Hana memberanikan diri berjalan ke arah unit apartemen Taekwon dan Lana. Setelah satu bulan lebih menghilang dengan berbagai macam alasan yang masuk akal, pagi tadi Hana menyadari bahwa ia ternyata membutuhkan sahabat-sahabatnya. Ia pun berpikir tidak mungkin selamanya menutupi tentang berita kehamilan ini. Maka, siang ini ia memberanikan diri untuk menemui sahabatnya, Lana. Hana memencet bel berharap Lana ada di apartemen.
Taekwon membuka pintu dan menatap Hana. "Waa, ada apa kau kemari?"
Hana buru-buru merapatkan mantelnya. Menyembunyikan rahasia yang sudah ia tutupi selama satu bulan terakhir ini. "Lana ada, Oppa?"
"Jagiya, ada sahabatmu." Taekwon berteriak ke dalam. "Dia tanya kau ada atau tidak. Sebaiknya kujawab apa?"
Tak lama, Lana berlari ke arah pintu dan memukul kepala suaminya. "Babo!"
"Yaa!" Lana tertawa dan mendorong Taekwon masuk, lalu menutup pintu. "Kalo lu nggak langsung nyelonong masuk, berarti nggak bisa di dalem. Ada apean?"
"Lan keknya bentar lagi gue mati nih. Tersangkanya tiga kakak gue." Jantung Hana berdegup kencang. Ini baru sahabatnya belum tiga kakaknya.
Lana mengerutkan keningnya. "Wae?"
"Ini gak bisa masuk aja ke dalem apartemen lu?" Hana merasa tidak enak berbicara di depan pintu seperti ini.
"Bisa aja. Bentar si badut gue ungsikan dulu." Lana segera masuk ke dalam dan keluar beberapa saat kemudian. "Kalo dia berisik, cuekin aja."
Hana berjalan masuk ke dalam apartemen, pikirannya saat ini lebih baik ia membuka percakapan basa-basi dengan sahabatnya. "Rapi bener nih apateu? Perasaan dulu berantakan." Hana mengomentari apartemen Taekwon yang sekarang berubah jadi sarang Lana dan Taecyeon. "Belum ada penampakan kalean mau punya bayi?"
"Ya dulu isinya bujangan, sekarang ada pawangnya. Berkicau lah gue tiap hari." Lana mengajak Hana duduk di sofa. "Belom. Belom kebagian semua gaya, bayi ntaran aja dulu dah."
"Pantesan." Hana menatap Lana lekat-lekat, sekarang atau tidak sama sekali. "Humm lu jangan marah ya. Udah sebulan lebih nih gue keringet dingin mulu." Hana membuka mantelnya, "bulan lalu…" Hana melihat Lana dengan wajah cemas, kalau menghadapi Lana yang sudah 11 12 seperti Dong Kook, apa kabar kakaknya itu sendiri? "Bulan lalu gue nge-test, muncul dua garis biru." Hana memperhatikan Lana, apakah sahabatnya ini sadar kalau perutnya sudah terlihat buncit?
Lana melihat ke arah bawah dada Hana, terlihat perut yang membuncit dari biasanya. "NEO MICHEOSSEO?! (1)" Lana menatap Hana ngeri. Ia segera berteriak memanggil Taekwon, karena khawatir akan melakukan tindak kekerasan. "OK TAEKWON!! YA!! PALLI!!"
Taekwon yang tergopoh menghampiri Lana segera melongo melihat Lana yang seperti kesetanan. "Wae, wae?"
"Dia hamil!" Lana menunjuk Hana.
"Bagus, berarti kita akan punya keponakan!" Taekwon malah bertepuk tangan kegirangan.
"YA BABO TAEKWONIE!! APA YANG HARUS KUKATAKAN PADA LEE DONG KOOK?!" Lana meraih kerah kaus Taekwon dan mengguncangnya.
Hana duduk di sofa dengan kepala yang berdenyut pusing. Mual yang sudah hilang selama dua minggu terakhir, perlahan muncul kembali. "Lan jangan teriak-teriak ihh. Gue harus gimana? Udah sebulan lebih nih, ngindarin lu semua biar gak ketauan."
"Terus kenapa sekarang berani?!" Lana menjambak rambutnya sendiri. "Aaahhh Dong Kook, Dong Kooooookkkk. Taro di mana muka gueeeee?!" Lana masih menjerit histeris membayangkan bosnya, yang tak lain dan tak bukan adalah manusia paling keji kalau menyangkut soal adiknya itu, bagaimana jika ia tahu tentang kondisi Hana sekarang?
"Ya kalo gue ngilang 9 bulan terus tiba-tiba gendong anak, apa kagak makin heran lu pada? Ettoke???" Hana meminta belas kasihan Lana.
"Toke, toke. Bodo amat, ah!" Lana menoleh pada Taekwon. "Oppa, kalau kita pura-pura tidak kenal saja dengannya, bagaimana?"
