Kau tau hal apa yang membuatku bisa terjaga selain Na Mi? Hal buruk yang menimpa orang-orang terdekatku. Baru aku membereskan piring-piring kotor bekas makan malamku dan Na Mi, ponselku berdering berkali-kali dari Wooshik dan Shin Hae. Bukan hal aneh mereka suka menghubungiku hanya untuk sekedar berkumpul atau menyuruh datang ke pesta yang suka mereka adakan. Tapi, pesan dari Wooshik membuatku membeku sesaat sebelum menyuruh Na Mi untuk segera bersiap dan melajukan mobil membelah jalanan padat Seoul di malam hari menuju rumah sakit Kangbuk Samsung.
Bau steril rumah sakit selalu membuatku mual, tempat ini hanya membuat berita bahagia menjadi duka. Meskipun itu hari kelahiran si kembar Jang Hwa Young dan Jang Hyun Ae ataupun saat Ok Yi Eon lahir. Aku berusaha tertawa saat berada di kamar rawat inap tetapi kembali merasakan luka melihat ruangan perinatologi. Mencari tau apakah di antara bayi-bayi itu ada yang bernasib sama dengan Na Mi.
Hari ini tidak ada kelahiran, berita buruk justru datang dari seorang Ok Taekwon. Bagaimana laki-laki ini bisa menyembunyikan penyakitnya selama bertahun-tahun bahkan dari istrinya sendiri.
"Aku benar-benar tidak menyadarinya. Masih tidak percaya hyeong memiliki penyakit itu." 'Penyakit itu' yang dimaksud Wooshik adalah penyakit paru obstruktif kronis. Sungguh aku ingin menjahili Taekwon dan mengucapkan selamat karena mampu terlihat seperti orang sehat tanpa menunjukkan gejala sesak napas atau apa pun yang berhubungan dengan penyakitnya.
Aku melihat Lana keluar dari kamar rawat inap, bergantian dengan keluarga Taekwon. Pelukan langsung ia terima dari kedua orang tuanya, Shin Hae, dan Dong Wook hyeong. Iya, rumah sakit dan bandara menurutku adalah tempat magis. Mampu mengumpulkan semua orang dalam satu waktu, namun untuk berbagi kesedihan agar dapat saling menguatkan. Berjaga untuk menyiapkan hati ketika panggilan perpisahan itu datang.
Lihatlah Lana yang biasanya selalu membagi tawa bahagianya sekarang terperosok di lubang luka kesedihan. Untuk tersenyum saja dia kesulitan, matanya mencari anak lelakinya. Ada air mata yang kembali turun ketika melihat Yi Eon bermain bersama anakku dan si kembar. Sudah begitu parahkah penyakit Taekwon sampai ia terlihat sudah menyiapkan kata perpisahan?
"Lana-ya gwaenchana?" Pertanyaan yang sudah jelas terlihat tapi dengan bodohnya aku tetap bertanya. Apa yang bisa aku tanyakan pada Lana yang berulang kali mengusap air mata, selain kondisinya? Menyuruhnya makan? Aku pernah merasakan tidak memiliki keinginan hidup, semua rasa makanan terasa hambar. Jadi itu bukan perintah yang datang dariku, masih ada segelintir orang di depanku yang akan menyuruhnya.
Lana duduk di bangku ruang tunggu. Dari jarak sedekat ini, aku bisa merasakan aura menyedihkan berasal dari tubuhnya. Terakhir Lana seperti ini lima tahun yang lalu, di gereja sebelum acara tutup peti Hana. "Ani, nan angwaenchana. Tapi aku bisa apa? Toh aku tau cepat atau lambat semua akan begini pada akhirnya." Berdasarkan informasi yang kudapat dari Wooshik. Lana baru mengetahui penyakit Taekwon, empat bulan yang lalu. Ketika tanpa sengaja Lana memergoki Taekwon terkulai lemas di atas sofa dengan napas tersengal.
Selama ini Taekwon melakukan terapi paru-paru yang disertai dengan pengobatan inhaler darurat dan steroid inhalasi atau oral agar membantunya untuk mengendalikan gejala dan meminimalkan kerusakan yang lebih parah. Taekwon sendiri pun baru mengenali penyakitnya saat duduk di bangku kuliah, penyakit bawaan dari lahir yang baru menyerangnya saat ia beranjak dewasa.
