam menunggu salah satu antara dua manusia di depanku berbicara.

Aku mendengar Seoga hyeong mendesah pelan. "Hana ingin kau mencari penggantinya kalau terjadi sesuatu padanya. Entah mengapa hari itu ia berbicara seolah-olah akan pergi jauh."

***

Hana meringis sambil memegang perut besarnya. Joong Gi mendekati adiknya sembari mengelus pundak Hana, "ada yang sakit?"

"Ani, kontraksi palsuku datang terlalu cepat sepertinya." Hana menunjukkan senyuman baik-baik saja.

"Mau kuantar ke rumah sakit?" tawar Joong Gi karena merasa khawatir dengan kondisi Hana. Dua hari ini menginap di rumahnya pun karena Hana merasa sendiri dengan absennya Junwoo yang pergi ke Jepang untuk urusan bisnis.

Hana menggeleng, dia mengalihkan rasa sakit kontraksinya dengan menyesap teh hangat pemberian Seoga.

"Suamimu memang tidak bisa mengalihkan pekerjaannya? Kehamilanmu semakin besar. Haa memang laki-laki tidak bisa diandalkan."

"Oppaaa," keluh Hana saat mendengar Seoga mencemooh Junwoo. "Dia juga terpaksa pergi karena ini urusan penting. Lusa dia juga kembali. Kau mau dia bertanggung jawab atas hidupku dan Na Mi, kan?"

"Aku mengkhawatirkanmu, laki-laki itu seharusnya tidak perlu mengambil banyak pekerjaan. Fokus saja pada istri dan calon anaknya saat ini."

Hana menggeleng mendengar penuturan Seoga. Helaan napas keluar dari mulutnya. "Aku tidak ingin melarang Junwoo. Biarkan ia mau melakukan apa, selama itu baik untuknya dan kami berdua. Berhentilah mencampuri urusannya, Oppa."

"Terserah tapi kalau sampai ia menyakitimu, habis kupatahkan semua tulang ditubuhnya." Seoga terlihat tidak bercanda saat mengeluarkan nada ancaman.

"Tapi aku ingin menitipkan pesan pada kalian." Hana membetulkan posisi duduknya, bergantian melihat kedua kakaknya yang menatap Hana bingung. "Tolong jaga Junwoo dan Na Mi."

"Menjaga? Na Mi tidak masalah, kalau Junwoo untuk apa? Dia sudah besar. Apa dia merasa tidak mampu menjaga Na Mi?" Seoga menaikkan alisnya sebelah, merasa aneh dengan pesan Hana.

Hana tertawa pelan, "aniya, aku hanya merasa tidak akan cukup lama hidup…"

"Geumanhae, jangan berkata yang tidak-tidak Hana-ya." Joong Gi memotong ucapan tidak jelas adiknya.

"Dengarkan dulu," desahan halus membuat Hana harus mengubah perkataan yang akan menyebabkan kekhawatiran, "kalau hidupku tidak lama, aku minta tolong kalian untuk menjaga Junwoo dan Na Mi. Tolong bantu suami menyebalkanku itu mengurus anak kami. Aku yakin Junwoo bisa mengurus Na Mi dengan baik tapi aku tidak yakin ia bisa menguasai dirinya sendiri saat aku pergi. Mungkin dia akan terlihat baik-baik saja padahal tidak. Oppa, tolong mengerti kondisinya, jangan memberikan tekanan, terima ia selalu sebagai adik ipar kalian." Hana menatap Seoga dan Joong Gi, ada berkas sendu terbit di kedua sinar matanya.

Kedua kakaknya mendadak gusar, Hana terlihat tidak seperti Hana biasanya. Adiknya tidak pernah membicarakan tentang kepergiaan. Hana selalu membicarakan hidup, hidup lebih baik, hidup penuh mimpi. Kenapa hari ini ia begitu yakin kalau usianya di dunia tidak akan lama?

"Lalu kalau bertahun-tahun kemudian aku pergi dan ia masih sendiri, ingatkan hidupnya masih berjalan. Temukan kebahagiaan dia sendiri, Na Mi akan baik-baik saja. Aku akan baik-baik saja."

***

Mataku memburam, terlalu banyak cairan di mataku sampai tak sanggup aku mengucapkan satu patah kata pun setelah mendengar pesan terakhir Hana pada kedua kakaknya. Jemariku bergerak untuk memutar-mutar cincin pernikahanku.

Kenapa Hana tidak memberitahuku kalau ia sudah merasakan masa depannya sendiri yang tidak lama berada disisiku? Hana baik-baik saja tapi aku tidak. Mencari orang lain bukan solusi untuk kebahagiaanku. Bahagiaku Hana dan Na Mi, ketika salah satu perempuan yang aku cintai pergi, semua senyuman dan tawa sejak lima tahun lalu itu adalah semu.

Hana apa kau tahu setelah kau pergi, semua indra dan tubuhku membiru. Aku selalu bertanya kenapa kematian itu terlalu cepat menghampirimu. Mencari bahagiaku? Apa kau tahu aku bersusah payah melepaskanmu, sekalipun ketika aku melakukan perjalanan waktu untuk menemuimu sekali lagi, keinginan untuk memperpanjang hidupmu, aku harus melepaskanmu.

Semua yang aku lakukan untuk bahagia hanya sebuah kepalsuan. Ragamu, rasamu, eratmu, arahmu membuatku mati rasa dengan kata bahagia setelah kau pergi tanpa berpamitan. Aku benci pesanmu, aku merasa amarah yang kutimbun dengan segala memori kesedihan kehilanganmu kembali muncul hanya untuk memaki diriku sendiri. Kematianmu terjadi karena diriku, perginya dirimu karena aku, Park Hana. Na Mi tidak pernah melihat ibunya karena kecelakaan sialan saat kau ingin menghadirkan Na Mi di dunia.

Aku benci pesan bahagiamu.

__________________________________________________________________