Joong Gi menggelengkan kepalanya melihat Hana dan Junwoo yang masih diam, berdiri mematung. "Aku tidak marah. Aku bertanya seperti tadi karena aku sudah lama tidak tahu tentangmu, Hana." Joong Gi mengusap wajahnya, "aku kesal kau bersikap gegabah seperti ini. Kami keluargamu, kenapa kau tutupi?"
Hana mengangkat wajahnya, melihat ada guratan kecewa di wajah kakaknya. "Mianhae Oppa, aku terlalu takut menghadapi kalian. Aku takut kalian menyuruhku menghilangkan anak ini, takut kalian menyuruh kami berpisah." Hana masih terus menahan tangisannya.
"Kami bukan monster." Joong Gi mendekati Hana menutup jarak diantara mereka. "Kau tahu kan, kalau appa masih hidup dia akan lebih kejam dibandingkan dua kakakmu." Joong Gi tersenyum, tangannya tergerak untuk menghapus cairan bening yang akhirnya keluar dari mata Hana. "Keponakanku sehat? Kau masih suka mual? Ada keluhan apa sebulan terakhir ini?" Joong Gi mengelus perut Hana, dia yakin tindakan bodoh adiknya pasti dilandasi ketidaksengajaan.
"Oppa?" Hana mengerutkan keningnya, "Bagaimana kau bisa tahu kondisi orang hamil?"
Joong Gi semakin melebarkan senyumannya. "Aku juga sedang berada diposisi seperti kalian. Yea Jin hamil, baru tahu dua hari lalu." Hana menutup mulutnya tidak percaya. Setelah tiga tahun menikah akhirnya Joong Gi diberikan keturunan. Refleks Hana memeluk kakaknya erat, terlalu erat sampai Joong Gi takut menekan perut adiknya.
"Chukae Oppa (1), tidak sabar bertemu dengan keponakanku." Hana mengurai pelukannya dengan perasaan bahagia.
"Waaa memang sudah kuduga. Berbicara dengan Joong Gi hanya semakin membuatmu besar kepala." Seoga langsung mencemooh Hana setelah menyusul ke taman belakang. "Sudah cukup kalian berbasa basi." Seoga mengalihkan perhatian ke Junwoo. "Kau pulanglah, biar kami yang mengurus Hana mulai hari ini."
Baik Hana dan Junwoo terkejut dengan ucapan Seoga. "Hyeong, aku mau bertanggung jawab. Aku akan menikahi Hana."
"Seharusnya kau nikahi dulu Hana, bukan membuatnya menderita dengan tindakan bodohmu." Dong Kook seperti menyiramkan bensin ke atas kobaran api yang sudah dibuat Seoga. "Putuskan hubungan kalian. Hana bukan lagi tanggung jawabmu."
"OPPA!!" Hana menjerit marah dengan keputusan dua kakaknya. "Aku bukan anak kecil yang selalu bisa kalian atur. Aku berhak memutuskan kehidupanku seperti apa. Siapa yang bilang aku menderita?"
"GEUMANHAE!!! KAU MASIH TANGGUNG JAWABKU. APARTEMEN MEWAH YANG KAU TEMPATI…"
"AKU PERGI DARI APARTEMEN MEWAH ITU. KAU MAU MEMECATKU PUN TIDAK APA-APA!!"
Hana dan Seoga saling berteriak memenangkan ego masing-masing. Napas Hana mulai tidak beraturan, Junwoo tahu penyakit Hana akan kambuh kalau terus dibiarkan seperti ini.
"Hyeong, biarkan aku bertanggung jawab atas hidup Hana. Tolong beri kami kesempatan." Junwoo sampai berlutut, memohon pengertian pada dua kakak Hana.
"Nawa (2), menjauhlah dari kehidupan Hana mulai sekarang. Gyeonghaesseo! (3)" Seoga tidak peduli aksi heroik Junwoo. Ia merasa gagal melindungi adiknya. "Aku yang akan merawat anak itu."
"Oppa, jebal (4)…" Belum selesai Hana berbicara, ia langsung memutar tubuhnya, memuntahkan banyak cairan. Mual yang sedari tadi ditahan, menjebol pertahanan Hana.
Junwoo buru-buru berdiri, memegangi rambut panjang Hana, dan menepuk punggung Hana pelan. Melihat apa yang dikeluarkan Hana, sudah dipastikan perempuan ini tidak sempat makan. "Kau bawa obatnya?"
