Hana duduk di sofa, sudah satu jam lebih ia mendiamkan Seoga yang terus melihatnya dengan wajah penuh amarah. Hana tidak merasa bersalah sama sekali, ia merasa apa yang ia lakukan itu wajar.
"Sejak kapan kau berpacaran dengannya?" Seoga akhirnya menyerah, ia yang terlebih dulu bersuara. Masih tetap dengan nada menyebalkan menurut Hana.
Hana mendengus kesal, dari dulu selalu seperti ini. Setiap ada laki-laki yang dekat dengannya, akan di interogasi sampai kakaknya yang satu ini puas. "Aku sudah dekat dengannya sebulan lebih. Kami baru beberapa kali berkencan. Baru hari ini kami berpacaran. Itu tadi adalah ciuman pertama kami. Apalagi yang mau kau tau, Oppa?" Hana tidak kalah sengit menjelaskan statusnya dengan Junwoo.
"Kalian bertemu di mana? Dia sudah pernah ke apartemenmu? Apa pekerjaannya? Kau sudah bertemu dengan orang tuanya? Tubuh penuh luka, kalian melakukan apa?" Seoga bertanya kepada Hana seolah-olah adiknya adalah tersangka kasus pencurian berlian.
Mendengar Seoga yang bertanya tanpa henti, Hana membenturkan kepalanya berkali-kali ke sandaran sofa. Biarkan kepalanya yang sakit daripada telinganya yang berdarah.
"Waeyo?" Datang-datang Dong Kook langsung tertawa menyindir. Melihat Seoga sudah mengeluarkan asap mengepul dari tubuhnya dan Hana yang mulai frustasi. Pasti masalah besar yang sudah diperbuat adiknya. "Siapa laki-laki di depan?" Dong Kook langsung duduk di samping Hana. Menahan kepala Hana dengan satu tangannya. "Kau melakukan apa anak tengil?"
Hana menjambak rambutnya kesal, "Oppa, memang kalian tidak pernah berciuman, hah? Apa aku pernah melarang kalian kalau mau bermesraan? Setelah tiga tahun baru Junwoo yang mencium dan memelukku." Ada suara putus asa yang terselip di antara kekesalannya.
"Kami hanya ingin menjagamu. Eomma dan appa menitipkanmu pada kami. Kau mau hamil duluan lalu ditinggal pergi tanpa diberikan pertanggung jawaban?" Dong Kook memindahkan tangan kirinya untuk mengelus pipi Hana. "Kenapa dagu dan bibirmu?" Dong Kook menyentuh luka di dagu Hana.
"Dih boro-boro hamil, baru ciuman aja udah kayak apaan tau teriaknya." Hana mencibir menggunakan bahasa yang hanya dimengerti Seoga, bahasa ayah kandung Hana dan Seoga.
"Kau mau bikin sampai keluarga di Medan malu?" Seoga mengetatkan rahangnya, kesal melihat perilaku Hana. Dari kecil ia dan tiga saudaranya sudah di didik oleh ayah mereka dengan kultur Indonesia. Kesalahan seperti hamil atau menghamili orang lain di luar pernikahan adalah hal tabu. Ayah mereka yang masih ada keturunan Indonesia, selalu bersikap tegas dengan empat anaknya, meski Dong Kook dan Joong Gi bukan anak kandungnya.
"Bodo amat, udah ah mau mandi. Makin gerah lama-lama di sini." Hana berdiri dan berjalan meninggalkan dua kakaknya.
"Selesai mandi, balik ke sini. Gak usah banyak alasan." Seoga berteriak menggunakan bahasa Indonesia.
Hana menghampiri Junwoo yang masih anteng menunggu Hana di ruang tamu dengan laptop kesayangannya. Hana menyuruh Junwoo mandi di kamar tamu. Berniat meminjamkan baju kakaknya, Junwoo mengelak dengan alasan membawa baju ganti dan akan tetap menemani Hana sampai urusan dengan Seoga selesai.
Selagi Hana mandi, Dong Kook menarik Lana yang terpaksa ia seret ikut ke rumah Seoga karena pekerjaan mereka belum selesai ke arah taman belakang. "Kelana, selama kalian tinggal bersama, apa Hana sering membawa laki-laki ke apartemen? Lee Junwoo itu sudah lama dekat dengan Hana?"
"Ani. Kurasa mereka baru kenal sekitar sebulan." Lana berujar datar, memberitahu sebatas yang ia tau.
Dong Kook menilik mata Lana lebih dalam, "Kau tidak berbohong kan? Yakin mereka baru sebulan dekat?"
"Ya, Oppa, aku juga sama penasarannya denganmu. Sayangnya memang belum ada info lebih lanjut." Lana menggelengkan kepalanya.
