Hana memutar tubuhnya ke kanan dan ke kiri berkali-kali. Mematut dirinya pada cermin panjang di salah satu kamar hotel. "Lu yakin ini gaun gak bikin gue digunjing keluarga besar gue, Lan? Keliatan buncitnya gak sih?"
"Sumpah gue pengennya julid, sih. Lu pikir, orang hamil gak buncit gimana? Salah lu sendiri bunting duluan!" Lana antara kesal dan senang. Bahagia, karena Hana pada akhirnya akan menikah. Kesal, karena dia harus jadi bahan amukan Dong Kook sebelumnya.
"Ya Tuhan, udah kejadian ini. Bayinya berkembang biak cepet banget." Hana berhenti, percuma ditutupi, gaun putih panjang ini tetap menunjukkan sesuatu yang sedang tumbuh di tubuh Hana. Ia melihat Lana duduk, menikmati camilan yang disediakan pihak hotel. "Masih dijutekin bos lu di kantor? Di aja gak dateng hari ini."
"Lu pokoknya tanggung jawab lu, bikin Dong Kook baek lagi sama gue, lu!" Lana melempar camilan di tangannya. "Lagian fetus berkembang biak tuh gimanee? Beranak pinak di manee? Ngaco aje lu!" Lana mengkoreksi ucapan Hana.
Hana mencebik kesal, "Lu tuh sahabat gue bukan sih? Kenapa lebih ngerasa keilangan Dong Kook daripada seneng-seneng sama gue nih hari?!" Hana duduk di sofa panjang, berseberangan dengan Lana. "Njir, biologi gue jeblok keknya. Fetus tuh rahim? Apa sih? Duh, pusing butuh asupan manis. Ambilin es krim juseyo." Hana memainkan mata memohonnya.
"Ya soalnya beres lu kawin, gue masih tetep kerja sama die! Orangnya udah lebih dingin dari tembok marmer sekarang, tau!" Lana beranjak mengambil es krim. "Nih, makan yang banyak biar gendut, biar makin keliatan lagi hamil!" Ia menyodorkan pada Hana, lalu menjitak pelan kepala Hana. "Fetus tuh jabang bayiiiiii." Lana memang memperkirakan biologi Hana nilainya jongkok. Istilah semudah itu saja tidak paham.
Hana menerima ice cream yang diberikan Lana, "Oh fetus bayi. "Hana mengangguk, "Dong Kook oppa gak pernah ngajak lu ngomong lagi? Dia semarah itu, Lan? Gue salah ya pertahanin Junwoo?" Mendadak tatapan berbinar di mata Hana berganti sendu. Dari sekian banyak orang yang hadir, dua dari tiga kakaknya tidak menampakkan batang hidung mereka.
"Ngomong, kalo nyuruh doang. Makan juga gak ngajak sekarang mah, nyuruh." Lana memutar bola matanya. "Dia nggak marah, cuma kecewa kenapa gue kecolongan."
"Kenapa nyalahin lo sih? Kakaknya gue kan dia, keluarga gue tuh dia. Udahlah nanti kalo lo gak betah keluar aja, bisa di tempat Junwooo atau Joong Gi oppa." Kekesalan Hana berhenti saat satu sosok kakak kesayangannya masuk. Seperti memahami situasi, Lana bergerak bangkit untuk beranjak pergi. Sebelum kaki Lana keluar dari kamar. Hana menahannya, menitipkan sesuatu untuk diberikan pada Junwoo. "Sis, titip buat calon suami aku." Sebuah amplop putih diberikan pada Lana.
"Bajing, gue jijik sendiri dengernya 'calon suami aku'." Lana bergidik dan menyambar amplop putih dari Hana. Ia lalu pergi meninggalkan adik-kakak yang bersiap berbicara empat mata.
Lana berjalan menyusuri lorong hotel, menuju salah satu kamar yang masih satu lantai dengan kamar Hana. Dipencetnya bel kamar Junwoo. Tak sampai semenit, pintu bergerak terbuka, menampilkan satu sosok laki-laki yang sedang mengancingkan salah satu kancing di lengan kemeja putih yang ia kenakan.
Junwoo menautkan alisnya ketika Lana menyerahkan amplop titah dari paduka ratu Hana. "Igeo mwoyeyo?(1)"
"Molla (2). Calon istrimu hanya minta aku memberikannya pada calon suaminya." Lagi-lagi Lana bergidik membayangkan Hana mengucapkan kalimat tadi.
Junwoo tertawa kecil, paham kenapa reaksi sahabat calon istrinya sampai mengeluarkan aura seperti itu. "Geurom Lana-ya (3), apakah calon istriku terlihat cantik hari ini?" Menggoda dan menjahili Lana itu menyenangkan.