Hana menyeka sisa muntahan dengan punggung tangannya. "Aku belum makan setelah pulang dari rumah sakit."
Junwoo melihat ke arah tiga kakak Hana, "Hyeong apa ada makanan yang bisa dimakan Hana? Ada obat yang harus diminum."
Joong Gi berdecak kesal, ia melihat adiknya seperti mencari oksigen banyak-banyak. Setelah sekian lama, Joong Gi melihat lagi Hana tersiksa dengan penyakit bawaannya. "Kau bawa ventolinmu?" Hana mengangguk. "Bawa Hana masuk ke dalam. Akan kumasakan sesuatu. Dan kalian, berhentilah bersikap seolah-olah tahu apa yang dibutuhkan Hana." Joong Gi menatap tajam ke arah Seoga dan Dong Kook, sebelum ia berjalan masuk. Pikirannya saat ini Hana harus istirahat. Dari tiga kakaknya, hanya Joong Gi yang paham bagaimana asma yang diderita Hana itu selalu menyiksa adiknya.
Junwoo menuntun Hana masuk ke dalam rumah. Suara batuk dan bunyi napas tidak beraturan yang terdengar seperti siulan mulai menyerang tubuh Hana.
"Aku mau pulang…mau tidur." Hana memegang bagian bawah perutnya. Luar biasa rasanya saat paru-parunya membutuhkan banyak oksigen karena penyempitan saluran pernapasan. Bekas suntikan di perutnya terasa nyeri dan terbakar.
"Jamkkan." Junwoo melakukan apa yang sudah biasa selama ia lakukan selama sebulan terakhir. Ia mendudukkan Hana di sofa dekat dengan Lana dan Shin Hae. Ia mengeluarkan ventolin inhaler dan satu tube gel dari dalam tas Hana. Ia serahkan ventolin itu ke Hana, menyuruh Lana untuk membantu Hana menghirup zat aktif albuterol dari mulut yang akan meredakan sesak napas Hana.
Selagi Hana fokus untuk meredakan asmanya. Junwoo duduk berlutut di depan Hana, mengangkat kaus hitam Hana sebatas dada.
"Omo, neo gwaenchana, Hana-ya?" Shin Hae mulai penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Junwoo sampai harus berlutut dan apa yang dilihatnya sekarang menjawab rasa penasaran itu. Perut bagian bawah Hana nampak memar.
"Igeo…" Perkataan Junwoo belum selesai saat ingin menjelaskan pada Shin Hae. Dong Kook sudah mengumpat setelah melihat memar hijau kebiruan pada perut Hana.
"Ssaekiya, apa yang kau lakukan pada Hana?" Nyaris tangannya bersiap untuk meninju Junwoo kalau tidak ditahan oleh Hana.
"Geuman, satu-satunya manusia yang berani berbuat kasar padaku, hanya Oppa. Ini bekas suntikan pengencer darah." Jawaban Hana membuat lima orang terkejut. Mereka tidak pernah tahu, Hana memiliki penyakit lain selain asmanya.
"Lee Junwoo, bicara pada kami di ruanganku." Seoga harus mencari tau dari satu-satunya orang yang dipercaya Hana saat ini. Sebelum bangkit dari posisinya, Junwoo menitipkan pesan pada Shin Hae untuk mengoleskan salep berbentuk gel ke perut Hana.
Junwoo akan tetap mempertahankan Hana meskipun ditentang habis-habisan oleh tiga kakak Hana. Tidak peduli tiga pasang mata yang saat ini sedang menyidangnya, akan berujar apalagi untuk memisahkan dirinya dengan Hana.
"Sejak kapan asma Hana kambuh?" Joong Gi bertanya terlebih dulu.
"Semenjak ia tahu tentang kehamilannya. Nyaris setiap malam Hana selalu sulit tidur karena asmanya kambuh." Junwoo menjawab pertanyaan Joong Gi sesuai fakta yang selama sebulan terakhir ini ia selalu ia hadapi. "Hana stress dengan kondisinya, Hyeong."
"Kau sembunyikan Hana di mana?" Dong Kook semakin mengeraskan rahangnya saat tahu asma Hana kembali menganggu.
"Kami bukan bersembunyi, Hyeong." Junwoo menarik napas panjang sebelum meluruskan kesalahpahaman yang sudah terjadi. "Hana panik pada keadaannya. Ia terus memikirkan reaksi kalian. Aku sudah sering mengatakan lebih baik bertemu kalian secepatnya tapi Hana terlalu takut dan reaksi itu pelan-pelan menjadi beban pikirannya. Hana sering aku ajak berlibur." Junwoo membetulkan posisi duduknya, "Hyeong, Hana butuh waktu sebulan terakhir kemarin. Mohon mengerti kondisi kesehatannya."
