Chereads / Stylish Man / Chapter 14 - Menyerupai Kehidupan Manusia

Chapter 14 - Menyerupai Kehidupan Manusia

"Kau bahkan sudah kusuruh istirahat penuh." Satya yang menjaga artisnya menggerutu di samping ranjang August. Kali ini pria busana menjadi pasien, terbaring tanpa memedulikan orang-orang. Ia damai dengan tidurnya.

August menjadi kehebohan bagi para tim Modest siang itu, mereka melihat Fany meminta bantuan dengan panik. Menjadikan Fara dan Satya berlari menghampiri setelah nama pria busana disebut-sebut.

"Kapan dia akan terbangun?" Fara bertanya. Perempuan berambut bob–stylist August–baru saja tiba. Ia tidak tahu bagaimana modelnya bisa pingsan seketika, bahkan Fara menahan amarah ketika meminta penjelasan dari adiknya–Fany.

Jawaban yang diberikan Fany tetap tak berubah. Selalu saja tidak tahu, yang Justru memancing emosi sang kakak. Berkali-kali ia menuntut Fany untuk mengaku–dan itu pecuma.

"Hah … kepalaku semakin pusing." Fara memilih duduk menunggu di sofa–tak jauh dari Satya. "Kau benar-benar tidak tahu dia pingsan karena apa?" tanya Fara lagi kepada si manajer. Ia masih belum tenang jika alasan modelnya pingsan tidak ia ketahui.

"Dia kelelahan." Satya mengutip perkataan dokter yang ia temui tak lama sebelum Fara datang. "August senang sekali memberi kejutan." Tambahnya.

Fara melirik pria di samping ranjang. "Kupikir kau terlalu lama berdiri di sana. Tidak berminat untuk duduk? Di sebelahku masih kosong. Cukuplah untuk kau." Perempuan di belakangnya menawarkan.

"Apa kata adikmu?" tanya Satya. Fara pasti menuntut penjelasan pada Fany, pikirnya.

Pria itu sedikit menaruh curiga. Di mulai gelas yang ia pikir bukan sirup biasa, bukankah air sirup tidak sekental itu? dan kali ini August pingsan. Sedangkan tadi pagi sang model tidak menunjukkan keluhan apapun.

"Dia tidak tahu. Lagipula, tidak mungkin dia berbohong." Fara bergeser lalu bersandar. Ia juga lumayan kelelahan bekerja. Seorang perempuan dengan karir cemerlang, sangat jarang mempunyai waktu istirahat yang baik.

Di sela lamunan masing-masing, telepon genggam milik August bergetar beberapa kali. Si manajer segera merogoh saku celana, melihat nama Zay beserta gambar drakula kecil sebagai penambah karakter.

Satya menatap aneh seiring alisnya bertaut. "Seperti anak kecil." Cibirnya. Lalu tersenyum simpul.

"Media sudah tahu kabar August dibawa ke rumah sakit, Sat." Fara menunjukkan ponselnya pada laki-laki itu. Ada beberapa nama akun media yang mereka tahu juga telah merilis kehebohan di gedung Modest.

"Mereka dapat informasi dari mana?" Satya berkata dengan datar, ia menahan emosi karena pekerja Modest tidak bisa membungkam satu mulut saja. "Suruh anak buahmu itu jaga mulut!" kesalnya.

Fara terhenyak, laki-laki yang banyak bicara dan terbiasa bercanda sedang memperingatinya dengan raut muka berbeda. Fara tidak bisa beranjak dari posisi berdirinya, terlalu berat untuk melangkah.

Berita telah menyebar dengan bermacam-macam judul, menambah kekalutan sang manajer. Ia sudah berusaha untuk tidak mengekspos sesuatu tentang keadaan anak asuhnya. Sayangnya segelintir berita jika menyinggung nama August akan menjadi hidangan yang pas bagi para media demi memungut keuntungan.

Perhatian mereka teralihkan pada sisi pintu yang terbuka. Zay terlihat ngos-ngosan. Ia berjalan terburu-buru bahkan berlari setelah Satya memberitahunya mengenai August. Satya pikir teman August tak mengapa jikalau tahu.

Pemuda itu menggaruk kepala sambil tersenyum canggung. "Kalian boleh istirahat … atau makan? Biar aku yang berjaga, sebaiknya kita bergantian." Alasannya saja. Zay hanya tidak ingin orang-orang tahu rahasia sang model terkenal.

"Aku tidak merasa memerlukan sesuatu." Sahut Satya. Ia tidak bisa tenang sebelum anak asuhnya membuka mata dan mengeluarkan suara.

"Satya, sebaiknya kau turuti saja saran anak muda itu." kata Fara. Ia juga bisa menghitung, berapa lamanya si manajer menunggu August.

Satya tidak menjawab lagi.

"Ayolah. Setidaknya bersihkan dulu tubuhmu. Basuh wajahmu yang kusut itu." Fara menyumbangkan beberapa masukan. Perempuan berambut bob ini juga sudah tidak berminat memandang manajer itu.