"Eish, percuma. Lebih baik kita jatuhkan saja dari balkon." Taekwon menunjuk balkon apartemennya. Memang tidak akan ada solusi yang benar kalau berbicara dengan seorang Ok Taekwon.
"Haaaahhh makin pening gueee!" Lana memukul lengan Taekwon.
"Lanaaaaaaa jangan gitu dong. Bantuin, mau aborsi dosa. Lakik gue udah siap babak belur." Hana mulai mengeluarkan air mata. "Oppa, aku harus mengatakan apa pada sahabatmu?" Hana beralih melihat Taekwon.
"Lee Junwoo yang melakukannya?" Taekwon bertanya seolah Hana mempunyai pacar lebih dari satu laki-laki.
"Siapa lagi laki-laki yang menjadi pacarku? Cuma dia. Doh napa jadi senewen sih ngomong sama dia." Hana frustasi dengan respon Taekwon sampai ia meracau menggunakan dua bahasa sekaligus.
"Dasar gila. Baru kutinggal menikah beberapa bulan saja, langsung begini." Lana menggelengkan kepalanya. "Kapan mau pengakuan dosa pada tiga kakakmu?"
Hana menggigit bibir bawahnya, ide kabur ke luar negeri yang sudah berkali-kali terlintas di otaknya kian menjadi. "Nanti sore, setelah Junwoo pulang kantor."
"Bagus. Semakin cepat semakin baik." Lana mengangguk singkat. "Oppa, aku izin sore ini, siapa tau Dong Kook juga ingin mengganyangku nanti."
Taecyeon mengernyit. "Memang apa hubungannya denganmu?"
"Dong Kook pasti berpikir aku menerlantarkan adiknya. Meski dia terlihat lebih menyukaiku, tetap saja Hana adiknya." Lana mendengus kesal dengan keadaan pelik yang menyeret dirinya.
Sore harinya, setelah sebelumnya Hana menelpon ketiga kakaknya untuk berkumpul di rumah Seoga, Taekwon yang terpaksa harus pergi meeting mengantarkan Hana dan Lana ke sarang singa. Berbekal sindirian Taekwon, Hana memantapkan hatinya untuk menemui keluarganya.
"Lan kalo gue mati nih hari, lu mau ngunjungin makam gue tiap hari, kan?" Hana mengusap keringat yang keluar di telapak tangannya, berusaha mencairkan suasana yang belum apa-apa sudah keruh.
"Dih, yang ada gue yang dicincang kakak lu! Shin Hae mane sih nih ah?!" Lana mencibir sambil mengutak-atik ponselnya. Setelah kejadian tadi siang, Lana langsung menghubungi Shin Hae untuk segera datang ke rumah Seoga selesai ia bekerja.
"Darling, darling!!!!" Shin Hae menjerit memanggil Lana dan Hana yang sedang berdiri di teras rumah Seoga. "Pada kenape sih? Muka ditekuk begitu, kurang jatah?" Shin Hae melihat Hana dan Lana bergantian.
"Lu berisik amat sih, pen gue sate tau nggak!!" Lana mencekik leher Shin Hae begitu sampai di hadapannya. "Sohib lu bunting nih!"
"HAH?! BANGKE, LU HAMIL HAN?" Shin Hae menyingkirkan tangan Lana dari lehernya. Ia perhatikan perut Hana yang terlihat membuncit, "lo bukan busung lapar atau kebanyakan minum gitu?"
Hana menggeleng bahkan mau tertawa saja sulit. "Bayi isinya, Shin."
"Matilah gue, abis deh sama Seoga dan Dong Kook. Baru kawin, lagi. Duh lo napa bego banget sih, Han?" Shin Hae mengguncang pundak Hana.
"Shin Hae-ya, kasihan bayiku kalau kau guncang Hana seperti itu." Junwoo menegur Shin Hae. Datang-datang dia pusing melihat Shin Hae yang sedang teriak-teriak.
Shin Hae memukul kepala Hana dan Junho bergantian. "Babo-ya, aish seuteureseubaya.(2)"
Pintu depan rumah Seoga tiba-tiba terbuka. "Ya!!! Ada apa ribut-ribut? Malu dengan tetangga. Deuroda(3)." Seoga menyuruh semua manusia yang berdiri di depan rumahnya masuk.
"Lan, Shin, gue mual sumpah." Hana memegang tangan Lana dan Shin Hae bersamaan.
"Gue juga mual liat ekspresi kakak lu!" Tangan Lana berkeringat dingin melihat adegan horor yang akan terjadi beberapa saat lagi.
"Waa menyuruh kami semua hadir dan melihat kalian semua datang. Ada berita menarik apa? Taek dan Lana akan punya anak? Shin Hae dan Wooshik pindah rumah?" Dong Kook mengekeh dengan ucapannya sendiri.