Dong Kook menyuruh Lana mendekat, "Hana tidak pernah menginap di tempat Junwoo? Seoga pusing, baru pulang ia menemukan adiknya sedang berciuman di ruang tamu." Dong Kook menahan tawanya tapi kembali menyelidik ke Lana. "Kau dan Taek tidak mengajarinya macam-macam kan?"
"Aish, kenapa jadi aku? Aku dan Taekwon bermain sangat aman. Aku malah takut Hana lebih pintar dariku." Lana mendengus.
"Ya, tidak boleh ada laki-laki yang menyentuhnya sebelum dia menikah." Dong Kook mencebik kesal. "Aish, itu urusan Seoga. Tidak ada yang kuat menghadapi rengekan Hana. Laporan klien kau bawa?"
"Waa, kami hanya menjaganya tetap pulang dan tidak macam-macam. Oppa, bukankah kau tau kamar kosong di sebelah sudah dia buat jadi...." Lana memutar bola matanya. "Sudahlah, lupakan. Ini laporan yang kau minta." Ia kemudian menyerahkan laporan yang dibawanya.
Dong Kook menaikkan sebelah alisnya. "Apa? Sudah dia buat apa?"
"Oppa, bisakah kau berpura-pura aku tak bicara?" Lana meringis. "Ayo, ayo, kita selesaikan pekerjaan kitaaaa."
"Gajimu dipotong 50% bulan ini atau beritahu aku sekarang. Kamar kosong itu dipakai buat apa?" Dong Kook mengancam Lana.
"Kalau Oppa potong 50%, akan kuminta sejumlah yang sama dari Hana untuk tutup mulut." Lana tersenyum menang. Tidak ada tawar menawar yang sulit dilakukan oleh Lana, mengingat ikat persaudaraan ini terlalu erat hingga rahasia kelam pun antara mudah dan sulit untuk dibagikan.
"Aish, sudah mulai berani melawan anak ini." Dong Kook memiting leher Lana. "Kalau sampai Hana hamil duluan, kau dan Shin Hae yang akan bertanggung jawab. Haja keruanganku, kau akan bekerja sampai larut malam hari ini."
Hari yang dikira Hana akan indah berubah menjadi malapetaka. Seoga berusaha menjauhkan Hana dan Junwoo. Hana dipaksa bekerja di rumahnya, lebih tepatnya di ruangan kerja Seoga. Makan siang dan makan malam, Hana hanya boleh duduk dekat Seoga, berbicara dengan Lana saja dibatasi.
Seoga kira dengan begitu, Junwoo akan berpamitan pulang karena ia tidak mau mengusir. Nyatanya, laki-laki yang sudah kepalang jatuh cinta pada Hana, masih setia menunggu Hana.
Junwoo yang sadar akan kehadiran sahabat pacarnya, menegur Lana yang sedang mengambil minum di dapur. "Lana-ya, bappayo? (1)"
"Aniya, wae?" Lana menoleh, melihat gelagat laki-laki gugup di depannya. Ia sudah siap ditanya apa pun oleh Junwoo.
"Hana dimarahi kakaknya tadi. Seoga hyeong memang segalak itu? Hana baru pertama kali membawa laki-laki ke sini?" Rasa penasaran yang dari tadi mendera dirinya, akhirnya lolos setelah Lana merespon balik.
"Eo, kau yang pertama, dan aku sudah hampir kehilangan setengah gajiku bulan ini karena menutupi perbuatan kalian." Lana menggelengkan kepalanya. "Seoga hanya terlalu hmmm apa namanya, overprotektif."
"Mian, harus kuganti gajimu bulan ini?" Junwoo masih menunggu Hana yang diceramahi oleh Seoga di ruang kerjanya. "Humm ku dengar dari Wooshik, memang Hana punya kamar…" Junwoo menelan ludahnya sebelum melanjutkan pembicaraan. "Kamasutra?"
"Haish, kenapa semua orang tau soal ini, sih?" Lana mengusap dahinya. "Aniya, tidak perlu kau ganti gajiku. Bosku paling hanya menggertak." Lana tertawa.
"Shin Hae yang memberitahu Wooshik, jadi benar Hana punya?" Junwoo tersenyum tetapi juga menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Dong Kook hyeong, apa juga semenyeramkan Seoga hyeong? Dia bos yang baik?"
"Dasar ember!" Lana mengumpat. "Dong Kook tipe makhluk sejenis vampir, yang kalau kau ganggu keluarganya, dia akan menghantuimu bahkan setelah kematianmu." Lana menakut-nakuti Junwoo akan sosok kakak Hana yang lebih dekat dengannya dibandingkan Hana.
"Jinjja? Apa keluarga Hana ada yang normal?" Junwoo melihat Lana, "Ah, tapi dua sahabatnya saja seperti ini, apalagi keluarganya."
"Waaa, sekarang kau sadar kalau kau juga tidak normal, hah?" Lana tertawa kencang, hanya manusia tidak normal yang bisa dekat dengan Hana dan keluarganya.