"Dia makan banyak es krim, jadi sepertinya gaunnya akan sangat kesempitan." Lana menggeleng.
"Ara, timbangan berat badannya sudah bergeser ke kanan. Gomawo." Junwoo menggerakkan amplop di tangannya. "Ah, tadi suamimu mencari istrinya. Kalau meminta jatah, ada kamar kosong. Proyek calon bayi bisa dikerjakan." Junwoo mengekeh sambil menunjukkan kamar paling ujung di dekat pintu darurat.
"Ya, ya! Geumanhae! Aku dan Taek belum berpikir ke sana." Lana sedikit berteriak sebelum pergi meningggalkan Junwoo.
Junwoo menutup pintu kamarnya, membuka amplop yang tersegel rapi. Ia menarik secarik kertas yang sudah tertempel sesuatu. Segaris kurva senang tercetak di wajahnya.
Jagiya, uri ttal! Uri Lee Na Mi. (4)
Tulisan tangan Hana tertoreh di atas hasil USG anak mereka. Feeling Hana tepat, pantas perempuannya lebih sering berdandan. Walaupun sebelum hamil Hana juga sangat senang bersolek. Sial, tidak sabar Junwoo untuk segera menikahi perempuan tengil dan manja itu.
Ketukan dan bunyi bel tiba-tiba bersahutan dengan suara teriakan memanggil Junwoo untuk keluar dari kamar.
"Ya Lee Junwoo, sebelum perempuanmu kurebut segera keluar dari kamar," suara Haneul terdengar nyaring.
"Kau akan membiarkan Park Hana berjalan ke altar tanpa ada yang menunggu?" Kali ini teriakan Wooshik ikut mendominasi.
"Ck, jangan bilang kau kabur? Berani menebar benih, bertanggung jawab kau sekarang, Junwoo-ya." Taekwon tidak kalah sengitnya berteriak di luar sana.
Astaga, entah mengapa Junwoo membiarkan tiga orang ini menjadi pendamping pria-nya. Junwoo mengambil tuxedo yang masih tergantung di lemari. Membuka pintunya lebar-lebar, agar tiga manusia di hadapannya bisa melihat kalau dia tidak kabur, tidak akan membiarkan Hana berjalan ke altar tanpa ada yang menunggunya, dan akan Junwoo pastikan tidak ada satu pun laki-laki yang boleh merebut Hana dari sisinya.
Joong Gi menghapus cairan bening di pipi Hana, dia paham adiknya ini ingin ada Seoga dan Dong Kook di sini. "Gwaenchana, mereka akan luluh dengan sendirinya. Sekarang waktunya kau berbahagia dengan pilihanmu."
"Apa aku begitu mengecewakan mereka? Aku bukan anak kecil, Oppa. Umurku sudah kepala tiga…."
"Ara, Hana-ya. Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Kita sudah memberikan mereka waktu selama sebulan. Kalau itu kurang untuk meluluhkan hati mereka, itu bukan salahmu. Ya, kau dan Junwoo nyaris setiap hari mengunjungi rumah mereka hanya untuk memohon. Kalian sudah berusaha." Joong Gi mengulurkan tangannya, mengajak Hana agar bangkit dari duduknya, "Gaja, kasihan calon suamimu menunggu."
Hana cepat-cepat menggelengkan kepalanya, mengenyahkan segala pikiran negatif. Biarkan hari ini menjadi hari bahagianya, egois untuk kebahagiannya sendiri. Hana terus merapalkan nama ibu dan ayahnya, berharap di atas sana kedua orang tuanya memberikan restu untuknya.
Embusan angin dan deburan ombak laut Jungmun mampu membuat lengkungan kebahagiaan Hana tercetak di wajahnya. Sungguh, Joong Gi, Junwoo, dan dua sahabatnya benar-benar paham apa yang Hana inginkan dalam konsep pernikahan. Sederhana namun tetap menampilkan sisi elegan. Selama sebulan ini, Hana tidak diizinkan untuk mengurus pernikahannya sendiri. Joong Gi mengancam tidak akan menemaninya ke altar kalau memaksa. Lagi-lagi karena alasan kesehatan Hana. Alhasil, lima orang termasuk kakak iparnya hanya bertanya apa yang diinginkannya?
Hasilnya, The Jeju Shore menjadi tempat yang cocok untuk mewujudkan pernikahan Hana dan Junwoo. Bangunan kapel berwarna putih ini tidak perlu bersusah payah menampilkan keangunannya. Tidak hanya pemandangan laut luar biasa indah, warna putih yang mendominasi kapel itu dilengkapi dengan pencahayaan kontemporer dan jendela-jendela besar yang langsung menyajikan luasnya laut biru Jungmun. Tersedia 20 bangku untuk tamu, juntaian tanaman gantung million hearts menghiasi langit-langit kapel, dan jejeran bunga lavender menuju altar.