Dengan malas, Satya berlalu tanpa suara, ia pergi ke luar diikuti Fara sang stylist August di majalah Modest.

'Aku juga sedikit lapar' Satya mengakui dalam diam.

Ketika dua orang tadi pergi, Zay hendak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Untuk berjaga-jaga, ia mengintip seberapa jauh kedua orang itu. Barulah Zay mengunci pintu sebagai penjagaan yang lebih kuat.

"Kau seperti anak remaja yang baru masuk pubertas, Gust." Sembari Zay mengeluarkan sesuatu dari tas selempangnya. "Mengurus diri sendiri saja tidak bisa."

Beberapa menit lalu, Zay menyinggahi penthouse pria busana, mengambil dua kantong saja darah yang dikonsumsi temannya. Ia sangat tahu penyebab August yang seketika ambruk tidak sadar. Seperti saat ini.

Perlahan Zay membuka mulut sang model, meneteskan sedikit-sedikit cairan merah pekat hingga satu kantong habis. Ia pikir dalam jangka waktu cukup lama, kemungkinan August sangat lapar.

Zay meneteskan lagi satu kantong darah sampai menyelesaikannya.

Tiap tetesan darah seolah mengalir, menyentuh dan memasuki bagian-bagian tubuh yang membutuhkannya. Mengisi kembali energi untuk manusia tidak normal seperti August. Dan sejujurnya, August bukan manusia, dia hanya makhluk penghisap darah–sebatas bertahan hidup lalu memanfaatkan tawaran baik kepadanya agar menyerupai kehidupan manusia.

"Zay." panggil pemuda yang terbaring.

"Jangan banyak bergerak dulu, kau hampir mati asal kau tahu. Jangan seolah-olah kau kuat, ya. Tolong turuti perkataanku ini." Zay jadi banyak bicara sembari membereskan kantong bekas darah. Kantong yang harus ia sembunyikan sebelum Satya dan Fara datang.

August tidak menyahut.

"Kau ini benar-benar lupa atau pura-pura lupa?" tanya Zay. Ia setengah marah, mengomeli pria busana. "Untung saja manajermu itu memberitahuku. Itupun aku yang menelepon duluan."

"Aku tidak membawanya." Balas August.

Pemuda berambut sedikit pirang dan selalu memakai tas selempang menghela napas. Ia tidak bisa berbicara apa-apa lagi. Cukuplah anak itu terbangun, anak yang dianggap dokter hanya kelelahan. Setidaknya hari ini Zay membantu pekerjaan seorang dokter.

"Saat pagi, minumlah darah itu kalau kau ada pekerjaan yang lama. Untuk berjaga-jaga kejadian seperti ini tidak terulang." Zay menghela napas yang entah keberapa kalinya. "Ya sudahlah, aku tidak ingin terkesan sedang memarahimu."

"Terimakasih."

Segera Zay menoleh. "A-apa?"

"Terimakasih, Zay. Kau selalu membantuku." August memperjelas perkataannya.

Zay tertegun sejenak. "Y-ya. Tidak masalah." Ia masih terkejut dengan yang diucapkan si pria busana. "Kau perlu istirahat berapa lama lagi? Dua belas jam?" Zay mengingat ketika ia menjaga August beberapa waktu lalu.

"Itu tidak bisa dipastikan. Bisa lebih cepat atau bahkan lebih lama."

"Ya. Kalau begitu tidurlah. Aku juga ingin tidur." Zay melangkah kearah sofa.

***

Ponsel bergetar-getar di atas meja, tidak jauh dari pemuda yang tertidur di sofa. Akan tetapi getaran itu mengganggu laki-laki di ranjang.

"Zay. Ponselmu. Sepertinya ada yang menelepon." August memanggil. Nyatanya pemuda pulas di sana tidak menyahut. August pun mengintip, ia berusaha bergeser, mungkin kalau ia duduk suaranya akan lebih keras.

"Zay. Bangunlah!" August berteriak. "Zayyy…!" panggilnya lagi dengan keras. Ia mendapati pemuda di sofa menggeliat, bergerak mencari orang yang mengganggunya.

Zay melirik pada pria busana, matanya yang menyipit seolah bertanya. "Coba lihat ponselmu." Geram August.

Zay melihat nama Arunika sedang memanggil, dengan cepat ia terima bersama senyuman paling merekah. Zay tampak malu-malu. Sementara temannya yang bukan manusia menatap heran dan bertanya. Sejak kapan orang yang tidak pedulian seperti Zay mempunyai senyum itu?

"Gust. Aku ada urusan. Kau di sini dengan manajermu saja, ya. Aku ingin menemui malaikatku dulu." Zay menyambar tas selempangnya, sembari tersenyum-senyum.

"Malaikat? Kau bisa melihat malaikat?" August adalah orang yang tidak mengerti.