"Mwo? Naega? (2) Aku terjebak. Kalau tau keluarga dan sahabat Hana tidak normal seperti ini, sudah…" Junwoo menghentikan pembicaraannya ketika melihat Hana berjalan ke arah dapur.
Hana berkacak pinggang menunggu Junwoo melanjutkan perkataannya. "Sudah apa? Meninggalkanku?"
Junwoo tersenyum lebar, mencari perhatian Hana agar tidak mengamuk. "Aniya, sudah kunikahi dari dulu." Junwoo menyentuh bibir dan dagu Hana yang terluka, "Gwaenchana Jagiya?"
Hana memutar bola matanya sebal. "Jagiya? Sejak kapan kau mendadak romantis hah? Semua lukaku sembuh tapi bergantian telingaku yang pengang." Hana melihat Lana yang bertopang dagu di atas meja dapur melihat Hana dan Junwoo." Lu belum pulang? Udah jam 10 njir, Dong Kook oppa kagak ngasih ijin balik? Yaahhh alamat Taek jajan diluar nih hari."
"Jajan naon njir. Suruh bawa lah makanannya ke sini, biar makan bareng sama kakak ipar!" Lana mengulum senyum iblisnya.
"Kakak ipar? Sape? Jajan itu cewe laen. Kagak ngeri lu itu belut si Taek lari kemana-mana?" Mulut ceplas ceplos Hana terdengar sangat nyaring saat mencemooh sahabatnya.
"Eh, lupa. Dong Kook kan kakak lu ya. Berasa kakak sendiri sih." Lana tersenyum menang. "Cobain aja kalo dia berani, gue bikin belut goreng!"
Hana melihat kran cuci piring yang bisa diputar ke segala arah, dia jadi mempunyai niat jahil ke Lana. "Lan ada apaan tuh dibaju lu?" Lana langsung melihat ke arah kemejanya, tidak pikir panjang. Hana langsung menyalakan kran air dan menyemprot Lana. "Makan tuh kakak ipar, mane die? Nolongin kagak." Hana tertawa kencang dan puas melihat Lana basah kuyup.
"Aish! OPPA, LIHAT KELAKUAN PARK HANAAAA!" Lana sengaja berteriak pada Dong Kook di ruangan sebelah.
Hana menjulurkan lidahnya kegirangan "Teriakkk sono Dong Kook..OPPA?" Hana menghentikan tawanya setelah melihat Dong Kook berdiri tidak jauh dari Lana. Junwoo refleks mematikan kran air dan menarik tangan Hana agar segera menaruh kembali selang kran air.
"Kau tau ini jam 10 malam? Udara di luar dingin, kau membuat Lana basah. Kalau dia sakit bagaimana? Ambilkan handuk sana." Dong Kook menatap Hana tajam tapi tubuhnya bergerak menghampiri Lana. "Mian, kelakuannya memang seperti anak kecil. Gwaenchana?"
Hana berjalan ke arah kamar yang dulu ia tempati. Mengambil handuk setengah hati. Ini apa benar kalau Lana sebenarnya adik kandung ketiga kakaknya? Kenapa ia merasa diadik tirikan?
Setelah turun tangga dan melihat Seoga yang baru keluar dari ruang kerjanya, Hana langsung memeluk kakaknya, "Oppaaa, iblis itu memarahiku." Hana menunjuk Dong Kook yang sedang mengelap tubuh Lana dengan lap bersih.
"YA!!! SIAPA YANG MEMBUAT LANTAI DAPURKU BASAH?" Seoga malah berteriak setelah melihat lantai dapurnya banjir. Seoga melepaskan pelukan Hana dan menatap Hana kesal. "Pasti perbuataanmu. Bersihkan, keringkan. Sudah malam Park Hana, jangan membuat kekacauan."
"Aish, aku adik kalian bukan sih? Kenapa semua baik pada Lana?" Hana berjalan mendekati Lana, lalu membanting handuk yang ia pegang ke lantai.
Lana tertawa. "Mianhae Hana-ya." Ia lalu menjulurkan lidahnya. "Begitulah, Junwoo-ya. Aku si perempuan jahat yang mengambil kakaknya." Lana beralih pada Junwoo sambil memungut handuk di lantai.
Junwoo tercengang, dalam satu hari dia bisa melihat bagaimana Hana, keluarga, dan sahabatnya ternyata memiliki sifat yang sangat bertolak belakang dari yang ia tau. Ini belum semua berkumpul.
"Oneul jemiissseoya, Park Hana. (3)" Junwoo mengacak rambut Hana yang sedang cemberut sambil mengepel lantai dapur.
—————————————————————-
1. Lana, kau sibuk?
2. Apa? Aku?
3. Hari ini menyenangkan, Park Hana.