Sebelum melangkah masuk ke dalam kapel, Joong Gi memeluk adiknya sekali lagi. "Nampaknya akan ada kericuhan sebentar lagi."
Hana mengeryitkan dahinya, "Mwo? Museun (5)…."
Belum selesai Hana berbicara, ada tangan yang merapikan gaunnya. "Aish, mengurus gaun pernikahan sendiri saja tidak becus, bagaimana mengurus bayi?" Hana hafal suara itu, suara mengintimidasi dari Dong Kook.
"Oppa?" Hana melepaskan pelukannya pada Joong Gi, menatap Dong Kook tidak percaya. "Mwo haseyo? (6)"
"Menghadiri pernikahan adikku lah, menurutmu apa lagi?" Dong Kook dengan wajah menyebalkannya menjawab pertanyaan aneh adiknya.
"Huh?" Belum selesai kebingungan Hana, satu suara sindiran lainnya terdengar.
"Jadi kau lebih memilih Joong Gi untuk mengantarkanmu ke altar? Padahal belasan tahun kau hidup bersamaku. Ck, kau makan sehari berapa kali? Gaun ini terlihat sempit di tubuhmu." Jelas, hanya Seoga yang bisa cerewet di setiap waktu. Hana selalu kesal mendengarnya tapi untuk hari ini, Hana akan membiarkan mulut itu terus membeo.
"Aku hamil, Oppa…bukan…banyak makan." Sedetik kemudian yang terdengar hanya isak tangis Hana. Ketiga kakaknya menahan senyum memberikan waktu untuk Hana meluapkan perasaannya.
"Aish, geumanhae. Kasihan laki-laki yang membuatmu hamil sudah menunggu dengan wajah tegangnya di altar." Dong Kook menarik Hana ke dalam pelukannya, susah payah dia menutupi rasa haru. Gengsinya terlalu besar untuk menunjukkan dia rindu pada adiknya.
Seoga bermain mata dengan Dong Kook dan Joong Gi, memberikan isyarat untuk berbicara sebentar dengan Hana. Dong Kook melepaskan pelukannya, bersama Joong Gi dia berjalan terlebih dulu masuk ke dalam kapel.
"Mianhae, aku lupa kau sudah sebesar ini untuk kujaga. Butuh waktu untuk melepaskanmu, memberikan tanggung jawabku pada Junwoo. Awalnya aku ragu tapi laki-laki pilihanmu itu nyaris setiap hari dan setiap waktu mendatangiku ke kantor, mengirimkan banyak makanan, dan memaksa ayahnya untuk berbicara empat mata denganku. Dia menginginkanmu lebih dari yang aku tau. Hangbokhaseyo, Hana-ya.(7)" Untuk pertama kalinya Hana senang mendengar ucapan panjang lebar Seoga.
"Oppa, saranghaeyo. Terima kasih sudah berbahagia untukku." Hana menghambur ke pelukan Seoga. Tidak ada yang lebih penting hari ini selain restu dari semua kakaknya.
"Shall we?" Seoga melepaskan pelukan Hana, menyodorkan lengannya untuk mengantarkan adik perempuannya ke altar.
Hana berjalan dengan langkah sangat ringan, siap menghadapi masa depannya bersama laki-laki pilihannya, Lee Junwoo.
"Aku akan mematahkan kaki dan tanganmu, kalau sampai menyakiti Hana. Berikan ia kehidupan yang layak, jangan sampai hidupnya menderita bersamamu." Nasihat singkat nan menyakitkan dikeluarkan Seoga saat menyerahkan Hana pada Junwoo.
Junwoo mengangguk, menahan senyumnya. Ia meraih tangan Hana untuk ia nikahi secepat mungkin sebelum dua kakak Hana berubah pikiran.
"Baru kali ini aku diancam dengan perkataan serupa," bisik Junwoo.
"Maksudmu?"
"Dong Kook hyeong mengatakan hal sama persis seperti yang dikatakan Seoga hyeong." Junwoo sempat mengekeh sebelum ia mengajak Hana untuk saling mengikrarkan janji pernikahan.
________________________________________________________________________
1. Ini apa?
2. Tidak tau.
3. Kalau begitu Lana.
4. Sayang anak perempuan kita! Lee Na Mi Kita!
5. Apa? Maksud…
6. Apa yang kau lakukan?
7. Berbahagialah Hana.