Bertemu dengan Lana rupanya menjadi angin baru. Taekwon bersusah payah ikut terapi dan pengobatan ini itu hanya untuk memperpanjang usianya, memperpanjang waktunya bersama Lana.
Aku memperhatikan Na Mi dan Yi Eon bermain dengan si kembar. "Penyakitnya sudah lama?" Aku hanya membuka topik pembicaraan yang bisa dibicarakan Lana meskipun aku sudah tau.
"Eo. Aku merasa dijebak olehnya. Dasar bodoh." Lana tersenyum getir. "Penyakitnya sudah lama, tak bisa disembuhkan tapi bisa diobati dan ditekan penyebarannya. Kalau kau sadar kenapa Taekwon tak pernah benar-benar minum hingga mabuk, karena dia ingin hidupnya sedikit lebih lama lagi."
Aku terkesiap, baru menyadari selama berkumpul hanya seorang Taekwon yang menghindari alkohol. "Tidak ada yang memberitahumu tentang penyakit Taekwon hyeong sebelumnya?"
"Kau mau dengar kejadian lucu?" Lana menoleh, mata bulat yang biasanya berbinar kini redup ditutupi sisa jejak air mata.
"Jamkkan, kau tidak butuh kopi? Teh? Alkohol mungkin? Bercerita saat mabuk bisa jadi menyenangkan bukan?" Aku tersenyum, menghibur Lana sedikit dengan lelucon tidak lucu ini, tidak ada salahnya kan?
"Aaahhh, kalau bukan karena Yi Eon, aku mungkin sudah menenggak alkohol 70 persen di kamar Yi Eon sejak kemarin." Lana terkekeh. "Apa kau bisa menebak, kemarin saat kuhubungi ibu mertuaku dan beliau tergesa datang kemari, apa yang beliau katakan?"
"Mwo?"
"Beliau bilang, 'bisa-bisanya kau menyembunyikan penyakit anakku dariku.' Aku tertawa sampai menangis waktu itu. Maksudku, bukankah jauh sebelum aku menikahi anaknya, harusnya keluarganya lebih mengetahui semuanya?" Lana tertawa pelan tapi air mata tidak berhenti turun, aku paham posisinya. Terkadang ketika kesedihan sudah menghantam batas normal manusia, menangis pun tanpa disadari menjadi hal yang biasa. "Ok Taekwon memang luar biasa, menyembunyikan semuanya sendirian selama ini. Bahkan, kurasa Tuhan pun kaget saat dia tiba-tiba ambruk begini."
Baru tanganku terulur ingin mengusap punggung Lana, seorang manusia yang selalu punya kejutan tersendiri duduk di samping Lana. Kalau itu Dong Kook hyeong aku tidak heran, tapi ini seorang Park Seoga yang secara tiba-tiba menggantikanku untuk mengelus punggung Lana. "Kau tau ada dua Park yang tau tentang penyakit Ok Taekwon?"
Dua Park? Maksudnya, dia dan…
"Mendiang Hana?" Mata Lana membulat sama persis dengan reaksi mataku. "Selama ini... kalian..." Ia terbata. "Kenapa tak menghentikanku menikahinya?"
"Tidak baik menyalahkan orang yang sudah tidak ada." Seoga hyeong melihatku, "Hana tidak bercerita apa pun padamu?" Jelas aku menggeleng, tidak pernah ada percakapan mengenai penyakit Taekwon di sesi pembicaraan kami. "Menurutmu kenapa seorang Park Hana menjodohkan kalian?" Seoga menatap Lana. "Dia percaya kau pilihan yang tepat untuk Taek, Lana-ya. Dari awal aku sudah menyuruh Taekwon untuk jujur padamu. Tapi perempuan keras kepala bernama Hana melarang. Ia takut kau akan mundur. Taek sahabatku, sejak aku perkenalkan dengan Hana, ia dan Hana lengket seperti permen karet sampai semua rahasia kelam antar keduanya selalu mereka bagikan satu sama lain. Kau pilihan terbaik untuk Taek. Percayalah."