"Bekas suntikan pengencer darah, maksud Hana tadi apa?" Seoga tidak tahan dengan berita terbaru tentang adiknya. Gagalkah dia selama ini menjaga Hana?
"Hana mempunyai penyakit pengentalan darah. Selain karena faktor turunan, kadar hormon estrogen semenjak Hana hamil meningkat. Adik kalian terkena trombosit vena dalam. Selama delapan bulan, Hana harus menyuntikkan lovenox setiap hari, suntikan pengencer darah agar bisa memberikan nutrisi pada bayi kami. Suntikannya memang akan meninggalkan bekas. Dokter meresepkan obat dan salep untuk memudarkan bekas suntikan." Panjang lebar Junwoo menjelaskan apa yang sedang dialami oleh Hana. Junwoo menjadi jauh lebih peka pada kondisi Hana. Bukan hanya untuk janin yang sedang tumbuh di perut Hana, tetapi juga untuk kebaikan pacarnya sendiri.
Dong Kook mencebik kesal setelah mendengar penjelasan Junwoo. "Kau kalau ingin bertanggung jawab, tidak seharusnya menutupi ini semua dari kami. Sikapmu hanya memperburuk keadaan."
"Junwoo hanya menuruti apa kata Hana." Joong Gi menghentikan semua asumsi keras kepala dua saudaranya. Ia tahu adiknya seperti apa, Hana selalu punya kekhawatiran berlebih tanpa mau menyusahkan tiga kakaknya.
"Berhenti membela mereka." Seoga mengeluarkan sesuatu dari dalam lacinya. Ia menatap tajam Junwoo, "berapa jumlah uang yang kau butuhkan untuk menjauh dari Hana?"
Junwoo mendelik mendengar pertanyaan Seoga. "Mwo? Aku tidak butuh uang kalian, aku bertanggung jawab atas hidup Hana sekarang." Junwoo berdiri, kesabarannya mulai habis. "Sekeras apa pun kalian menjauhkanku dari Hana. Aku akan tetap berdiri di sampingnya."
Dong Kook mengekeh, jelas untuk menyindir ucapan percaya diri Junwoo. "Ayolah, kalian belum ada setahun bersama. Kejadian ini hanya merugikan Hana. Kau mau menikahinya? Sayang restu kami tidak ada."
"CUKUP!" Joong Gi terlihat tidak suka dengan sikap Dong Kook dan Seoga. "Mereka memang salah, tapi apa kalian lebih suka melihat Hana tersiksa, huh?" Joong Gi mengalihkan perhatiannya ke Junwoo, "nikahi Hana, buktikan semua ucapanmu. Aku memberikan restu bukan karena semua janjimu. Aku memikirkan adik perempuanku." Joong Gi tidak ingin berdebat lebih lama, ia melenggang keluar dari ruangan kerja Seoga.
Joong Gi menghampiri Hana yang sedang bersandar di pundak Lana. "Hana, bisa bicara sebentar denganku?" Setelah memastikan kondisi Hana sudah lebih baik, ia membawa Hana pergi ke teras depan rumah. "Tinggal denganku untuk sementara waktu, aku akan mengurusmu."
"Oppa, aku lebih baik…"
"Junwoo bisa mengunjungimu kapanpun ia mau. Biarkan aku dan Junwoo yang mengurus semua pernikahanmu." Buru-buru Joong Gi menepis asumsi yang muncul di kepala Hana.
Tidak ada kata yang bisa Hana katakan selain memeluk Joon Gi.
"Repotkan aku seperti dulu, biarkan aku memanjakan Park Hana sekali lagi."
______________________________________________________
1. Selamat kakak.
2. Pulang.
3. Aku tidak peduli.
4. Kakak aku mohon.
Ventolin inhaler adalah jenis obat hirup yang berfungsi untuk meredakan gejala asma. Inhaler ini mengandung albuterol. sangat efektif sebagai obat pereda serangan asma ringan hingga berat.
Trombosit vena dalam adalah penggumpalan darah pada satu atau lebih pembuluh darah vena dalam. Pada sebagian besar kasus, DVT terbentuk di pembuluh darah paha atau betis, tetapi bisa juga terbentuk di pembuluh darah bagian tubuh lain, seperti perut.