"Oppa, aku dan Junwoo mau bicara." Hana menyeret Junwoo mendekati ketiga kakaknya. Ia sedang tidak mood untuk berbasa-basi.
Seoga mulai curiga dengan gelagat pasangan ini. Joong Gi juga heran, tumben sekali Hana memakai baju dan mantel yang kebesaran.
Hana mengeluarkan dua buah test pack dan hasil USG dari dalam tasnya. Ia meletakkan di atas meja ruang tamu. Suasana rumah Seoga mendadak hening. Tidak ada satu pun yang berani bersuara. Ketiga kakak Hana memperhatikan barang yang diletakkan Hana.
"Berapa minggu?" Joong Gi memecahkan keheningan.
Hana membuka tali mantelnya, menunjukkan perubahan tubuhnya. "Delapan minggu."
Seoga mengambil test pack yang diakui Hana sebagai miliknya. Rahangnya mengeras. "NORINEUN GEOYEYO?(4)" Seoga melempar test pack itu ke arah Hana. "PUAS KAU SEKARANG, HAH? MENGHILANG SATU BULAN KARENA INI?" Hana diam, ia menunduk tidak berani melihat wajah Seoga. "MALHAEBWA!!! (5)"
"Hyeong, ini bukan salah Hana. Kami…" Ucapan Junwoo terpotong ketika Dong Kook melempar gelas yang sedang ia pegang ke arah Hana dan Junwoo.
"Kelana, Shin Hae, kalian datang kesini untuk melindungi Hana, huh? Kalian menutupi kehamilan Hana?" Dong Kook menatap Lana dan Shin Hae dengan tatapan tajam, dingin.
"Aniya. Aku datang untuk mempertahankan diri." Lana menatap Dong Kook tanpa ragu. Sementara Shin Hae merengut di sampingnya. "Aku hanya disuruh datang, aku bahkan juga baru tau Hana hamil."
"Mempertahankan diri apa? Kau tidak jujur kepadaku tentang kondisi apartemen Hana saat kalian masih tinggal bersama. Kamar kamasutra? Kalian bertiga pakai bergantian? Jangan kalian pikir kami semua tidak tahu tentang kamar sialan itu. Koetjimal(6) Lana, tidak mungkin kau baru tahu. Kau tetangganya." Dong Kook berjalan mendekati Hana. Satu tamparan kencang mengenai pipi Hana.
Tubuh Hana tersentak ke belakang. Perih menghinggapi wajahnya. Namun, ia tidak melawan. Sadar bahwa dirinya sudah berbuat kesalahan sangat fatal dan ia sudah mempersiapkan diri kalau hal seperti ini akan terjadi.
"Hyeong!!!" Junwoo geram melihat sikap Dong Kook. "Bukan salah Hana, kami kemari ingin menjelaskan. Aku akan bertanggung jawab."
Seoga tertawa sinis, "ayahmu sudah tau, hah? Ayahmu tahu kau meniduri adikku sampai hamil?" Seoga tahu betapa kerasnya Tuan Lee, kliennya selama tiga tahun terakhir ini.
"Setelah ini akan kusampaikan kepada ayahku. Aku butuh restu kalian dulu." Junwoo tidak ingin memperpanjang masalah. Ia hanya ingin menyelamatkan harga diri Hana terlebih dulu dari keluarganya.
"Lana, Shin Hae. Selama kalian tinggal bersama. Berapa banyak laki-laki yang datang menggoda Hana?" Joong Gi mengeluarkan rasa penasarannya.
Lana mendengus kesal, ia akan menjawab semua pertanyaan dan pertanyaan dari kakak-kakak Hana. "Darimu tentu saja. Aku tahu Oppa akan menuduhku begitu, tapi entah kenapa saat Oppa benar-benar melakukannya hatiku rasanya sakit." Lana menatap Dong Wook yang baru saja menampar sahabatnya. "Dia bukan anak kecil. Aku dan Shin Hae bukan kakaknya. Selama bersama kami, tidak pernah ada yang datang, kecuali Junwoo di akhir sebelum kami pindah karena menikah. Bukankah kalian yang ingin Hana punya pacar? Bukankah kalian yang mau Hana menikah? Kenapa kalian sekarang semarah itu, padahal Junwoo ada di sini dan mau bertanggung jawab." Lana melepaskan semua perasaan kesalnya.
Melihat Hana hanya bisa menunduk dan terus menerus meremas mantelnya untuk menahan air mata, Joong Gi merasa iba. Tidak pernah ia melihat Hana sefrustasi ini. "Hana, Junwoo pergi ke taman belakang. Bicara denganku. Kalian.." Joong Gi melihat dua saudaranya yang masih emosi, "diamlah di sini, minta maaf pada Lana dan Shin Hae. Hana tanggung jawab kita, bukan mereka."
__________________________________________________________________
1. Kau gila?
2. Bikin stress.
3. Masuk.
4. Puas kau membuat malu?
5. Bicara!!
6. Jangan bohong.