"Aish, aku jelas-jelas menyalahkanmu, Oppa." Lana mendelik. "Lalu bagaimana aku setelah ini?" Ia menghela napas frustasi. "Lagi pula, bukan aku yang akan mundur kalau tau penyakitnya sejak awal. Taekwon pernah bilang dia menyesal menikahiku karena cepat atau lambat dia akan meninggalkanku. Lalu memintaku bersumpah agar pura-pura tak tau soal penyakitnya, atau dia akan menghantuiku sampai aku menikah lagi sepeninggalnya. Dasar bodoh."
"Ya, kenapa menyalahkanku? Suamimu sendiri melarangku untuk berbicara." Seoga hyeong merentangkan kedua tangannya lebar, "Aku bukan Dong Kook tapi aku masih menerima pelukan Lana-ya."
"Ya Park Hana, kakakmu yang meminta ya, bukan aku yang mau." Lana mendongakkan kepala seperti berbicara pada Hana di atas sana lalu masuk dalam pelukan Seoga hyeong dan mulai menangis lagi.
Seoga hyeong mengekeh, "Aish, kalau Hana masih ada dia akan lebih lama memelukmu seperti ini." Seoga hyeong mengurai pelukannya, "Taek pernah mengatakan padaku, ia berterimakasih padaku dan si keras kepala Hana yang menjodohkan kalian. Ia tidak pernah menyesal mengenal dan menikahimu. Apa kau tau dia senang Yi Eon mirip dengannya? Karena selepas dia pergi, kau akan selalu merasa berada dekatnya. Kau sudah ikhlas kalau hal buruk terjadi pada suamimu, huh?"
Aku tidak heran mendengar pertanyaan Seoga hyeong yang sangat blak-blakan tapi itu juga mengusikku, apakah Lana sudah siap menjadi sepertiku?
"Memangnya tidak ikhlas mengubah apa pun? Toh ikhlas atau tidak jika memang sudah waktunya, semua akan berakhir."
Daebak, sekarang aku paham mengapa Lana cocok bermain dengan keluarga Hana. Tidak peduli di situasi seperti apa pun, nalar untuk berpikir positif selalu ada. Menganggap yang sudah menjadi waktunya akan tetap berjalan sesuai porsinya.
Yi Eon berdiri lalu menghampiri Lana, meminta dipangku. Ibunya memeluk saat anak laki-laki berusia tiga tahun lebih itu bertanya tentang ayahnya. Sudah kubilang kan, Hana, Lana, dan Shin Hae memiliki sifat 11 12 13. Selalu senang bercanda dan membicarakan apa saja tanpa pernah menutup mulut mereka rapat saat berkumpul. Di pemakaman Hana saja, Lana dan Shin Hae bisa berceloteh panjang lebar di depan tempat penyimpanan abu Hana. Mereka berdua berbicara seolah-olah sahabatnya akan menimpali omongan mereka.
Untuk hari ini, aku bisa melihat Lana terdiam disertai air mata yang selalu mengalir ke pipinya. Shin Hae memang bersenda gurau dengan kedua anaknya tapi mulutnya hanya mampu mengeluarkan dua sampai tiga kata. Ini sebabnya aku muak dengan rumah sakit. Kelahiran dan kematian selalu datang bersamaan pada satu tempat. Jarak kebahagian dan kesedihan terlalu rapat untuk disaksikan.
Aku menghampiri Na Mi, ia menutup kuapnya. Aku melihat jam di tangan kiriku, sudah pukul sembilan malam lewat 15 menit. Mendadak aku ingin menceritakan sesuatu padanya. Cerita tentang hampir empat tahun lalu, di mana berita kebahagiaan datang dari pasangan Kelana dan Ok Taekwon. Kisah yang baru kusadari hari ini, ternyata suami Lana sudah memberikan petunjuk tentang penyakitnya tetapi aku terlalu munafik untuk menyadari.
"Na Mi-ya mau dengar cerita kelahiran Yi Eon?"
____________________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru progresif yang berdampak jangka panjang hingga membuat seseorang sulit bernapas.
Steroid Inhalasi adalah salah satu jenis perawatan yang digunakan untuk meredakan penyakit sesak napas penderitanya.